Kaskus

News

ilneroAvatar border
TS
ilnero
"Jokowi di Mata Kaki, Prabowo di Ujung Tanduk"
"Jokowi di Mata Kaki, Prabowo di Ujung Tanduk"

Senin, 13 Agustus 2018 09:03 WIB

Oleh: Sumaryoto Padmodiningrat

TRIBUNNEWS.COM - Hasil poling Indonesia Lawyers Club (ILC) TVOne dan penyanyi legendaris Iwan Fals menjadi lampu kuning bagi petahana Presiden Joko Widodo dan pasangannya, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Maruf Amin dalam Pemilihan Presiden 2019.

Dalam kedua poling itu, pasangan calon presiden-wakil presiden Jokowi-Maruf Amin dikalahkan pasangan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno. Elektabilitas Jokowi-Maruf ibarat di mata kaki.

Posisi Prabowo-Sandi pun ibarat telur di ujung tanduk. Ini terkait pengakuan Sandi memberikan uang mahar kepada Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) masing-masing sebesar Rp 500 miliar, seperti yang sebelumnya dituduhkan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief.

Namun kemudian Sandi membantah. Bila terbukti, posisi Prabowo-Sandi benar-benar di ujung tanduk.

Dalam poling ILC melalui Twitter, Kamis (9/8/2018) malam, dari 83.647 netizen pemilih, Jokowi-Maruf mendapat suara 25%, Prabowo-Sandi 64%, dan golongan putih (golput) alias tak menjawab 11%.

Dalam poling yang digelar Iwan Fals, Jumat (10/8/2018), “JokMar” mendapat 26% suara, pasangan “PraSan” 68% suara, dan golput 6%. Kini, elektabilitas Jokowi bak di mata kaki, padahal sebelumnya di ujung bahu atau di kisaran 60%.

“JokMar” dan “PraSan” menjalani tes kesehatan di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Minggu dan Senin (12-13/8/2018).

Banyak yang berspekulasi Maruf Amin yang kini berusia 75 tahun tak akan lolos tes kesehatan. Bila demikian, maka keikutsertaannya dalam Pilpres 2019 bisa dibatalkan. Mungkinkah Maruf Amin diganti di tengah jalan?

Politikus PDIP Eva Kusuma Sundari tidak menampik kemungkinan Rais Aam PBNU itu diganti bila ternyata tak lolos tes kesehatan, karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga belum melakukan penetapan capres/cawapres definitif.

Sejumlah nama pengganti pun disiapkan, termasuk Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko.

Mengapa Moeldoko? Mengapa bukan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD yang popularitas dan elektabilitasnya jauh lebih tinggi? Bukankah saat nama Mahfud disebut sebagai bakal cawapres Jokowi, publik demikian antusias?

Tim dokter yang melakukan pemeriksaan kesehatan capres/cawapres berkomitmen sesegera mungkin menyerahkan hasilnya ke KPU.

Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Ilham Oetama Marsis, Minggu (12/8/2018), menyatakan, hasil pemeriksaan harus disampaikan ke KPU paling lambat 2 hari setelah tes kesehatan selesai.

Akankah Kiai Maruf lolos tes kesehatan atau sebaliknya? Dalam Peraturan KPU No 22 Tahun 2018 tentang Pencalonan Peserta Pilpres, kandidat capres/cawapres yang tak lolos tes kesehatan atau 'tidak mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai presiden dan wakil presiden', bisa diganti dengan kandidat lain karena dianggap tak memenuhi syarat.

Pasal 24 PKPU No 22/2018 ayat (1) menyatakan, “Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi dokumen perbaikan bakal pasangan calon dinyatakan tidak memenuhi syarat, KPU meminta kepada partai politik atau gabungan partai politik pengusul untuk mengusulkan bakal pasangan calon baru sebagai pengganti.”

Pasal 29 PKPU yang sama mengatur hasil dari tes kesehatan adalah 'mampu atau tidak mampu secara jasmani dan rohani' untuk menjadi capres/cawapres. Pasal 29 PKPU No 22/2018 ayat (1) menyatakan,“Tim pemeriksa kesehatan menetapkan kesimpulan hasil pemeriksaan kesehatan bakal pasangan calon dalam rapat pleno”; dan ayat (2) menyatakan, “Kesimpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan ke dalam berita acara yang ditandatangani oleh ketua tim pemeriksa kesehatan yang menyatakan calon mampu atau tidak mampu secara jasmani dan rohani.”

Bila Kiai Maruf tidak lolos tes kesehatan, kita meyakini itu akan menjadi legitimasi politik bagi Jokowi untuk menggantinya. Apalagi sebenarnya Jokowi lebih memilih Mahfud MD daripada Kiai Maruf.

Bila pada akhirnya Jokowi memilih Kiai Maruf, itu lebih disebabkan oleh tekanan dari sejumlah parpol koalisi, terutama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan juga Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj.

Jokowi memang belum terlambat untuk mengejar ketertinggalan dalam poling dengan mengganti Kiai Maruf karena KPU belum melakukan penetapan capres/cawapres.

Bila Kiai Maruf tak lolos tes kesehatan, langkah Jokowi akan sangat mudah. Tapi bila ternyata lolos, mau dengan alasan apa Jokowi mengganti Kiai Maruf? Bukankah itu bisa menimbulkan “pemberontakan” dari dalam parpol koalisi, bahkan mungkin akan menimbulkan problem konstitusional? Itulah dilema yang akan dihadapi Jokowi.

Di pihak lain, Prabowo pun menghadapi dilema. Bila terbukti Sandi memberikan uang mahar, keikutsertaannya dalam Pilpres 2019 akan dibatalkan.

Pasal 228 Undang-Undang (UU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu melarang bakal capres/cawapres memberikan uang atau imbalan kepada parpol, agar dapat menjadi capres/cawapres.

Bila nanti ada putusan hukum yang berkekuatan tetap membuktikan bahwa seseorang menyerahkan imbalan kepada parpol untuk menjadi capres/cawapres, pencalonannya dapat dibatalkan. Selain itu, parpol yang menerima imbalan tersebut tidak dapat mencalonkan capres/cawapres pada pemilu berikutnya.

Sebagai penyelenggara negara, Sandi pun bisa dituduh terlibat gratifikasi. Apakah dana Rp 1 triliun itu diambil dari dana milik pribadi yang sudah dilaporkan dalam LHKPN ke KPK saat dilantik sebagai wagub atau diperoleh dari sumber lain?

Jika bersumber dari pihak ketiga, Sandi patut diduga menerima gratifikasi terkait jabatan wagub. Jika dana itu berasal dari Sandi pribadi, juga akan termasuk suap, dan pengurus parpol penerima suap pun bisa dipidana, bukan hanya Sandi.

Pasal 5 juncto Pasal 12 huruf a dan b UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan, baik pelaku pemberi maupun penerima gratifikasi diancam hukuman pidana hingga 20 tahun penjara.

Bila terbukti, bukan hanya Sandi yang dianulir, Prabowo sebagai pasangannya pun akan didiskualifikasi.

Lalu, akankah KPU membuka kembali pendaftaran capres, atau Jokowi dan pasangannya akan melawan kotak kosong?

Bila sudah begini, bukan hanya Lombok yang diguncang gempa bumi berkekuatan 7 SR, Jakarta dan seluruh Indonesia pun bisa diguncang gempa politik dengan kekuatan yang jauh lebih dahyat.

Di balik itu, kita menunggu suratan tangan Maruf Amin dan Sandiaga Uno, apakah Kiai Maruf akan tetap menjadi cawapres Jokowi, atau Mahfud MD yang akan ketiban sampur; dan apakah Sandi akan tetap menjadi cawapres Prabowo atau orang lain yang mendapat durian runtuh? Wallahualam.

Sumaryoto Padmodiningrat MM: Mantan anggota DPR RI / Chief Executive Officer (CEO) PT Konsultan dan Survei Indonesia (KSI), Jakarta.

http://m.tribunnews.com/amp/tribunne...i-ujung-tanduk

mahar vs kesehatan

btw panjang bener siyemoticon-Blue Guy Bata (L)


0
1.7K
14
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan