- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Haedar Nashir: Santri Tidak Boleh Berbuat Sekehendaknya


TS
lucy...pinder
Haedar Nashir: Santri Tidak Boleh Berbuat Sekehendaknya
Quote:
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir meminta setiap santri untuk menjaga perilaku di mana pun berada. Seorang santri harus bisa memberikan teladan yang baik kepada siapa saja. Karena itu, santri tidak dibenarkan bertindak sekehendak hati saja.
“Santri tidak dibenarkan berbuat sekehendaknya, apalagi dengan menggunakan alasan agama dan nasionalisme,” kata Haedar kepada wartawan di Jakarta, Selasa (23/10/2018).
Pernyataan Haedar tersebut merujuk pada perayaan Hari Santri Nasional pada Senin (22/10/2018) kemarin. Menurut dia, kaum santri sudah sepatutnya menjauhi segala perilaku yang tercela, yang merugikan diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya.
“Santri tidak melakukan akhlak yang buruk, seperti kekerasan kepada siapa pun dan apa pun, seperti menyiksa, membakar, dan berbuat onar atau anarkistis di ruang publik atas nama perbuatan baik,” ucap Haedar.
Dia mengingatkan, santri harus tetap menunjukkan sikap baik, damai, dan toleran ketika berbeda paham atau pandangan dengan orang lain. Karenanya, mengajarkan kebaikan dan mencegah kebatilan (amar ma’ruf nahi munkar) harus dilakukan dengan cara yang baik.
Prinsip tersebut, kata Haedar, sesuai dengan prinsip dakwah yang dilakukan dengan cara yang bijaksana, dengan pelajaran yang baik dan dialogis. Menurut dia, sosok santri adalah perlambang kebajikan beragama atau berislam sehingga kesantrian harus menunjukkan jiwa, pikiran, perilaku, dan tindakan yang benar-benar islami secara nyata, bukan dalam klaim dan retorika.
Haedar menjelaskan, santri secara umum adalah julukan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren. Dalam diri santri melekat dunia pesantren yang mendidik beragama dengan benar dan baik.
Lebih dari itu, penyebutan santri pun bisa menunjuk pada muslim yang taat menjalankan agama Islam. Betapa luhurnya penyebutan santri yang sering disamakan sebagai kaum putih perlambang bersih atau suci, lawan dari abangan.
“Karena itu, kaum santri tentu harus menunjukkan sikap, tutur kata, dan tindakan yang berakhlak mulia sebagaimana diajarkan di pesantren tempat para santri dididik agama dengan sebaik-baiknya. Sebutlah akhlak jujur, amanah, menjaga lisan, sopan santun, damai, toleran, tawazun, kata sejalan tindakan dan segala perangai yang mulia serta menebar rahmat bagi orang lain dan lingkungannya,” tuturnya.
Haedar berpendapat, jika kaum santri dapat menunjukkan teladan yang baik maka umat dan bangsa akan menjadi terbaik dan tidak membuat resah publik. Sebaliknya, jika santri tidak mampu menunjukkan keteladanan akhlak mulia maka kesantrian akan menjadi “jauh panggang dari api”.
“Lantas publik akan hilang kepercayaan kepada kaum santri, yang tentu saja berdampak luas pada citra umat Islam di negeri ini,” ujarnya.
https://www.inews.id/news/nasional/h...ndaknya/290553
“Santri tidak dibenarkan berbuat sekehendaknya, apalagi dengan menggunakan alasan agama dan nasionalisme,” kata Haedar kepada wartawan di Jakarta, Selasa (23/10/2018).
Pernyataan Haedar tersebut merujuk pada perayaan Hari Santri Nasional pada Senin (22/10/2018) kemarin. Menurut dia, kaum santri sudah sepatutnya menjauhi segala perilaku yang tercela, yang merugikan diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya.
“Santri tidak melakukan akhlak yang buruk, seperti kekerasan kepada siapa pun dan apa pun, seperti menyiksa, membakar, dan berbuat onar atau anarkistis di ruang publik atas nama perbuatan baik,” ucap Haedar.
Dia mengingatkan, santri harus tetap menunjukkan sikap baik, damai, dan toleran ketika berbeda paham atau pandangan dengan orang lain. Karenanya, mengajarkan kebaikan dan mencegah kebatilan (amar ma’ruf nahi munkar) harus dilakukan dengan cara yang baik.
Prinsip tersebut, kata Haedar, sesuai dengan prinsip dakwah yang dilakukan dengan cara yang bijaksana, dengan pelajaran yang baik dan dialogis. Menurut dia, sosok santri adalah perlambang kebajikan beragama atau berislam sehingga kesantrian harus menunjukkan jiwa, pikiran, perilaku, dan tindakan yang benar-benar islami secara nyata, bukan dalam klaim dan retorika.
Haedar menjelaskan, santri secara umum adalah julukan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren. Dalam diri santri melekat dunia pesantren yang mendidik beragama dengan benar dan baik.
Lebih dari itu, penyebutan santri pun bisa menunjuk pada muslim yang taat menjalankan agama Islam. Betapa luhurnya penyebutan santri yang sering disamakan sebagai kaum putih perlambang bersih atau suci, lawan dari abangan.
“Karena itu, kaum santri tentu harus menunjukkan sikap, tutur kata, dan tindakan yang berakhlak mulia sebagaimana diajarkan di pesantren tempat para santri dididik agama dengan sebaik-baiknya. Sebutlah akhlak jujur, amanah, menjaga lisan, sopan santun, damai, toleran, tawazun, kata sejalan tindakan dan segala perangai yang mulia serta menebar rahmat bagi orang lain dan lingkungannya,” tuturnya.
Haedar berpendapat, jika kaum santri dapat menunjukkan teladan yang baik maka umat dan bangsa akan menjadi terbaik dan tidak membuat resah publik. Sebaliknya, jika santri tidak mampu menunjukkan keteladanan akhlak mulia maka kesantrian akan menjadi “jauh panggang dari api”.
“Lantas publik akan hilang kepercayaan kepada kaum santri, yang tentu saja berdampak luas pada citra umat Islam di negeri ini,” ujarnya.
https://www.inews.id/news/nasional/h...ndaknya/290553
Santri bukan nieh?


-1
959
Kutip
17
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan