- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Luar Negeri
Taiwan kepada Vietnam: ‘Kami Bukan China’


TS
LordFaries
Taiwan kepada Vietnam: ‘Kami Bukan China’

Perusahaan-perusahaan Taiwan harus mengibarkan bendera nasional mereka di Vietnam untuk melindungi kepentingan mereka terhadap gelombang sentimen anti-China yang meningkat. Demonstrasi besar-besaran muncul di Vietnam, menentang undang-undang zona ekonomi khusus (SEZ) yang diyakini banyak orang Vietnam akan memungkinkan China untuk mendominasi kawasan industri utama. Tidak hanya protes, para demonstran ini juga menghancurkan pabrik-pabrik yang mereka anggap sebagai milik China.
Baca Juga: Protes Massal Pecah di Vietnam, dengan Sentimen Anti-China
Oleh: Ma Nguyen (Asia Times)
Perusahaan-perusahaan Taiwan di Vietnam semakin terjebak di antara pilihan sulit, seiring China meningkatkan tekanan diplomatik terhadap tampilan identitas nasional mereka.
Jika mereka menggantungkan bendera nasional Taiwan di luar kantor dan pabrik mereka, maka China akan menimbulkan keributan dengan mengancam Hanoi tentang kedaulatan China atas negara pulau itu, yang dilihat Beijing sebagai provinsi pengkhianat.
Tapi jika mereka tidak mengibarkan bendera mereka, maka pabrik mereka dapat dianggap sebagai milik China dan berpotensi menjadi target oleh para pengunjuk rasa nasionalis, yang melihat pertumbhan kepentingan komersial dan ekonomi China di Vietnam sebagai ancaman terhadap kedaulatan.
Situasi yang sama-sama merugikan muncul pada bulan Juli, ketika Beijing mengajukan pengaduan diplomatik resmi terhadap Hanoi, karena mengizinkan perusahaan-perusahaan Taiwan untuk mengibarkan bendera merah dan biru di atas bangunan lokal mereka.
“Hanya ada satu China di dunia, dan Taiwan adalah bagian dari China,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, seperti dikutip dalam laporan. “Kami telah membawa masalah ini kepada pihak Vietnam, dan mereka telah menginstruksikan perusahaan yang relevan untuk memperbaiki praktik mereka yang salah.”
Pernyataan itu tidak langsung terlihat di lapangan, karena bendera Taiwan masih dapat dilihat di beberapa perusahaan Taiwan hampir satu bulan kemudian. Taiwan adalah investor asing terbesar keempat Vietnam, dengan total modal yang diinvestasikan sekitar US$8 miliar, pada tahun 2017, menurut statistik resmi.
Vietnam adalah target utama dari apa yang disebut kebijakan asing “Southbound” milik Taiwan, untuk memperkuat hubungan dengan Asia Tenggara.
Tapi pertikaian terkait pengibaran bendera Taiwan adalah bagian utama dari drama diplomatik yang intens antara China dan Vietnam, yang meningkatkan risiko baru bagi mereka yang bergantung pada produksi Vietnam untuk rantai pasokan global mereka.
Taiwan enggan dihadapkan dengan meningkatnya sentimen anti-China di Vietnam, yang selama dua bulan terakhir telah melihat beberapa protes anti-China yang paling intens dan meluas dalam beberapa tahun. Ratusan ribu orang melakukan protes di seluruh negeri, yang memicu tindakan keras yang mengakibatkan ratusan penangkapan.
Pemicu protes adalah: undang-undang zona ekonomi khusus (SEZ) yang diyakini banyak orang Vietnam akan memungkinkan China untuk mendominasi kawasan industri utama melalui ketentuan sewa 99 tahun yang baru. Perusahaan-perusahaan Taiwan sekarang dikabarkan khawatir bahwa kemarahan rakyat akan secara keliru merugikan pabrik dan bisnis mereka selama gelombang protes yang baru.
Para pengunjuk rasa menekankan risiko kehilangan kedaulatan nasional dan memberikannya pada China, yang diduga menjadi penerima keuntungan utama dari skema zona Administrasi dan Ekonomi Khusus,” kata profesor California State University, Angie Ngoc Tran, di New Mandala, sebuah blog akademis.
Baca Juga: Model Vietnam Bakal Antar Rezim Kim Jong Un ke Liang Lahat
Tran menekankan, walau rancangan undang-undang tersebut tidak secara terbuka menyebutkan China, namun itu memberikan hak khusus kepada tiga zona ekonomi khusus Vietnam, yaitu: satu di perbatasan China, yang kedua terletak di tepi Laut China Selatan, dan yang ketiga berada di wilayah Kamboja yang didominasi oleh investasi China.
“Siapa lagi yang akan mendapat keuntungan paling banyak dari kendali ekonomi dan administrasi atas jalur darat, udara, dan laut dari ketiga zona ini?” tanyanya.
Seiring kemarahan rakyat Vietnam meningkat atas undang-undang yang mereka anggap membuat mereka menyerahkan kedaulatan kepada China, demikian pula bendera Taiwan yang ikut dikibarkan di luar perusahaan lokal mereka.
Para pengamat mengatakan, para perusahaan Taiwan tidak begitu banyak mengambil sikap patriotik terhadap China, dan lebih mengambil keputusan perusahaan yang pragmatis. Perusahaan Taiwan di sini sangat paham bagaimana politik dan bisnis sering bercampur dengan cepat di Vietnam.
Pada Mei 2014, keputusan Beijing untuk menempatkan rig minyak di bagian Laut China Selatan yang diklaim oleh Hanoi, menyebabkan demonstrasi anti-China yang berapi-api di Vietnam. Demonstran setempat menyalurkan amarah mereka terhadap kepentingan-kepentingan China, dengan merusak, menjarah, dan menghancurkan lebih dari 350 pabrik di provinsi Binh Duong saja.
Para demonstran, bagaimanapun, sering salah dalam tanda nasionalis mereka, dengan menargetkan pabrik dengan palang huruf Asia asing. Akibatnya tidak hanya pabrik-pabrik China, tapi pabrik Korea, Jepang, dan Taiwan juga ikut diserang.
Baca Juga: Sentimen anti-Cina dan anti-Kristen bukanlah hal baru di Indonesia
Walau Vietnam mengonfirmasi tiga kematian warga China dalam kerusuhan tahun 2014, namun laporan-laporan luar negeri yang mengutip para dokter menyebutkan jumlah korban sebanyak 21. Ratusan orang China melarikan diri dari kekerasan tersebut. Banyak yang melarikan diri melintasi perbatasan ke negara tetangganya, Kamboja.
Perusahaan-perusahaan Taiwan yang mengibarkan bendera, jelas-jelas takut akan kemungkinan terulangnya kekerasan anti-China yang berlebihan, yang secara tidak pandang bulu juga menyerang orang-orang asing.
Seorang pengusaha Taiwan mengatakan kepada sebuah surat kabar lokal, perusahaan furniturnya menderita kerugian US$1 juta akibat kekerasan tahun 2014, dan dia baru-baru ini mengibarkan bendera Taiwan di luar perusahaannya ketika protes anti-China terjadi lagi pada bulan Juni.
Rancangan undang-undang SEZ yang memicu protes, saat ini sedang ditunda pembahasannya di Majelis Nasional yang didominasi Partai Komunis, tetapi beberapa percaya bahwa gelombang baru demonstrasi anti-China bisa meletus jika dan ketika UU tersebut akhirnya diloloskan.
Pengalaman baru Taiwan menambah risiko politiknya. Pada tahun 2016, pembuat baja Taiwan, Formosa, menyebabkan salah satu bencana lingkungan terburuk di Vietnam, ketika ditemukan bahwa perusahaan itu telah membuang banyak limbah beracun di laut wilayah tengah—tumpahan yang menewaskan sejumlah besar ikan dan menghancurkan garis pantai.
Bencana itu memicu protes nasional, yang sebagian didorong oleh pernyataan acuh oleh seorang eksekutif Formosa yang mengatakan pada puncak bencana, bahwa Vietnam harus memilih antara memiliki baja modern atau industri perikanan tradisional.
Perusahaan tersebut membayar denda US$500 juta, tetapi sekarang memperluas fasilitas serupa yang juga diserang dalam kekerasan tahun 2014. Tetapi jika protes anti-China yang baru meletus dalam beberapa minggu ke depan, tidak sepenuhnya jelas bahwa mengibarkan bendera akan melindungi bisnis Taiwan dari sentimen xenophobia.
Keterangan foto utama: Seorang pengunjuk rasa menampilkan sebuah papan selama demonstrasi di depan kantor Ekonomi dan Budaya Vietnam di Taipei pada tanggal 16 Mei 2014, setelah para pengunjuk rasa anti-China membakar pabrik-pabrik di Vietnam, dalam letusan terbesar kemarahan terhadap Beijing selama beberapa dekade. (Foto: AFP/Sam Yeh).
https://www.matamatapolitik.com/taiwan-kepada-vietnam-kami-bukan-china/



anasabila memberi reputasi
-1
828
3


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan