Kaskus

News

albetbengalAvatar border
TS
albetbengal
Jangan Manipulasi "Stunting"
Jangan Manipulasi "Stunting"
Jakarta - Angka stunting atau kerdil atau kurang gizi akut pada anak berusia 1000 hari di Indonesia stagnan tinggi, yaitu di angka sekitar 37% dari kelahiran sejak 2007 sampai dengan tahun 2013 (World Bank Report: Aiming High dan Riskesdas, 2013). Sementara, angka standar WHO maksimum adalah 20%. Stunting sangat berpengaruh pada kualitas manusia Indonesia di masa yang akan datang. Anak yang stunting akan lebih rentan terkena penyakit serta mengalami penurunan kemampuan kognitif yang berimbas pada kemampuan ekonomi anak tersebut di masa depan. 

Kondisi tersebut di atas akan menjadi permasalahan bagi pemerintah di masa depan, terutama telah diprediksikan bahwa pada 2030 Indonesia akan mencapai puncak bonus demografi dengan angkatan usia produktif sebanyak 68% dari total populasi (Bappenas). Apa yang terjadi jika sebagian dari usia produktif tersebut, saat 1000 hari pertama menderita stunting? Lalu, sebagian kecanduan narkoba, sebagian lagi terjangkit HIV/AIDS, dan sebagainya?

Di sisi lain, berdasarkan data yang dihimpun dari Bappenas, jika asumsi PDB Indonesia adalah Rp 13.000 triliun, potensi kerugian yang harus ditanggung oleh Indonesia setiap tahunnya dikarenakan stunting saja adalah sebesar 2-3% dari total PDB tersebut, atau sebesar Rp 260-390 triliun. Oleh karena itu, penetapan terobosan kebijakan menjadi sangat penting untuk dilakukan oleh pemerintah guna memastikan dana APBN dialokasikan secara efektif serta memanfaatkan peran serta seluruh pemangku kepentingan dalam menyelesaikan permasalahan stunting.



Proses pencegahan stunting hingga saat ini hanya terbatas pada pemberian suplementasi pangan melalui pemberian biskuit yang merupakan program pemberian makanan tambahan (PMT). PMT tidak efektif untuk mengurangi stunting, terbukti angka stunting di Indonesia masih stabil tinggi, sementara ratusan bahkan ribuan triliun rupiah dana APBN sudah digelontorkan sejak akhir 80-an. Untuk itu harus dicari cara lain terutama bagi anak pada 1000 hari pertama setelah lahir. Semoga program penanggulangan stunting dengan target besar (28%) dan dukungan dana besar oleh APBN (termasuk pinjamam dari World Bank) tidak lagi dimanipulasi demi masa depan generasi penerus.

Penanggulangan

Pada Rapat Terbatas (Ratas) yang dipimpin Presiden Jokowi pada 5 April 2018 telah ditetapkan bahwa Presiden akan memimpin langsung program penanggulangan stunting. Pemerintah Republik Indonesia sudah menyadari pentingnya ada kebijakan, strategi, dan program pencegahan atau setidaknya pengurangan angka stunting pada bayi Indonesia. Dari sisi kebijakan tidak kurang dari Presiden Jokowi sendiri ketika bertemu dengan World Bank menyampaikan pentingnya pengurangan angka stunting. 

Selanjutnya Bappenas juga telah menyampaikan rencana strategis penanggulangan angka stunting tersebut. Lalu bagaimana dengan Kementerian Kesehatan sebagai sektor yang paling bertanggung jawab?

Untuk mengantisipasi keinginan Presiden, Kementerian Kesehatan sebagai pelaksana program dan regulator penanggulangan stunting di Indonesia harus segera mengatur kebijakan yang akan melandasi aksi atau program penurunan stunting. Pastikan semua regulasi yang menaungi pelaksanaan penurunan stunting sudah dibuat atau direvisi supaya sesuai dengan kondisi terkini. Adapun peraturan yang wajib serta harus segera direvisi dan dibuat aturan pelaksanaannya, antara lain Permenkes No. 23 tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi, Permenkes No. 51 tahun 2016 tentang Standar Produk Suplementasi Gizi, dan Perpres No. 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. 

Tanpa pembenahan regulasi tersebut akan cukup sulit program pengurangan stunting dapat berlangsung dengan baik. Selain itu masih ada beberapa Permenkes terkait dengan pengaturan stunting yang didasarkan pada Perpres no. 12 tahun 2013, seperti Permenkes No. 52 tahun 2016 tentang Standar Tarif dan Pedoman Pelaksanaan Tarif, berbagai Permenkes tentang Pelayanan Kesehatan, serta Permenkes tentang Pedoman Teknis JKN yang harus juga direvisi. Untuk itu Kemenkes harus melakukan aksi cepat, mengingat target Presiden terkait stunting pada 2019 turun hingga 28%. Suatu hal yang sangat tidak mudah, perlu kerja sangat cerdas dan sangat keras.

Sasaran pencapaian penurunan angka prevalensi stunting pada dasarnya telah tertuang pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2014-2019 dan Rencana Kerja Pemerintah 2019 sebagai program prioritas. Pemerintah menargetkan pada 2019 prevalensi stunting menjadi 28% meski angka tersebut masih jauh di atas batas maksimal 20% yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sebagai bentuk komitmen pemerintah, meski tidak secara spesifik untuk menanggulangi stunting, pemerintah telah meluncurkan kampanye Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) guna mempromosikan Aktivitas Fisik, Konsumsi Sayur dan Buah, Periksa Kesehatan Secara Rutin, Tidak Merokok dan Tidak Minum Alkohol, Membersihkan Lingkungan dan Menggunakan Jamban. 

World Bank melalui buku Aiming High yang baru saja dirilis pada 19 September 2018 lalu telah menyatakan bahwa setiap tahunnya alokasi APBN sebesar Rp 51,9 triliun yang dilakukan oleh pemerintah pada intervensi gizi tidak semuanya dialokasikan secara efektif (Hal. 10). Padahal, investasi di dalam intervensi gizi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan bagi Ibu dan Anak seharusnya cost-effectiveuntuk mencegah terjadinya stunting (Behrman, Alderman, dan Haddinott, 2004). 

The 2016 Investment Framework for Nutrition mengestimasikan bahwa investasi global sebesar USD 70 juta atau sekitar USD 7 juta/per tahunnya untuk intervensi gizi spesifik akan mampu mengurangi 65 juta anak stunting pada 2025. 

Langkah Pemerintah 

Salah satu langkah nyata yang paling menonjol dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Kesehatan adalah melalui pemberian suplementasi gizi berupa Pemberian Makanan Tambahan (PMT) kepada bayi/anak melalui Puskesmas/Posyandu. Meskipun begitu, belum diketahui apakah PMT dengan biskuit tersebut terbukti efektif dan cukup untuk menangani stunting. Temuan di lapangan, biskuit tersebut tidak disukai bayi stunting dan menumpuk di Puskesmas/Posyandu. 

Melihat kondisi itu, sepertinya pemberian suplementasi mikronutrien (Aiming High,hal. 30) atau sejenis Pangan Olahan Khusus untuk Kebutuhan Medis Khusus (PKMK) harus dilakukan tidak hanya sekedar PMT, guna mempercepat pengurangan bayi stunting.

WHO merekomendasikan untuk menyusun langkah-langkah yang holistik guna menekankan angka stunting, antara lain melalui identifikasi dan pengukuran besaran angka stunting, memperkuat intervensi makanan sejak ibu hamil, peningkatan penggunaan ASI dan pemberian Makanan Tambahan termasuk PKMK untuk bayi usia 1000 hari, serta intervensi komunitas seperti untuk sanitasi, hygiene dan lingkungan yang sehat. 

Atas hal tersebut diperlukan analisis kebijakan publik yang kritis serta penyampaian rekomendasi kepada pemerintah serta para pemangku kepentingan lainnya atas langkah-langkah yang telah, tengah, dan akan dilaksanakan di dalam penanggulangan masalah stunting. Ingat, besarnya dana penanggulangan stunting harus diawasi dengan ketat karena sebagian merupakan dana pinjaman dari World Bank. KPK harus mengawasi dengan ketat pejabat pembuat komitmen dan tim penanggulangan stunting supaya kegagalan yang sudah puluhan tahun menjadi keberhasilan. 

Agus Pambagio pemerhati kebijakan pubik dan perlindungan konsumen

https://m.detik.com/news/kolom/d-425...ulasi-stunting

Gizi buruk masih menjadi momok negara2 berkembangemoticon-Embarrassment
0
1.3K
12
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan