Kaskus

News

BeritagarIDAvatar border
TS
BeritagarID
Menyetarakan perempuan di dunia kerja
Menyetarakan perempuan di dunia kerja
Sejumlah perempuan menampilkan Tari Legong saat kegiatan pawai seni budaya Mahabandana Prasadha di Denpasar, Bali, Kamis (20/9/2018).
Pertumbuhan ekonomi tidak hanya disokong oleh sumber daya alam, infrastruktur, pun kebijakan pemerintah.

Memberi kesempatan kepada perempuan untuk menggali sumber dayanya dalam ruang kerja juga diyakini menjadi salah satu faktor yang membantu ekonomi semakin menggeliat.

Setidaknya hal itu dipercayai Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Deputi Gubernur Senior Bank of Canada Carolyn Wilkins, Direktur Eksekutif International Women’s Rights Action Watch Asia Pasific Priyanthi Fernando, dan Sekretaris Eksekutif UNECA Vera Songwe.

“Kehadiran perempuan di tempat kerja menciptakan daya saing baru. Daya saing itu bagus untuk ekonomi,” kata Lagarde dalam panel diskusi “Empowering Women in the Workforce”, di Bali International Convention Center (BICC), Westin, Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10/2018).

Namun, menghadirkan perempuan di dunia kerja tak semudah itu. Terlalu banyak persoalan baik domestik maupun di tempat kerja itu sendiri yang menjadi penghambat tujuan ini.

Kondisi ini nyaris terjadi di seluruh dunia. Di negara maju seperti Amerika Serikat (AS) saja, diskriminasi terhadap perempuan di tempat kerja masih tinggi.

PEW Research Center merilis, empat dari sepuluh perempuan di AS mengalami diskriminasi yang salah satunya adalah bayaran lebih rendah dari pria padahal memiliki profesi yang sama.

Apalagi di Afrika. Vera Songwe menyebut tingkat kelayakan kerja bagi perempuan masih sangat-sangat rendah.

Perempuan di Afrika umumnya bekerja di ladang. Sekitar 80 persen dari keseluruhan ladang yang ada di sana dimiliki oleh kaum pria. Persoalannya bukan pada kepemilikan ladang. Namun, kaum pria yang menguasai ladang itu umumnya memiliki akses pembiayaan yang lebih mudah. Hal sebaliknya untuk kaum perempuan.

“Akses pembiayaan kepada perempuan masih sulit. Ini yang membuat kaum perempuan sulit berkembang. Padahal, keuntungan sosialnya bakal lebih besar kalau perempuan bisa memiliki itu,” kata Songwe.

Di Indonesia pun serupa. Perilaku yang mengutamakan pria dalam masyarakat atau kelompok sosial tertentu masih sangat kuat.

Sri Mulyani mengungkap, tingkat perempuan muda yang bekerja di Indonesia terbilang lumayan. Namun, kondisi ini bisa drastis menurun ketika perempuan menikah dan memiliki anak.

“Mereka langsung terbebani. Bagi yang berpenghasilan mungkin cukup beruntung bisa membayar pekerja domestik. Bagi yang tidak, mereka akan langsung meninggalkan profesinya,” kata Sri Mulyani.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Lokadata Beritagar.id menunjukkan, perempuan di bawah 18 tahun yang menikah di Indonesia masih cukup tinggi di sembilan provinsi. Proporsinya lebih dari 30 persen, dari populasi perempuan usia 20 sampai 24 tahun.

Provinsi dengan proporsi terendah adalah DI Yogyakarta, yakni 8,3 persen. Hanya DI Yogyakarta yang memiliki proporsi di bawah sepuluh persen. Provinsi-provinsi lainnya yang memiliki proporsi perempuan menikah sebelum usia 18 melebihi 10 persen.

“Entah bagaimana, mengasuh menjadi satu-satunya pekerjaan wajib perempuan,” sambungnya.

Kondisi ini semakin dipersulit karena masih banyak perkantoran yang tidak memiliki fasilitas pendukung bagi perempuan berkeluarga. Seperti misalnya ruang menyusui dan tempat penitipan anak.

“Memang ini belum menjadi sebuah hal yang mandatory (wajib) di Indonesia, tapi akan segera saya buat menjadi affirmative (diperkuat),” tegasnya.

Kondisi yang lebih baik diakui Carolyn Wilkins terjadi di Kanada. Tingkat perempuan bekerja pada negara yang berada di sebelah utara AS itu sudah cukup baik. Salah satu faktor utamanya adalah kebijakan pemerintah yang mendukung.

"Pemerintah kami percaya, keragaman gender di tempat kerja adalah sebuah hal yang penting. Sebab, semua kebijakan yang dibuat di atas meja akan merefleksikan siapa diri kita. Oleh karenanya, perempuan juga harus terlibat di dalamnya," kata Carolyn.

Cara paling mudah mengukur keterlibatan perempuan dalam pertumbuhan ekonomi adalah melihat perolehan Produk Domestik Bruto (PDB) sebuah negara dari dua indikator gender itu.

Dari situ akan terlihat, seberapa besar perempuan memiliki akses kepada pekerjaan dan juga pembiayaan.

Aktivis perempuan untuk Asia Pasifik Priyanthi Fernando meminta kepada semua pemangku kepentingan untuk menempatkan perempuan pada posisi yang sejajar dengan pria.

"Lihat perempuan sebagai manusia. Pertimbangkan kontribusi mereka pada pertumbuhan ekonomi. Dan perhatikan, hal-hal luar biasa yang bisa terjadi karena mereka," tukas Fernando.
Menyetarakan perempuan di dunia kerja


Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...di-dunia-kerja

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Menyetarakan perempuan di dunia kerja Acung jari saat berfoto bareng Jokowi

- Menyetarakan perempuan di dunia kerja Yogyakarta relatif sadar ancaman bencana, Sulteng sebaliknya

- Menyetarakan perempuan di dunia kerja Proyek ramah lingkungan di Indonesia dilirik investor asing

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
278
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan