Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

annisa2019Avatar border
TS
annisa2019
MUI Sebut Kemenag Diskriminatif soal Pengeras Suara Masjid
MUI Sebut Kemenag Diskriminatif soal Pengeras Suara Masjid

Bimo Wiwoho, CNN Indonesia | Senin, 27/08/2018 09:28 WIB


Ilustrasi Masjid. (REUTERS/ Dinuka Liyanawatte)

Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi menyarankan agar Kementerian Agama mengatur penggunaan pengeras suara tempat ibadah semua agama. 

Zainut mengatakan saat ini Kemenag hanya mengatur penggunaan pengeras suara di masjid saja, yakni melalui Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag No. Kep/D/101/1978 tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid.

"Instruksi Dirjen tersebut juga bersifat diskriminatif karena hanya mengatur rumah ibadah tertentu, sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan kecemburuan di tengah masyarakat," ujar Zainut melalui siaran pers, Senin (27/8).

Lihat juga: Din Syamsuddin Sebut Protes Volume Azan Bukan Penistaan Agama

Zainut menilai kasus yang melibatkan Meiliana adalah pelajaran yang mesti diperhatikan pemerintah. Diketahui, Meiliana, warga Tanjung Balai, Sumatera Utara divonis 18 bulan penjara karena memprotes volume pengeras suara azan di lingkunganya. Ia dinilai melanggar pasal penodaan agama.

Zainut menganggap perlu ada peraturan yang dapat menjamin terbangunnya kehidupan yang damai, rukun dan harmonis antarelemen masyarakat. Pemerintah, khususnya Kemenag, harus membuat regulasi yang dapat diterima oleh semua pihak. 

Kata Zainut, regulasi yang dimaksud tidak boleh diskriminatif, dan harus mengatur dan melindungi semua umat beragama.

Zainut menjelaskan bahwa instruksi Instruksi Dirjen Bimas Kemenag No. Kep/D/101/1978 tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid juga cenderung lemah dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Alasannya, karena tidak ada perintah atau delegasi dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi terkait instruksi Dirjen Bimas tersebut.

Lihat juga: MUI Minta Publik Pahami Kasus Meiliana Sebelum Komentar

Zainut mengatakan Instruksi Dirjen Bimas Islam itu juga sudah tidak relevan dengan UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan. Dalam undang-undang itu dijelaskan bahwa setiap peraturan akan memiliki kekuatan hukum yang mengikat jika ada peraturan yang lebih tinggi.

"Jadi menurut hemat saya, Kementerian Agama harus membuat peraturan perundangan yang lebih komprehensif," ucap Zainut.

Di sisi yang lain, Zainut juga berharap agar masyarakat dapat mengambil hikmah dan pelajaran berharga dari kasus yang terjadi pada Ibu Meiliana. Menurutnya, dalam sebuah masyarakat yang majemuk dibutuhkan kesadaran hidup bersama untuk saling menghomati, toleransi dan sikap empati satu dengan lainnya.

"Sehingga tidak timbul gesekan dan konflik di tengah-tengah masyarakat," ucap Zainut.

Lihat juga: JK: Azan Juga Wajib, Tapi Jangan Terlalu Keras Suaranya

Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Syaefuddin mengunggah lima poin Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushalla lewat akun twitter pribadinya. 
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180827084204-20-325105/mui-sebut-kemenag-diskriminatif-soal-pengeras-suara-masjid


Quote:



MUI Serang: 
Kemenag Terlalu Kecil Urusi Volume Pengeras Suara di Masjid

01 September 2018 12:30


Jakarta, Klikanggaran.com (01-09-2018) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Serang menolak permintaan Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) untuk mensosialisasikan kembali penggunaan pengeras suara di masjid sesuai dengan surat edaran Dirjen Bimas Islam Nomor B.3940/DJ.lll/HK.00.07/08/2018 tanggal 24 Agustus 2018.

Menurut Ketua Umum MUI Kota Serang, K.H. Mahmudi, suara azan adalah panggilan suci Allah SWT yang suci, dapat mengusir syaithon di dalam hati manusia.

"Berani dikumpulkan umat Islam se-Indonesia, berapa persen yang tidak senang terhadap suara azan, hanya yang hatinya kerasukan syaithon," kata K.H. Mahmudi.


Kemudian, lanjut K.H Mahmudi, bahwa Nabi Muhammad SAW pernah memerintahkan kepada Bilal "Istanshit yaa Bilala", keraskan suaramu saat kamu azan, wahai Bilal. Lalu, Bilal naik di atas menara agar umat dapat mendengarkan suara azan.

Sekretaris MUI Kota Serang, Amas Tadjudin, menyampaikan, terlalu kecil bagi negara untuk mengurusi persoalan volume pengeras suara di masjid.


"Lebih baik negara lebih fokus dalam mengurusi hal-hal besar dan strategis yang berdampak pada rakyat banyak. Terlalu kecil negara semacam Kemenag harus mengurusi volume pengeras suara di masjid," kata Amas.


Banyak urusan-urusan besar dan strategis yang membutuhkan kehadiran negara untuk mengurusinya, lanjut Amas. Seperti urusan kemiskinan, mahalnya biasa pendidikan, masalah kesehatan, dan urusan pesantren yang jauh lebih penting diurus oleh Kemenag, ketimbang ngurusin TOA mesjid.

https://www.klikanggaran.com/peristiwa/mui-serang-kemenag-terlalu-kecil-urusi-volume-pengeras-suara-di-masjid.html

--------------------------------

Yang takut dan benci suara adzan, hanya setan ....



Adzan itu adalah panggilan dari Allah kepada umat manusia muslim untuk mengingat-Nya. Frquensi suara yang muncul dari kumandang adzan itu pun, ternyata punya keistimewaan tersendiri bila dibandingkan frequensi  lagu misalnya. 

Lalu mengapa ada sekelompok manusia yang merasa bisa mengatur-ngatur penyampaian adzan itu viapengeras suara di masjid, dengan mengartur volume suaranya segala. Emangnya sejak kapan seruan adzan dilantunkan dengan nada sama-samar atau pelan-pelan atau dengan suara lirih?

Analisa frekuensi azan dibandingkan dengan suara/musik biasa



racingnismoAvatar border
racingnismo memberi reputasi
-3
3.9K
21
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan