Karakter Nathan dan Salma Alvira begitu kuat di novel ini. Waktu pertama kali membacanya, ane langsung dihipnotis sama kedua karakter ini. Dihari pertama saja, ane langsung habiskan 428 halaman. Nathan dengan sikap bandelnya tampil kalem ketika berhadapan dengan Salma, begitupun sebaliknya.

"Tugas saya hanya sebatas mencintai, bukan memaksa agar dicintai. Saya percaya tiap hati pasti ada pemiliknya masing-masing. Dan seandainya pemilik hati kamu adalah saya, ke mana pun kamu pergi hati itu pasti akan balik ke pemilik sejati dan Tuhan punya seribu satu cara untuk mendekatkan kita lagi" (Hal. 467)

Hehe ane sih jujur saja, novel ini membuat baper
Karena tutur katanya itu sungguh manis dan khas banget anak sekolahan. Dengan buku setebal 512 halaman, alur ceritanya pun sangat menarik walaupun terkesan klise. Dalam novel ini pula diisi dengan banyak percakapan yang mampu membuat para pembaca masuk dalam cerita itu (seperti terjung langsung dalam situasi dan kondisi tertentu).

“Kamu itu ilusi, Ilusi yang membelenggu. Atau justru ilusi yang diciptain oleh hati saya sendiri?” (Hal. 200)

Menurut ane, penulis berani mengambil arah yang berani ketika menulis novel ini. Bagi yang sudah membaca trilogi "Jingga dan Senja" pasti akan mengatakan kalau kedua novel ini mempunyai kemiripan dari segi cerita maupun alur. Semua itu diperkuat lagi ketika Nathan mempunyai saudara kembar. Walaupun terkesan mengikuti arus tapi Erisca (penulis Dear Nathan) juga memiliki perbedaan dari novelnya sendiri. Dan patut dihargai untuk para pembaca setianya.

“Dear Nathan, terima kasih untuk semuanya. Pelajaran kehidupan dan pelajaran betapa pentingnya menghargai perasaan.” (Hal. 500)