Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

annisa2019Avatar border
TS
annisa2019
Rizal Ramli Sebut Analisa Krisis Ekonomi dari Istana Menyesatkan
Rizal Ramli Sebut Analisa Krisis Ekonomi dari Istana Menyesatkan
September 6, 2018

WARTASIONAL.NET – Tokoh nasional yang juga Ekonom senior Rizal Ramli menyindir analisa Yanuar Nugroho, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan soal krisis ekonomi di Indonesia. Ia menyatakan bahwa ada yang keliru dalam analisa tersebut serta menyesatkan dengan membandingkan indikator-indikator setelah krisis 1998 dan pre-krisis 2018.

“Ini konyol dan menyesatkan, Mas @moeldoko, Analisa ABS (Asal Bapak Senang) begini yg nembuat kita mudah terlena dan selalu telat-langkah,” ujarnya melalui akun Twitternnya @RamliRizal, Kamis (6/8/2018).

Karena, jika dibandingkan dengan dari indikator-indikator ekonomi Indonesia di masa menjelang Krisis Moneter 1997-1998 dengan masa sekarang, kuartal ke-II tahun 2018, ternyata situasinya cukup mengkhawatirkan.

“Dapat dilihat, indikator utama, yaitu transaksi berjalan (current account), menunjukkan bahwa kondisi tahun 1997 masih lebih baik dari tahun 2018. Pada tahun 1997 tercatat defisit transaksi berjalan sebesar US$ -4,89 miliar. Nilai tersebut lebih kecil dari defisit transaksi berjalan tahun 2018, yang sebesar US$ -8 miliar. Secara persentase terhadap GDP (Gross Domestic Product), defisit transaksi berjalan tahun 1997 sebesar -2,2% dari GDP, juga lebih kecil dari tahun 2018 yang sebesar -3,04% dari GDP,” ujar Rizal Ramli.

Di indikator berikutnya, neraca perdagangan, malah dapat dilihat bahwa ternyata tahun 1997 terjadi surplus sebesar US$ 410 juta. Berbanding terbalik dari tahun 2018 yang neraca perdagangan (kumulatif Januari-Juli 2018) mencatat defisit sebesar US$ -3,02 miliar.

Beberapa indikator , seperti rasio cadangan devisa dan inflasi, pada tahun 1997 memang lebih buruk dari 2018. Tercatat cadangan devisa tahun 1997 hanya sebesar 2,9 bulan impor, lebih buruk dari cadangan devisa tahun 2018 yang mencapai 6,9 bulan impor. Inflasi tahun 1997 sebesar 6,2% juga lebih tinggi dari tahun 2018 yang hanya sebesar 3,2%.

Sementara, indikator-indikator lainnya nyaris setara. Debt service ratio (DSR) tahun 1997 sebesar 30% hanya sedikit lebih tinggi dari tahun 2018 sebesar 26,2%. Rasio investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) terhadap GDP di tahun 1997 sebesar 1,48%, sementara tahun 2018 sebesar 1,5%. Dan yang terakhir, peringkat surat utang (bond) dari lembaga internasional semacam Standard & Poor’s pada tahun 1997 dan 2018 ternyata sama-sama BBB-.

Sebelumnya diketahui, Yanuar mencoba menjelaskan melalui data yang sudah dihimpun tim KSP untuk menguak fakta tentang kondisi keuangan Indonesia saat ini dengan kondisi keuangan Indonesia pada tahun 1998.

“Atas pertanyaan tentang melemahnya rupiah terhadap dollar, saya ingin menyampaikan perbandingan situasi 1998 vs 2018 yg disiapkan teman-teman @kspgoid. Semoga bisa menjawab (sebagian) pertanyaan tersebut,” cuit @Yanuarnugroho pada Selasa malam (4/9/2018) lalu.

Adapun pada grafis yang di-upload-nya, memperlihatkan bahwa perbandingan dua situasi tersebut. Misalnya saja pada fluktuasi dolar terhadap rupiah antara tahun 1997-1998 dengan kondisi saat ini jauh berbeda. Pada tahun 1998, rupiah sangat terlihat kontras fluktuasinya, dimana sempat ada dipuncak tertinggi namun kemudian jatuh. Sedangkan saat ini antara tahun 2017 hingga 2018 fluktuasi rupiah tidak terlalu kontras. Ini membuktikan nilai kenaikannya pun tidak terlalu berarti.

Menurutnya, kondisi ekonomi Indonesia saat ini pun dapat dibilang stabil. Salah satu faktornya karena saat ini Indonesia sudah memiliki cadangan devisa yang cukup yakni 118,3 Miliar dolar AS. Berbeda jauh dari tahun 1998 yang hanya 23,61 Miliar dolar AS.

Selain itu, jika melihat dari tingkat utang Indonesia saat ini beberapa lembaga internasional memberikan peringkat Investement Grade yang artinya cukup aman dan baik dalam hal pengelolaan utang. Jauh berbeda dari tahun 1998 yang berpredikat Junk. Terpenting saat ini bertumbuhan ekonomi pun terus ke arah yang positif yakni di atas 5 persen. Jauh dari kondisi 1998 yang bahkan minus 13 persen.

Terlihat bagaimana Yanuar Nugroho berusaha membandingkan indikator saat krisis 1998 dengan indikator menjelang krisis sekarang 2018. Karena menurut Rizal Ramli, yang seharusnya dibandingkan adalah sesama indikator menjelang krisis, yaitu tahun 1997 dan 2018.
http://wartanasional.net/2018/09/06/...a-menyesatkan/

Tim Ekonomi Jokowi Merapat Lagi ke Istana Bahas Upaya Penguatan Rupiah
Selasa 04 September 2018 - 09:44

Sejumlah menteri dan pejabat bidang ekonomi dan keuangan di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla, merapat ke Istana Kepresidenan untuk membahas upaya-upaya penguatan nilai tukar rupiah (kurs). Ini merupakan pertemuan yang kedua kali dalam dua hari terakhir.

"Soal kurs, soal perkembangan terakhir," ungkap Menko Perekonomian, Darmin Nasution, menjawab pertanyaan wartawan sebelum rapat, soal agenda pertemuan yang dipimpin langsung oleh Presiden, Selasa (4/9).

Selain Darmin, pertemuan ini juga dihadiri oleh Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perindustruan Airlangga Hartarto, Menteri ESDM Ignasius Jonan, dan Menhub Budi Karya Sumadi.

Hadir juga Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua OJK Wimboh Santoso, dan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati. Pertemuan mereka berlangsung tertutup.

Rapat dijadwalkan dimulai pada pukul 09.00 WIB. Jokowi pada rapat kali ini rencananya didampingi oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Menko Perekonomian Darmin Nasution

Sebelumnya, rapat terkait nilai tukar rupiah (kurs) juga diadakan di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin (3/9).

Usai pertemuan kemarin, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, pelemahannilai tukar rupiah tak lain karena sentimen negatif dari kondisi perekonomian global, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir. Bahkan, hasil uji ketahanan (stress test) OJK menunjukkan, kondisi perbankan masih dinilai aman.

"(pasar) Kita kan biasa volatile. Ini kondisinya perbankan aman. Ini Insyaallah temporary, sementara. Ini kan karena sentimen negatif (dari pasar global)," ujar Wimboh di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/9).

Mengutip data perdagangan Reuters, Selasa (4/9), dolar AS dibuka di Rp 14.810. Dolar AS terus naik hingga mencapai posisi tertingginya pagi ini di Rp 14.840.

https://kumparan.com/@kumparanbisnis...28473413756599

-----------------------------

ah, masa sih?


emoticon-Wkwkwk
0
992
8
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan