Kaskus

News

BeritagarIDAvatar border
TS
BeritagarID
Bisakah hidup tanpa vaksin
Bisakah hidup tanpa vaksin
Seorang bidan menyiapkan vaksin DPT saat imunisasi di Rancamaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (25/10/2018).
Saat berdiskusi dengan ibu-ibu yang antivaksin, Prof. dr. Sri Rezeki Hadinegoro Sp.A(K), pernah dipameri anak-anak yang sehat walau tanpa vaksin. "Ada seorang ibu yang membawa bayinya untuk memamerkan kalau keenam anak-anaknya tidak divaksin tapi tetap sehat," kata Guru Besar Kesehatan Anak Universitas Indonesia seperti dikutip dari Kompas.com, Rabu (20/12/2017).

Dalih yang kerap dipakai oleh kelompok antivaksin adalah mereka bisa hidup dengan sehat tanpa vaksin. Klaim yang kerap muncul, tubuh sudah memiliki kemampuan melawan penyakit dari luar. Untuk memperkuat tubuh, yang mereka butuhkan adalah madu atau asupan herbal lainnya.

Benarkah klaim itu?

Menurut Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Cissy B.Kartasasmita, hal itu tidak cukup melindungi anak dari kemungkinan infeksi.

Sebab, kemampuan kuman dan bakteri dari lingkungan untuk menyerang lebih besar. Kuman itu dapat menyerang kapan pun, khususnya ketika daya tahan tubuh anak menurun. "Tubuh anak akan sulit melawan kuman kalau belum pernah diimunisasi sehingga rentan terserang penyakit," katanya, seperti dinukil dari Kompas.com.

Faktor lingkungan juga berpengaruh. Jika makin banyak anak yang diimunisasi di sebuah lingkungan, maka semakin jarang penyakit itu ditemukan. Selain itu, anak yang belum divaksin juga terlindungi. Dunia kedokteran menyebutnya dengan herd immunity alias 'kekebalan komunal'. Nah, kekebalan ini bisa bisa tergerus saat orang yang tidak divaksin makin banyak. Mereka menulari anak-anak yang tak divaksin.

Romina Libster, ilmuwan dan asisten penyelidik di National Scientific and Technical Research Council, Buenos Aires, Argentina menjelaskan, pada 1918, sebelum vaksin dikenal, penyakit macam influenza bisa membunuh 50 juta orang. Karena saat itu belum ada orang yang divaksin. Sehingga penyakit itu sangat mudah menyebar. Kini penyakit influenza tak seganas dulu karena banyak orang sudah melakukan vaksinasi.

Orang yang divaksin, tak hanya melindungi diri mereka sendiri, tapi melindungi penduduk lainnya. Makin besar jumlah penduduk yang divaksin, makin kuat benteng benteng itu dibangun hingga memunculkan kekebalan komunal. Untuk mencapai kekebalan kawanan ini, sebagian besar penduduk harus divaksinasi.
Herd Immunity and Immunization
Kekebalan komunal ini bisa pecah karena kabar hoaks atau klaim yang belum tentu benar. Pada 1998, terbit penelitian karya Andrew Wakefield bersama 12 peneliti lain yang mengklaim vaksin campak, gondok, dan rubella (MMR) bisa memicu autisme.

Akibatnya, banyak orang mulai menolak vaksin MMR dan kekebalan komunal itu mulai pecah. "Wabah campak muncul di banyak kota di dunia. Banyak orang jatuh sakit. Orang meninggal karena campak," ujarnya seperti dinukil dari TED Talk. Hasil penelitian Wakefield itu lalu dicabut pada 2010.

Di Indonesia, kasus kekebalan komunal ini bisa dilihat dari kasus penyakit tuberkulosis. Pada 2011, vaksinasi BCG (Bacillus Calmette–Guérin) yang melawan penyakit tuberkulusis sedang tinggi-tingginya, ada 4,67 juta vaksinasi. Di saat bersamaan kasus tuberkulosis berjalan landai, 329 ribu kasus.

Tapi begitu jumlah vaksinasi anjlok pada 2014, jumlah penderita penyakit ini melonjak jadi 421 ribu pada 2017.

Kasus yang sama terjadi pada penyakit demam difteri. Indonesia pernah memberantas penyakit ini pada 1990. Tapi pada 2013 lalu, penyakit ini muncul lagi. Sempat ditumpas, tahun lalu penyakit ini tak kapok juga.

Menteri Kesehatan, Nila F. Moeloek menyatakan target 95 persen program imunisasi di Indonesia tahun ini tak tuntas di beberapa daerah. Sehingga demam difteri bisa muncul lagi.

Menurut Immunization Specialist Unicef Indonesia, Kenny Peetosutan, ambang batas minimal 95 persen program vaksinasi dibutuhkan untuk menciptakan herd immunity.

Tiap penyakit, memiliki ambang batas (threshold) berbeda berapa persen populasi penduduk yang harus divaksin agar bebas dari penyakit tersebut. "Tergantung pada karakteristik kuman, dan respons imun yang dihasilkan vaksin," kata Romina.

Menurut PBS, makin tinggi ambang batas vaksinasi sebuah penyakit menunjukkan makin besar seseorang bisa menulari yang lain (R0). Misal penyakit campak (measles) memiliki ambang batas 83-94 persen. Sebab, satu orang di sebuah komunitas yang tak divaksin bisa menulari 12-18 orang lainnya yang lemah atau belum pernah divaksin.
Bisakah hidup tanpa vaksin
Jenis penyakit dan ambang batas imunisasi yang diperlukan dalam sebuah komunitas. Bisakah hidup tanpa vaksin


Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...p-tanpa-vaksin

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Bisakah hidup tanpa vaksin Kesimpangsiuran bendera HTI

- Bisakah hidup tanpa vaksin Lion Air JT610 jatuh di Karawang

- Bisakah hidup tanpa vaksin Hari ini IHSG anjlok, minus 0,52 persen

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
470
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan