Jokowi-Ma'ruf Ungguli Prabowo-Sandiaga di Survei Alvara, Ini Alasannya
TS
tanah.liat
Jokowi-Ma'ruf Ungguli Prabowo-Sandiaga di Survei Alvara, Ini Alasannya
Quote:
Liputan6.com, Jakarta- Pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden, Jokowi-Ma'ruf Amin unggul dari Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berdasarkan survei yang dilakukan oleh Alvara Research Center.
Founder and CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali menuturkan unnggulnya Jokowi-Ma'ruf dikarenakan citra calon presiden dari kedua pihak lebih melekat di masyarakat. Elektabilitas Jokowi memang lebih unggul daripada Prabowo.
"Memang bukan karena faktor kinerja atau apa, tapi karena psikologi publik yang sudah terbelah, Jokowi atau Prabowo," kata Hasanudin di Jakarta Pusat, Minggu (26/8/2018).
Ia mengatakan, faktor pertimbangan mayoritas publik dalam memilih pasangan capres-cawapres antara lain, jujur, dekat dengan rakyat atau merakyat. Kesan ini, lanjut dia, melekat pada pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin.
"Namun di sisi lain Pasangan Prabowo Subianto–Sandiaga Uno diuntungkan oleh citra disukai generasi muda yang lebih melekat pada Sandiaga Uno," ucapnya.
Pascapendaftaran capres-cawapres, elektabilitas Jokowi meningkat menjadi 53,7 persen. Sedangkan Prabowo Subianto hanya 35,8 persen.
Menurut Hasanuddin, pilpres kali ini pun tidak jauh berbeda dengan dengan pilpres 2014. Ia memprediksi elektabilitas Jokowi masih lebih unggul daripada Prabowo.
"Jadi sebenarnya pilpres sebenernya tidak bisa kita analisis yang rumit-rumit karena posisinya mengulang Pilpres 2014, dan kalau kita lihat pasangan ini punya pendukung fanatik masing-masing. Jadi kira-kira kalau kita lihat hasilnya tidak akan jauh dari situ terus sampai Pilpres 2019," tutur Hasanuddin.
Sumitro melarikan diri ketika dipanggil CPM terkait kasus korupsi, lalu bergabung dalam PRRI/Permesta.
tirto.id - Ayahanda Prabowo Subianto, Sumitro Djojohadikusumo, pernah kena tuduhan terlibat korupsi. Pengakuan Rosihan Anwar dalam Sjahrir: Peran Besar Bung Kecil (2010: 114), “Waktu itu memang ada isu bahwa Sumitro melakukan korupsi, memberikan dana kepada Partai Sosialis Indonesia”
Sebelum menghilang dari Jakarta, Sumitro adalah Menteri Keuangan dalam Kabinet Burhanuddin Harahap. Selain itu, Sumitro yang terkenal sebagai pakar ekonomi adalah pentolan Partai Sosialis Indonesia (PSI), yang di mata orang-orang PKI kerap dijuluki "sosialis kanan" atau "sosialis salon".
Menurut Abdul Haris Nasution dalam Memenuhi Panggilan Tugas: Masa Pancaroba Kedua (1984: 96-97), pada 26 Maret 1957, Sumitro memenuhi panggilan Corps Polisi Militer (CPM) di Bandung untuk diperiksa. Kala itu, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dijabat Kolonel Abdul Haris Nasution dan Kepala CPM adalah Letnan Kolonel Rushan Rusli—anak penulis roman Siti Nurbaya, Marah Rusli, sekaligus ayah dari musisi Harry Rusli. Di masa itu Angkatan Darat memang sedang getol mengurusi kasus-kasus korupsi. Setelah diperiksa pada 26 Maret 1957, tak ada alasan menahan Sumitro. Ia pulang dan sempat berkunjung ke Tokyo.
“Ia dipanggil lagi oleh CPM dan diperiksa untuk kedua kalinya, yakni pada tanggal 6-7 Mei 1957. Seusai memeriksa, sekali lagi para pemeriksa menyatakan bahwa tidak ada dasar dan alasannya untuk menahan dirinya,” tulis Aristides Katoppo dalam biografi Sumitro, Jejak Perlawanan Begawan Pejuang (2000: 207-208). Sementara Mochtar Lubis dalam Catatan Subversif (1980: 67) juga mencatat hal yang sama terkait kasus Sumitro tersebut.
Selain itu, Sumitro sebenarnya akan dipanggil lagi pada 8 Mei 1957. Meski dalam pemanggilan tanggal 6 dan 7 Mei dia dinyatakan tidak bersalah. Rupanya, menurut Nasution lagi, “dari sumber-sumber saluran yang dipercayainya, dia mendapatkan pemberitahuan, bahwa pemanggilan terakhir ini baginya berarti akan ditahan.”
Di mata Nasution, Sumitro punya pemikiran bahwa ditahan tanpa tahu kapan akan bebas adalah masalah besar. “Itulah sebabnya maka ia mengambil risiko, dan mengambil sikap untuk melakukan tugas yang dirasanya merupakan kewajiban nuraninya,” lanjut Nasution.
“Pada bulan Mei (1957) Dr Sumitro Djojohadikusumo, melarikan diri dari tuduhan penyalahgunaan keuangan di Jakarta, juga mencari perlindungan dengan Dewan Banteng di Sumatera Barat, sambil sering melakukan perjalanan ke luar negeri,” tulis Audrey Kahin dalam Dari Pemberontakan ke Integrasi: Sumatra Barat dan Politik Indonesia, 1926-1998 (2005: 304).
Kala itu, usia Sumitro menginjak kepala empat dan punya empat anak dari Dora Sigar—Prabowo Subianto adalah anak laki-laki sulungnya.
".....Prabowo pun kemudian menegaskan bahwa dirinya akan menasionalisasi aset asing yang ada di Indonesia. Dia menyindir pemimpin yang menjual aset bangsa. "Seluruh kekayaan bangsa harus dimiliki oleh kita sendiri. Tapi ada pemimpin yang menjual aset, dengan gampangnya membiarkan wilayah kita dicaplok," sebut Prabowo dengan tangan mengepal.....">>>selengkapnya
Kalau di baca sekilas emang feel nasionalismenya dapet
Tapi sebenarny Mengerikan....malah ke ingat nasionalis-sosialis ala fasist.....hitler