

TS
wahyuargian
5 Kisah Perjalanan Atlet eSport yang Sekaramg Sudah Terkenal

Siapa sih yang gatau apa itu Esport dijaman sekarang? Apalagi kaum generasi milenial yakan pasti sudah mulai banyak juga yang bercita-cita untuk menjadi seorang atlet Esport. Karena gak hanya bergelimangan harta dan ketenaran tapi banyak orang yang mengira untuk menjadi seorang atlet Esport itu mudah dan menyenangkan. Ane sudah merangkum 5 kisah perjalanan seorang Atlet Esport yang dapat ane ambil informasinya, sebagai berikut:
:welcome:welcome:welcome
:welcome:welcome:welcome

Quote:
1. Glen Richard Pangalila

Yang pertama adalah Glen Richard Pangalila atau sering biasa dipanggil si Kurus. Pria yang berumur 29 tahun ini dan berdomisili didepok mempunyai hobi bermain console mulai dari masanya Nintendo hinggal PlayStation, dia selalu meng upgrade consolenya setiap ada yang baru. Sampai akhirnya muncul lah yang namanya game online dan dia pun langsung jatuh cinta. Tak sekedar hobi biasa dia juga menekuninya secara serius, sampai mulai bermain Warcraft pada tahun 2006 dan mulai mengikuti kompetisi game online. Ia pun menyadari bahwa game itu adalah passionnya lalu bercita-cita untuk menjadi seorang gamers professional.
Seperti halnya dengan anak-anak pada masa itu, ketika orang tua tau anaknya ingin menekuni dunia game mendapat tentangan keras dari orang tuanya. Karena pada masa itu Gamers hanya dianggap sebelah mata dan paitnya game gabisa bikin kaya. Glen pun sempat dilema untuk memilih mengejar passion nya atau mengikuti perkataan orang tua untuk mencari pekerjaan yang lebih stabil seperti kebanyakan orang. Glen tidak mudah berputus asa dan tidak mau terbawa arus, ia terus berusaha untuk melunakkan orang tuanya. Sampai dimana ia bekerja seperti yng diinginkan oleh orang tuanya tapi masih melanjutkan passion nya sebagai gamers, hingga pada 2010 dia pun bekerja ada sebuah publisher game internasional dan pada saat itulah karier profesionalnya di dunia eSports dimulai.
Sambil sibuk bekerja diapun menyempatkan waktu untuk bermain game dan mengejar ranking dalam permainan AoV. Diapun cukup sering menduduki Top Ranking dalam game itu, sampai dilirik oleh DG eSport, Glen pun akhirnya memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya dan bergabung dengan DG eSport. Ia masuk ke dalam tim saat pertengahan musim pertama liga AoV Star League 2018. Ketekunanya untuk terus berlatih membuat Glen mampu memimpin tim DG eSport meraih hasil lebih baik di AoV Star League 2018 dan membawa timnya ke Grand Final Indonesia Game Tour. Kini, ia berhasil masuk ke jajaran atlet eSports Nasional yang berlaga di Asian Games 2018.

Yang pertama adalah Glen Richard Pangalila atau sering biasa dipanggil si Kurus. Pria yang berumur 29 tahun ini dan berdomisili didepok mempunyai hobi bermain console mulai dari masanya Nintendo hinggal PlayStation, dia selalu meng upgrade consolenya setiap ada yang baru. Sampai akhirnya muncul lah yang namanya game online dan dia pun langsung jatuh cinta. Tak sekedar hobi biasa dia juga menekuninya secara serius, sampai mulai bermain Warcraft pada tahun 2006 dan mulai mengikuti kompetisi game online. Ia pun menyadari bahwa game itu adalah passionnya lalu bercita-cita untuk menjadi seorang gamers professional.
Seperti halnya dengan anak-anak pada masa itu, ketika orang tua tau anaknya ingin menekuni dunia game mendapat tentangan keras dari orang tuanya. Karena pada masa itu Gamers hanya dianggap sebelah mata dan paitnya game gabisa bikin kaya. Glen pun sempat dilema untuk memilih mengejar passion nya atau mengikuti perkataan orang tua untuk mencari pekerjaan yang lebih stabil seperti kebanyakan orang. Glen tidak mudah berputus asa dan tidak mau terbawa arus, ia terus berusaha untuk melunakkan orang tuanya. Sampai dimana ia bekerja seperti yng diinginkan oleh orang tuanya tapi masih melanjutkan passion nya sebagai gamers, hingga pada 2010 dia pun bekerja ada sebuah publisher game internasional dan pada saat itulah karier profesionalnya di dunia eSports dimulai.
Sambil sibuk bekerja diapun menyempatkan waktu untuk bermain game dan mengejar ranking dalam permainan AoV. Diapun cukup sering menduduki Top Ranking dalam game itu, sampai dilirik oleh DG eSport, Glen pun akhirnya memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya dan bergabung dengan DG eSport. Ia masuk ke dalam tim saat pertengahan musim pertama liga AoV Star League 2018. Ketekunanya untuk terus berlatih membuat Glen mampu memimpin tim DG eSport meraih hasil lebih baik di AoV Star League 2018 dan membawa timnya ke Grand Final Indonesia Game Tour. Kini, ia berhasil masuk ke jajaran atlet eSports Nasional yang berlaga di Asian Games 2018.

Quote:
2. Rully Sandra Sutanto

Abang Rully ini baru mulai mengenal olahraga ini pada tahun 2012. Awalnya hanya bermain bersama dengan teman temannya yang sudah lebih dulu berkecimpung di dunia esport lalu dari situlah ia tertarik untuk menggelutinya lebih dalam lagi serta mulai serius selama 2 tahun kedepan dan mendapatkan hasil kemenangan yang maksimal. Sampai pada titik dia pernah vakum karena merasa jenuh.

Pada tahun 2015 pria ini mendapatkan tawaran untuk bergabung dengan organisasi esport dan membuatnya kembali menekuni dunia eSports. Proses yang dilalui Rully untuk menjadi atlet eSport Indonesia tidak mudah. Ia harus melalui tahap seleksi yang ketat dari 30 peserta yang ditunjuk oleh Asosiasi eSports Indonesia (IESPA). Karena cabang ini terbilang baru dan masih bersifat ekshibisi, tidak ada sistem kualifikasi melainkan dipilih berdasarkan tingkat prestasi. Rully dituntut untuk lebih giat dalam berlatih gak hanya didalam game tapi juga latihan untuk menjaga kebugaran fisik. Pada pagi hari melakukan latihan fisik dilanjutkan bermain game individu sampai jam 6 sore setelah itu istirahat sebentar lalu bermain bersama tim sampai jam 11 malam, dengan jeda jam 6 sore dan jam 12 siang. Untuk hari liburnya hanya hari minggu. Untuk penghasilannya hanya dibertahu sedikit gan bisa di atas UMR dari hasil menang lomba dan organisasi.

Abang Rully ini baru mulai mengenal olahraga ini pada tahun 2012. Awalnya hanya bermain bersama dengan teman temannya yang sudah lebih dulu berkecimpung di dunia esport lalu dari situlah ia tertarik untuk menggelutinya lebih dalam lagi serta mulai serius selama 2 tahun kedepan dan mendapatkan hasil kemenangan yang maksimal. Sampai pada titik dia pernah vakum karena merasa jenuh.

Pada tahun 2015 pria ini mendapatkan tawaran untuk bergabung dengan organisasi esport dan membuatnya kembali menekuni dunia eSports. Proses yang dilalui Rully untuk menjadi atlet eSport Indonesia tidak mudah. Ia harus melalui tahap seleksi yang ketat dari 30 peserta yang ditunjuk oleh Asosiasi eSports Indonesia (IESPA). Karena cabang ini terbilang baru dan masih bersifat ekshibisi, tidak ada sistem kualifikasi melainkan dipilih berdasarkan tingkat prestasi. Rully dituntut untuk lebih giat dalam berlatih gak hanya didalam game tapi juga latihan untuk menjaga kebugaran fisik. Pada pagi hari melakukan latihan fisik dilanjutkan bermain game individu sampai jam 6 sore setelah itu istirahat sebentar lalu bermain bersama tim sampai jam 11 malam, dengan jeda jam 6 sore dan jam 12 siang. Untuk hari liburnya hanya hari minggu. Untuk penghasilannya hanya dibertahu sedikit gan bisa di atas UMR dari hasil menang lomba dan organisasi.

Quote:
3. Elga Cahya Putra

Pada awalnya PES dulu dikenal sebagai Winning Eleven, popularitasnya memang sudah terasa di Indonesia sejak bertahun-tahun lalu. Dua atlet eSports untuk game bertema sepak bola itu juga sudah familier sejak belia, yakni Elga Cahya Putra dan Setia Widianto. Hingga akhirnya sekarang masuk kedalam salah satu kategori eSport bahkan dimasukan kedalam cabang Asian Games gan. Elga Cahya Putra (20) sering bermain game di PlayStation (PS) ketika masih duduk di bangku SD. Selain bermain di rumah, dia juga kerap bermain di tempat rental agar bisa bertanding dengan temannya.
Salah satu wakil Indonesia ini, Elga menuturkan ia masih menyempatkan diri untuk mengasah kemampuannya bermain game PES hingga sekarang. Utamanya ketika tidak disibukkan dengan tugas-tugas kuliah sebagai mahasiswa jurusan Agroteknologi di Lampung. Saat senggang ia bermain dua hari sekali, namun saat sibuk ia cuma sempat main sepekan sekali dengan bermain di rental karena konsolnya lebih canggih gan
dia pun main dirental tidak terlalu lama paling tidak 5 jam karena takut uangnya habis gan. Paling hanya mengandalkan nanggung aja
Kesempatan bermain di Asian Games 2018 muncul ketika pria kelahiran 19 November 1997 itu memenangi runner up pertandingan kualifikasi untuk lolos jadi atlet eSports mewakili Indonesia.
Pertamanhya Setia Widianto didampingi oleh Rizky Faidan untuk jadi utusan Indonesia. Cuman, Rizky terpaksa mundur karena usianya baru 15 tahun, sementara atlet eSports disyaratkan berumur minimal 16 tahun. Posisi ini akhirnya jatuh pada Elga yang menang kualifikasi sebagai runner up. Dia gak nyangka kegiatan yang awalnya hanya hiburan itu membuatnya bisa masuk ke ajang bergengsi. Orangtua yang tadinya pernah memarahi dia lantaran sering bermain game akhirnya memberi dukungan agar bisa bermain secara optimal pada pertandingan nanti. Dia akan berusaha bermain tanpa beban agar performanya lebih memuaskan. Teman duetnya Setia pun sempat mengalami permasalahan karena berbarengan dengan penyelesaian Skripsinya untung pihak kampus pun memberikan dukungan juga sehingga memberi kemudahan meskipun ada revisian yang harus dia kerjakan. Dan akhirnya mereka pun sukses berlenggang di Asian Games.

Pada awalnya PES dulu dikenal sebagai Winning Eleven, popularitasnya memang sudah terasa di Indonesia sejak bertahun-tahun lalu. Dua atlet eSports untuk game bertema sepak bola itu juga sudah familier sejak belia, yakni Elga Cahya Putra dan Setia Widianto. Hingga akhirnya sekarang masuk kedalam salah satu kategori eSport bahkan dimasukan kedalam cabang Asian Games gan. Elga Cahya Putra (20) sering bermain game di PlayStation (PS) ketika masih duduk di bangku SD. Selain bermain di rumah, dia juga kerap bermain di tempat rental agar bisa bertanding dengan temannya.
Salah satu wakil Indonesia ini, Elga menuturkan ia masih menyempatkan diri untuk mengasah kemampuannya bermain game PES hingga sekarang. Utamanya ketika tidak disibukkan dengan tugas-tugas kuliah sebagai mahasiswa jurusan Agroteknologi di Lampung. Saat senggang ia bermain dua hari sekali, namun saat sibuk ia cuma sempat main sepekan sekali dengan bermain di rental karena konsolnya lebih canggih gan


Pertamanhya Setia Widianto didampingi oleh Rizky Faidan untuk jadi utusan Indonesia. Cuman, Rizky terpaksa mundur karena usianya baru 15 tahun, sementara atlet eSports disyaratkan berumur minimal 16 tahun. Posisi ini akhirnya jatuh pada Elga yang menang kualifikasi sebagai runner up. Dia gak nyangka kegiatan yang awalnya hanya hiburan itu membuatnya bisa masuk ke ajang bergengsi. Orangtua yang tadinya pernah memarahi dia lantaran sering bermain game akhirnya memberi dukungan agar bisa bermain secara optimal pada pertandingan nanti. Dia akan berusaha bermain tanpa beban agar performanya lebih memuaskan. Teman duetnya Setia pun sempat mengalami permasalahan karena berbarengan dengan penyelesaian Skripsinya untung pihak kampus pun memberikan dukungan juga sehingga memberi kemudahan meskipun ada revisian yang harus dia kerjakan. Dan akhirnya mereka pun sukses berlenggang di Asian Games.

Quote:
4. Chai Yee Fung

Untuk menjadi seorang atlet eSport perjalanan Mushi dimulai saat Mushi masih belia, ketika ia masih berusia 15 tahun. Dalam wawancara tersebut ia bercerita bahwa seluruh keluarganya memang suka bermain game, namun tak ada satu pun dari mereka yang bermain seserius seperti Mushi. Ketika itu tahun 2006, ketika memutuskan untuk fokus mendapatkan karir di bidang gaming sebagai gamer profesional. Untuk membuktikan bahwa menjadi gamer professional akan setimpal dengan yang dia korbankan. Tetapi mengambil karir di dunia gaming profesional bukan berarti suatu hal yang mudah bagi sang Mushi.
Pada awal awal tahunnya, Mushi mengatakan ia harus menjalani pekerjaan-pekerjaan paruh waktu demi bertahan hidup. Hal itu tentu tak lain dan tak bukan karena hadiah turnamen ketika itu yang tidak seberapa dibandingkan seperti zaman sekarang. Ia bekerja paruh waktu demi mendapatkan uang untuk mengikuti turnamen turnamen tersebut. Semua usaha keras tersebut namun terbayar. Setelah dua tahun ia menghabiskan waktu mengejar untuk mendapatkan karir sebagai seorang gamer profesional, akhirnya ia berhasil memenangkan kompetisi pertamanya. Sejak saat itu tekadnya untuk menjadi seorang atlet eSport pun menjadi semakin kuat. Ia semakin percaya bahwa usaha keras tak akan mengkhianati dan pasti akan tercapai jika ia benar benar bekerja keras.

Berkat tekadnya tersebut, karirnya di dunia esport bisa dibilang jadi salah satu yang sukses di Asia Tenggara. Delapan tahun malang melintang di dunia eSport Dota 2 mungkin bisa jadi salah salah satu tolak ukur sejauh mana Mushi berkarir di bidang esport. Sejauh ini ia sudah pernah berlabuh di berbagai tim besar, seperti Team DK yang digadang gadang sebagai dream team asal Tiongkok, EHOME, Team Malaysia, Fnatic, sampai kini akhirnya ia bermain di tim Mineski. Namun perjalanan karir tersebut tentu bukan sesuatu yang berjalan dengan mulusnya. Ketika di Fnatic salah satu contohnya, saat itu mungkin bisa dibilang salah satu perjalanan buruk dari sang Mushi. Berkali-kali bongkar pasang roster, minim prestasi, bisa dibilang jadi salah satu cobaan berat yang harus dihadapi oleh Mushi. Sampai akhirnya ia keluar dari Fnatic dan putuskan untuk masuk ke tim Mineski di awal tahun 2017 kemarin.
Berkat tekadnya tersebut, karirnya di dunia esport bisa dibilang jadi salah satu yang sukses di Asia Tenggara. Delapan tahun malang melintang di dunia eSport Dota 2 mungkin bisa jadi salah salah satu tolak ukur sejauh mana Mushi berkarir di bidang esport. Sejauh ini ia sudah pernah berlabuh di berbagai tim besar, seperti Team DK yang digadang gadang sebagai
dream team asal Tiongkok, EHOME, Team Malaysia, Fnatic, sampai kini akhirnya ia bermain di tim Mineski. Namun perjalanan karir tersebut tentu bukan sesuatu yang berjalan dengan mulusnya. Ketika di Fnatic salah satu contohnya, saat itu mungkin bisa dibilang salah satu perjalanan buruk dari sang Mushi. Berkali-kali bongkar pasang roster, minim prestasi, bisa dibilang jadi salah satu cobaan berat yang harus dihadapi oleh Mushi. Sampai akhirnya ia keluar dari Fnatic dan putuskan untuk masuk ke tim Mineski di awal tahun 2017 ini.

Untuk menjadi seorang atlet eSport perjalanan Mushi dimulai saat Mushi masih belia, ketika ia masih berusia 15 tahun. Dalam wawancara tersebut ia bercerita bahwa seluruh keluarganya memang suka bermain game, namun tak ada satu pun dari mereka yang bermain seserius seperti Mushi. Ketika itu tahun 2006, ketika memutuskan untuk fokus mendapatkan karir di bidang gaming sebagai gamer profesional. Untuk membuktikan bahwa menjadi gamer professional akan setimpal dengan yang dia korbankan. Tetapi mengambil karir di dunia gaming profesional bukan berarti suatu hal yang mudah bagi sang Mushi.
Pada awal awal tahunnya, Mushi mengatakan ia harus menjalani pekerjaan-pekerjaan paruh waktu demi bertahan hidup. Hal itu tentu tak lain dan tak bukan karena hadiah turnamen ketika itu yang tidak seberapa dibandingkan seperti zaman sekarang. Ia bekerja paruh waktu demi mendapatkan uang untuk mengikuti turnamen turnamen tersebut. Semua usaha keras tersebut namun terbayar. Setelah dua tahun ia menghabiskan waktu mengejar untuk mendapatkan karir sebagai seorang gamer profesional, akhirnya ia berhasil memenangkan kompetisi pertamanya. Sejak saat itu tekadnya untuk menjadi seorang atlet eSport pun menjadi semakin kuat. Ia semakin percaya bahwa usaha keras tak akan mengkhianati dan pasti akan tercapai jika ia benar benar bekerja keras.

Berkat tekadnya tersebut, karirnya di dunia esport bisa dibilang jadi salah satu yang sukses di Asia Tenggara. Delapan tahun malang melintang di dunia eSport Dota 2 mungkin bisa jadi salah salah satu tolak ukur sejauh mana Mushi berkarir di bidang esport. Sejauh ini ia sudah pernah berlabuh di berbagai tim besar, seperti Team DK yang digadang gadang sebagai dream team asal Tiongkok, EHOME, Team Malaysia, Fnatic, sampai kini akhirnya ia bermain di tim Mineski. Namun perjalanan karir tersebut tentu bukan sesuatu yang berjalan dengan mulusnya. Ketika di Fnatic salah satu contohnya, saat itu mungkin bisa dibilang salah satu perjalanan buruk dari sang Mushi. Berkali-kali bongkar pasang roster, minim prestasi, bisa dibilang jadi salah satu cobaan berat yang harus dihadapi oleh Mushi. Sampai akhirnya ia keluar dari Fnatic dan putuskan untuk masuk ke tim Mineski di awal tahun 2017 kemarin.
Berkat tekadnya tersebut, karirnya di dunia esport bisa dibilang jadi salah satu yang sukses di Asia Tenggara. Delapan tahun malang melintang di dunia eSport Dota 2 mungkin bisa jadi salah salah satu tolak ukur sejauh mana Mushi berkarir di bidang esport. Sejauh ini ia sudah pernah berlabuh di berbagai tim besar, seperti Team DK yang digadang gadang sebagai
dream team asal Tiongkok, EHOME, Team Malaysia, Fnatic, sampai kini akhirnya ia bermain di tim Mineski. Namun perjalanan karir tersebut tentu bukan sesuatu yang berjalan dengan mulusnya. Ketika di Fnatic salah satu contohnya, saat itu mungkin bisa dibilang salah satu perjalanan buruk dari sang Mushi. Berkali-kali bongkar pasang roster, minim prestasi, bisa dibilang jadi salah satu cobaan berat yang harus dihadapi oleh Mushi. Sampai akhirnya ia keluar dari Fnatic dan putuskan untuk masuk ke tim Mineski di awal tahun 2017 ini.

Quote:
5. Amer Al-Barqawi

Sosok di balik nickname Miracle- adalah Amer Al-Barqawi. Dia lahir di Yordania pada 20 Juni 1997. Nyokapnya keturunan Polandia, sedangkan bokapnya asli Yordania. Pengalaman gaming Miracle- berawal ketika dia berusia 12 tahun. Dia pertama kali bermain Dota sejak zaman Defense of the Ancients. Saat itu, dia main di kafe gaming terdekat bersama kakaknya. Awalnya, Miracle- bermain ranked match making sampai 5.200 MMR hanya untuk hiburan. Namun, ketika dia mencapai 7.000 MMR, Amer mulai bermain dengan serius. Karier profesional Miracle-dimulai pada awal 2015 dengan bergabung ke tim Balkan Bears.
Sayangnya, dia hanya bergabung selama empat bulan dan enggak pernah berkompetisi di turnamen major bersama tim tersebut. Di tahun yang sama, Miracle-bergabung dengan tim (monkey) Business. Meski prestasinya biasa aja, dia tetap menuai pujian atas skill individunya. Enggak lama setelah merekrut Miracle-, (monkey) Business berganti nama menjadi OG setelah mendapat sponsor dari HitBox. Bersama OG, dia mengikuti banyak turnamen major Dota 2. Bakat Miracle- akhirnya tersalurkan dengan baik bersama OG. Dia bersama rekan setimnya berhasil memenangkan Frankfurt Major setelah mengalahkan Team Secret dengan skor 3-1. Karier profesional Miracle- semakin bersinar. Bersama OG, dia berhasil memenangkan berbagai kejuaraan lainnya, seperti DreamLeague Season 5, ESL FrankfurtAfter the Frankfurt Major, dan Manila Major. Pada 11 Mei 2016, Miracle- menjadi pemain pro Dota 2 pertama yang mampu mencapai MMR hingga 9000. Sepindahnya ke Team Liquid, karier Miracle- menjadi lebih bersinar.
Dia bersama timnya berhasil memenangkan beberapa kejuaraan major atau pun minor , seperti Starladder i-League Invitational Season 2, EPICENTER 2017, DreamLeague Season 7, dan Starladder i-League StarSeries Season 3. Miracle- menikmati puncak kejayaannya setelah berhasil menjuarai The International 2017 bersama Team Liquid dengan rekor 13-3. Di pertandingan final, Team Liquid mengalahkan Newbee dengan skor 3-0. Prestasi gemilang yang diraih Miracle- bukanlah barang mudah, terutama untuk ukuran pemain yang baru dua tahun mencicipi kerasnya ranah profesional. Selama dua tahun lebih berkarier sebagai pro player , total hadiah yang dikantongi Miracle- telah mencapai 3 juta dolar Amerika atau sekitar Rp40,7 miliar dari 35 turnamen yang diikutinya. Waktu itu, Miracle- mendapatkan penghargaan “eSports PC Player of the Year” dari eSports Industry Awards. Dia berhasil mengungguli pemain eSports beken lainnya, seperti rekan setimnya di Team Liquid, Kuro “KuroKy” Takhasomi, dan legenda League of Legends , Lee “Faker” Sang-hyeok.

Sosok di balik nickname Miracle- adalah Amer Al-Barqawi. Dia lahir di Yordania pada 20 Juni 1997. Nyokapnya keturunan Polandia, sedangkan bokapnya asli Yordania. Pengalaman gaming Miracle- berawal ketika dia berusia 12 tahun. Dia pertama kali bermain Dota sejak zaman Defense of the Ancients. Saat itu, dia main di kafe gaming terdekat bersama kakaknya. Awalnya, Miracle- bermain ranked match making sampai 5.200 MMR hanya untuk hiburan. Namun, ketika dia mencapai 7.000 MMR, Amer mulai bermain dengan serius. Karier profesional Miracle-dimulai pada awal 2015 dengan bergabung ke tim Balkan Bears.
Sayangnya, dia hanya bergabung selama empat bulan dan enggak pernah berkompetisi di turnamen major bersama tim tersebut. Di tahun yang sama, Miracle-bergabung dengan tim (monkey) Business. Meski prestasinya biasa aja, dia tetap menuai pujian atas skill individunya. Enggak lama setelah merekrut Miracle-, (monkey) Business berganti nama menjadi OG setelah mendapat sponsor dari HitBox. Bersama OG, dia mengikuti banyak turnamen major Dota 2. Bakat Miracle- akhirnya tersalurkan dengan baik bersama OG. Dia bersama rekan setimnya berhasil memenangkan Frankfurt Major setelah mengalahkan Team Secret dengan skor 3-1. Karier profesional Miracle- semakin bersinar. Bersama OG, dia berhasil memenangkan berbagai kejuaraan lainnya, seperti DreamLeague Season 5, ESL FrankfurtAfter the Frankfurt Major, dan Manila Major. Pada 11 Mei 2016, Miracle- menjadi pemain pro Dota 2 pertama yang mampu mencapai MMR hingga 9000. Sepindahnya ke Team Liquid, karier Miracle- menjadi lebih bersinar.
Dia bersama timnya berhasil memenangkan beberapa kejuaraan major atau pun minor , seperti Starladder i-League Invitational Season 2, EPICENTER 2017, DreamLeague Season 7, dan Starladder i-League StarSeries Season 3. Miracle- menikmati puncak kejayaannya setelah berhasil menjuarai The International 2017 bersama Team Liquid dengan rekor 13-3. Di pertandingan final, Team Liquid mengalahkan Newbee dengan skor 3-0. Prestasi gemilang yang diraih Miracle- bukanlah barang mudah, terutama untuk ukuran pemain yang baru dua tahun mencicipi kerasnya ranah profesional. Selama dua tahun lebih berkarier sebagai pro player , total hadiah yang dikantongi Miracle- telah mencapai 3 juta dolar Amerika atau sekitar Rp40,7 miliar dari 35 turnamen yang diikutinya. Waktu itu, Miracle- mendapatkan penghargaan “eSports PC Player of the Year” dari eSports Industry Awards. Dia berhasil mengungguli pemain eSports beken lainnya, seperti rekan setimnya di Team Liquid, Kuro “KuroKy” Takhasomi, dan legenda League of Legends , Lee “Faker” Sang-hyeok.
"Teruslah berusaha dan tetap tekun dalam menjalankannya, lakukan apa yang menjadi passion mu dan percayalah semua pasti ada hasilnya. Jangan dengarkan komentar orang lain"
:terimakasih:terimakasih:terimakasih
:terimakasih:terimakasih:terimakasih
Sekian info dari ane gan kalo ada salah kata atau saran mohon diberikam untuk kebaikan kedepannya gan.
:nyantai:nyantai:nyantai







swiitdebby dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.8K
Kutip
2
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan