skydaveeAvatar border
TS
skydavee
Fakta Tentang Pelaku Trolling. Ternyata Mereka Cerdas, Tapi Sayangnya...

Masih ingat perjuangan Anthony Ginting pada perhelatan Asian Games 2018 silam? Ya, pemuda bernama lengkap Anthony Sinisuka Ginting harus retiredkarena cidera kram pada kakinya. Cidera yang lantas membuat dirinya harus menyudahi perlawanan sengit dari Shi Yuqi.

Namun, saya sedang tidak membahas persoalan cidera serta kekalahannya. Atau perihal apapun tentang itu. Karena kata guru saya, tak baik mengingat-ingat masa lalu. Apalagi masa lalu itu berwarna hitam. Sehitam kampanye dengan cara menyajikan informasi 'hoax' demi menjegal pihak lawan.

Yang menarik perhatian saya adalah respons netizen di media sosial dalam menyikapi 'kekalahan' dramatis pemuda kelahiran Jawa Barat bermarga Ginting ini. Banyak yang berkomentar dengan nada positif dan terharu dengan perjuangannya. Bahkan tak jarang pula warganet ikut menangis saat Ginting ditandu keluar. Sebagai penanda ia harus menghentikan permainan, sebab kakinya sudah tak lagi bersedia diajak untuk berkompromi.

Namun ada pula yang melontarkan pernyataan dengan cara menyudutkan, menyakitkan dan tidak menghargai jerih payah orang lain yang jelas-jelas sedang membela negara. Mereka yang bersikap demikian, disebut sebagai pelaku Trolling.

***
Seperti dikutip dari kanal detik.com, Trolling adalah perilaku netizen yang menipu dan mengganggu, dengan cara mengunggah komentarnya secara negatif. Komentar-komentar tersebut, biasanya berisi kata-kata yang menyakitkan dengan tujuan memprovokasi.

Berdasarkan penjelasan Psikolog bernama Epita March, komen negatif dalam sosial media tak bisa dianggap remeh. Karena dampaknya bisa meruntuhkan self-esteem korban, hingga bunuh diri. Apalagi jika pernyataan tersebut dilakukan secara masif dan menyerang nyaris pada tiap sudut dari seseorang yang sebenarnya tidak memiliki korelasi dengan hal apapun.

Masih menurut March, perilaku trolling digerakkan oleh faktor yang disebut sebagai atypical social rewards. Kondisi ini berkebalikan dengan kebanyakan orang waras yang menginginkan lingkungan positif, dengan memberi apresiasi dan komentar positif pula.

Umumnya, perilaku atypical social rewards didasari rendahnya rasa empati, tidak merasa bersalah, dan minim tanggung jawab atas tindakan yang mereka lakukan. Pada beberapa kasus, trolling terkait sadisme, dan senang melihat orang lain sakit secara fisik dan psikologi. 

Meski terkesan tidak manusiawi, penelitian menyebutkan bahwa dalam berbagai kasus, pelaku tindakan trollingsebenarnya memiliki kecerdasan emosi dan tingkat psikopati yang tinggi. Dengan kecerdasan yang dimiliki ini, biasanya mereka memahami dengan baik hal apa saja yang bisa membuat orang menjadi sakit hati. Jika telah menemukan celahnya, pelaku akan menghantam korban melalui cercaan kata-kata tak pantas. Tujuannya tentu mendiskreditkan seseorang. Dan anehnya, meski mengetahui konsekuensi dari perbuatannya secara sadar, mereka memilih tidak perduli demi kepuasan pribadi.

Berbekal kecerdasan yang dimiliki pelaku trolling, biasanya mereka acuh dan merasa tidak takut pada hukuman. Oleh sebab itu, beberapa sanksi kurang efektif membatasi perilaku tersebut. Jika ingin mengobati minimnya empati pada golongan manusia sialan ini, langkah yang dilakukan adalah dengan terapi tingkah laku, dan tidak dengan psikopati.

***
Perbedaan pendapat dalam merespons sebuah masalah atau obyek yang sama, tidak lantas melahirkan pemikiran yang seragam. Sebab, banyak manusia yang memiliki perilaku yang berbeda-beda, tingkat kedewasaan yang juga tidak sama. Dan keadaan ini semakin diperkeruh dengan hadirnya perilaku trolling.

Untuk menyikapi keberadaan mereka, sebenarnya gampang-gampang susah. Merespons dengan membalas hal serupa kepada pelaku biadab ini, justru seakan memberi kesempatan berupa makanan empuk yang segera akan mereka santap.

Oleh karenanya, perlu dilakukan sikap yang berbeda untuk menyikapinya. Balaslah komentar tak sedap dari perilaku trolling dengan cara bijak, tetap menghormati dan menghargai orang lain, akan membuat mereka merasa gagal. Susah nggak? Mungkin diperlukan jedah sejenak jika suasana hati sedang tidak kondusif. Atau abaikan apapun komentar yang senantiasa menghiasi media sosial milik kita. Bukankah meski anjing menggonggong kafilah harus tetap berjalan?

Bagi pelaku trolling, momen pilpres 2019 merupakan kesempatan emas mendulang pundi-pundi. Silakan kembangkan bakat busuk ini. Asal perlu dicatat, karma selalu datang. Jika beruntung, korban akan melihat sendiri deretan kata-kata sampah berhujam membalik kepada pelaku.

Sebagai penutup, selamat untuk Anthony Sinisuka Ginting yang menjuarai China Open 2018. Bukan sekedar kebetulan, sebab lawan-lawan yang ditebasnya bukan orang sembarangan. Deretan nama mentereng seperti Lin Dan, Viktor Axelsen, Chen Long, Chou Tien Chen dan pada pamungkasnya, dipartai puncak pebulu tangkis Kento Momota dibuat tak berkutik.

Dan Ginting sukses menjawab suara sumbang bernada cibiran dengan hasil yang menggembirakan. Semoga para pelaku trollingyang dulu melakukannya kepada Ginting ndak kejang-kejang. Saya sih berharap mereka punah dan menjadi penghuni museum. Biar dunia medsos adem.



©Skydavee 2018
Sumber gambar: google
Referensi: detik.com
Diubah oleh skydavee 25-09-2018 08:31
1
30.2K
123
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan