Kaskus

Hobby

arkho23Avatar border
TS
arkho23
Kebatinan Dan Agama
Sisi Kebatinan Dalam Beragama

Aliran kebatinan ketuhanan pada dasarnya adalah sekelompok manusia yang bersatu dalam tujuan membina pemahaman dan penghayatan kepercayaan terhadap Tuhan. Kelompok penghayat ketuhanan itu tidak selalu berbentuk agama atau dalam wadah suatu agama, tetapi seseorang beragama yang menjalaninya justru bisa mendapatkan pemahaman yang dalam tentang agamanya dan Tuhan setelah menjalani kebatinan tersebut, dan seseorang bisa mendapatkan pencerahan tentang agamanya sendiri, walaupun pencerahan itu didapatkannya dari luar agamanya.

Perilaku berkebatinan, termasuk berkebatinan dalam agama, apapun agama dan kepercayaannya, baik sekali dilakukan, supaya seseorang mengerti betul ajaran yang dianutnya, supaya tidak dangkal pemahamannya, apalagi hanya ikut-ikutan saja, tetapi materinya harus diperhatikan dan di"filter", memiliki kebijaksanaan untuk memilih yang baik dan membuang yang tidak baik, sehingga kemudian dapat menjadi pribadi yang mengerti agama dan kepercayaannya dengan benar dan mendalam, supaya tidak mudah dibodohi, dihasut, atau bahkan diperdaya (ditunggangi / diperalat).
Tetapi pada jaman sekarang sudah banyak terjadi "pendangkalan". Ajaran kebatinan dalam agama sudah digantikan dengan membaca dan menghafal ayat dan surat saja, kulitnya saja. Keimanan juga dipandang secara dangkal, hanya diukur dari kerajinan ibadah formal saja. Padahal manusia dinilai bukan hanya dari amal atau ibadahnya saja, tetapi juga dari akhlaknya, sedangkan perbuatan amal dan ibadah hanyasebagian saja dari akhlak. 
Pemahaman kemuliaan dalam agama sudah banyak digantikan dengan dogma dan doktrin ke-Aku-an agama. Banyak kotbah yang berisi ajaran dan aturan-aturan keagamaan, formalitas keagamaan, kewajiban beribadah, dogma dan doktrin tentang amal dan dosa, surga dan neraka, tetapi tidak mengedepankan ajaran budi pekerti, bahkan banyak yang menghasut, memfitnah, menghalalkan segala cara asalkan tujuan "keagamaan" mereka terlaksana. Itulah sebabnya banyak orang yang hidupnya sangat agamis dan fanatis, ternyata perilakunya tidak berbudi pekerti dan jauh dari perilaku mulia, malah banyak yang menjadi musuh kemanusiaan. Akibatnya, banyak orang beragama yang sehari-harinya perilakunya tidak menunjukkan budi pekerti yang baik, karena menganggap urusan agama dan keimanan hanya terkait dengan perbuatan amal, ibadah, pahala dan dosa, dan menganggap budi pekerti hanyalah masalah tradisi sopan santun dan tata krama dalam pergaulan, menganggap budi pekerti hanyalah masalah duniawi yang tidak berhubungan langsung dengan agama. 
Anda rajin beribadah, tapi anda kerap mencuri ayam tetangga, apakah anda merasa diri anda berakhlak baik ?
Anda rajin beribadah, tapi anda kerap mencuri uang kantor, apakah anda merasa diri anda berakhlak baik ?
Anda rajin beribadah, tapi anda kerap memarahi dan mengucapkan sumpah serapah kepada anak / istri / suami, apakah anda merasa diri anda berakhlak baik ?  Seharusnya kita bisa membedakan perbuatan memarahi yang bertujuan menegur, menyadarkan dan mendidik, dengan perbuatan mengumbar kemarahan dan kebencian.
Anda rajin beribadah, tapi anda kerap liar di jalan raya, melanggar aturan lalu-lintas, menerobos lampu merah, menyerobot / potong-memotong jalan orang, anda bisa lewat tetapi menambah kemacetan jalan raya, apakah anda merasa diri anda berakhlak baik ?
Anda rajin beribadah, tapi anda kerap menekan mengebiri upah pekerja anda, sehingga anda bisa mendapatkan hasil usaha yang lebih banyak, apakah anda merasa diri anda berakhlak baik ?
Anda rajin beribadah, tapi anda kerap tidak membayar pajak, menggelapkan pajak, atau menipu perhitungan pajak, sehingga anda dapat menghemat pengeluaran, apakah anda merasa diri anda berakhlak baik ?

Manusia tidak menyadari bahwa budi pekerti adalah dasar dari akhlak dan pribadi yang mulia, dasar dari perilaku manusia mulia yang telah mengenal Tuhan, iman dan agama. 

Manusia harus menyadari bahwa budi pekerti yang baik adalah dasar dari akhlak dan pribadi yang mulia. 
Budi pekerti yang baik, perbuatan-perbuatan yang mulia, ditambah pengenalan akan Tuhan dan agama akan mengantarkan manusia menjadi berakhlak mulia, menjadi pribadi yang mulia, menjadi manusia mulia.
Walaupun rajin beribadah, bagaimana seseorang yang tidak berbudi pekerti, yang perbuatan-perbuatannya tidak mulia bisa dianggap sebagai orang yang berakhlak mulia ?
Apakah jika seseorang menunjukkan perilaku yang agamis, rajin beribadah, kelihatan saleh, maka dia juga pasti berakhlak mulia ?
Bagaimana seorang guru agama yang perilakunya sangat agamis, sangat rajin beribadah, mengajar agama, tetapi mencabuli murid-muridnya bisa dikatakan berakhlak mulia ?   Apakah agamanya kurang ?   Apa yang kurang dengan agamanya ? 

Rasa keagamaan yang kuat justru bisa menumpulkan rasa batin, membuat manusia tidak lagi mengenal budi pekerti, sopan santun dan tata krama, menganggap dirinya mulia, senang mengumbar rasa jahat, kebencian dan permusuhan, senang merusuhi agama lain, inginnya merusak rumah ibadah orang lain. Karena agama manusia menjadi senang menganiaya dan membunuh. Karena agama hati manusia menjadi buta, tidak lagi mengenal budi pekerti yang baik.

Semua perintah Tuhan, dalam agama apapun, selalu berkenaan dengan aturan budi pekerti yang harus dijalankan manusia dalam hidupnya sebagai manusia yang telah mengenal iman dan Tuhan. Larangan berbuat dosa, larangan menyalahi orang lain, larangan memfitnah, larangan berdusta, larangan berzinah, cabul dan asusila, larangan mencuri, larangan membunuh, larangan menganiaya, larangan bersikap tamak, larangan menguntungkan diri sendiri dengan merugikan orang lain, perintah beribadah, perintah menolong orang lain, perintah menjaga kesucian hati dan kesucian perbuatan, dsb, adalah perintah-perintah budi pekerti sebagai dasar dari akhlak yang mulia, yang perbuatan-perbuatan mulianya akan mengantarkan manusia menjadi mahluk mulia di mata Tuhan. Tidak ada perintah Tuhan yang bertentangan dengan ajaran budi pekerti. Bila ada perintah Tuhan yang bertentangan dengan ajaran budi pekerti, maka itu adalah ajaran sesat.
Perilaku berbudi pekerti, yang diterapkan dengan mematuhi aturan dan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, adalah pondasi dasar dari kemampuan sebuah bangsa dan negara untuk meningkatkan kualitas peradabannya. Peradaban yang berisi manusia-manusia liar tidak berbudi pekerti, yang hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak akan mampu meningkatkan kualitas peradabannya menjadi lebih maju dan modern, bangsa itu akan banyak bergantung pada peranan bangsa lain yang membantu meningkatkan kualitas peradabannya dan akan selalu iri dan dengki terhadap kemajuan peradaban bangsa lain. 
Janganlah kita membodohi diri dengan menganggap sesuatunya sudah benar karena kita sudah beragama, atau karena kita beribadah. Iblis hadir dimana-mana. Jangan sampai kita disesatkan atau malah menumbuhsuburkan sifat-sifat iblis dalam diri kita : kebencian dan tipu daya.  Jangan hidup di bawah kungkungan sifat-sifat iblis. Bersihkanlah hidup kita dari sifat-sifat iblis, bersih lahir, hati dan batin. Jangan sampai terulang cerita jatuhnya Adam dan Hawa ke dalam dosa. Jangan juga terulang cerita Kain membunuh saudaranya Habil. Mereka adalah orang-orang yang dekat dengan Tuhan, tetapi iblis tetap saja punya kesempatan untuk menyesatkan manusia. Jangan sampai karena kesombongan agama kemudian kita malah menjadi bala tentara iblis di bumi. Jangan biarkan kuasa kegelapan menguasai kita.
Jangan mudah dihasut dan disesatkan. Jangan mudah diperdaya orang. Jangan mudah disesatkan setan. Jangan mengkiblatkan agama dan iman kepada seseorang, karena kiblat iman dan agama adalah kepada Tuhan !
Agama hanya bermanfaat bagi orang-orang yang mau menerima, mengimani dan menjalankannya dengan benar. Adanya keberagaman kehidupan mahluk ciptaan Tuhan yang bermacam-macam itu justru menjadi ajang pembuktian apakah dalam kehidupan ini seseorang termasuk sebagai mahluk Tuhan yang mulia berdasarkan keimanan, kepribadian, dan perilakunya, ataukah, walaupun beragama dan beribadah, tetapi termasuk sebagai mahluk liar dan berakhlak rendah yang tak berharga di mata Tuhan.
Mudah-mudahan ini bisa menjadi kebijaksanaan bagi kita, menjadi kebijaksanaan yang bersifat kesepuhan.  
Tuhan tidak bisa diklaim sebagai milik seseorang atau segolongan orang, atau diklaim sebagai milik agama tertentu, apalagi sampai mengkafirkan atau menganiaya dan membunuhi orang lain dengan dalih agama atau mengatasnamakan Tuhan.

Tuhan yang berkuasa atau semua mahluk ciptaanNya, bukan kita yang berkuasa memiliki atau menguasai Tuhan. Jangan mengklaim Tuhan sebagai milik kita sendiri.
Tuhan tidak berada di bawah agama, Tuhan ada di atas agama. Justru agama diberikan supaya manusia dapat mengenal Tuhan.
Mengerti tentang kegaiban yang dialami manusia saja tidak mampu, bagaimana dapat mengerti dan mengenal Tuhan yang sejatinya adalah sumber dari segala kegaiban ?  Itulah keterbatasan pikiran dan akal budi manusia. Karena itulah Allah membekali manusia dengan roh, supaya dengan rohnya manusia dapat mengerti kegaiban hidup dan mengenal Allah dan jalan yang benar menuju Allah, supaya manusia tidak hanya berkeras diri kukuh membela ajaran-ajaran, dogma dan doktrin yang membelenggu akal sehat, yang ia sendiripun tidak mengetahui kebenarannya (bisanya hanya percaya saja pada ajaran agamanya), dan supaya manusia memiliki hikmat kebijaksanaan dalam dirinya tentang Allah dan kebenaranNya.
Seharusnya segala macam agama dan ibadah mengantarkan manusia kepada pribadi dan akhlak yang mulia
Itulah tujuan diberikannya agama kepada manusia, yaitu supaya manusia mengenal Tuhan-nya, dan hidup sebagai manusia yang sudah mengenal Tuhan, tidak lagi hidup seperti manusia yang tidak mengenal Tuhan, dan untuk menjadi sarana manusia dalam membina hubungan yang pribadi dengan Tuhan-nya.

Agama itu pada dasarnya mengajar manusia untuk mengenal Tuhan (Gusti Allah). 
Agama adalah jalan.  
Tujuannya adalah Tuhan. 

Secara roh dan batinnya, manusia mengenal suatu Roh Agung yang disebut Tuhan. Tetapi manusia tidak dapat mengenal Tuhan secara langsung dan tidak dapat mencapai-Nya secara langsung, sehingga manusia tidak dapat mengenal Allah dengan benar. Manusia hanya bisa percaya saja, sesuai panggilan batinnya, dan sesuai ajaran dalam kepercayaan / agama. Sesuai panggilan batinnya manusia mencari Tuhan, tetapi karena ketidak-tahuan tentang Allah yang benar, banyak manusia yang jatuh ke jalan ibadah dan penyembahan yang salah.Kebatinan Dan Agama

Tetapi seringkali manusia salah dalam memahami agama, seolah-olah agama adalah tujuan. Banyak orang menjadikan agama sebagai tujuan, menjunjung-junjung agama, meninggi-ninggikan agama, mempertuhankan agama, menjadikan agama sebagai Tuhan yang bila orang sudah beragama dianggap tujuannya kepada Tuhan sudah tercapai, semuanya dianggap benar bila sudah beragama, dan memaksakan agamanya kepada orang lain dan meng-kafir-kan agama lain yang tidak sejalan. Orang buta menuntun orang buta.

Banyak orang yang membuat agama menjadi tujuan, bukan menjadikan agama sebagai jalan menuju Tuhan. Kesucian hati, kepribadian yang mulia dan perbuatan-perbuatan yang mulia yang menuntun dan mengarahkan manusia menjadi mahluk mulia tidak diutamakan. Manusia lebih mengutamakan cinta diri, kesombongan dan kehormatan diri, dan ke-Aku-an. Kesombongan agama dan cinta diri, merasa diri mahluk mulia menjadikan banyak orang memaksakan agamanya kepada orang lain dan menghakimi agama yang lain sebagai sesat. Bahkan orang menindas, menganiaya dan membunuh dengan mengatasnamakan agama dan Tuhan. Perbuatannya itu sama sekali tidak memuliakan agama dan Tuhan, malah menjadikan nama agama dan Tuhan menjadi hina dan nista. Bahkan ada juga orang yang sama sekali tidak mulia, yang menghasut dan memfitnah agama dan kepercayaan lain untuk menjadikan agamanya sendiri banyak pengikutnya. Tujuannya rendah, hanya berambisi menjadikan agamanya sebagai agama yang paling banyak pengikutnya dan menjadikan agamanya berkuasa, bukannya dimanfaatkan untuk semakin dirinya mengenal Tuhan dengan benar.

Agamis vs Religius

Agamis  dipahami sebagai sikap perilaku manusia yang (terlihat) menonjol sekali perilakunya sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya dan dalam kehidupannya sehari-hari tergambar juga kerajinannya dalam beribadah formal.

Pada kalangan agamis, mereka menjaga benar semua perilaku, perbuatan, ucapan dan penampilan, supaya sesuai dan tidak menyimpang dari ajaran agamanya. Banyak juga yang ucapan dan penampilannya mengikuti tradisi budaya dalam agamanya, sehingga walaupun hanya sekilas saja, orang lain akan dapat melihat / mengetahui jalan keagamaannya.

Sebagian besar kalangan agamis secara psikologis menganggap bahwa agama adalah perwujudan dari Tuhan dan perintah-perintahNya, sehingga mereka akan melakukan apa saja untuk "memuliakan" agamanya dan menyelaraskan dirinya dengan agamanya. Kerajinan beribadah dijadikan standar kesalehan.

Tetapi sayangnya ada sebagian dari kalangan agamis ini yang hanya mengedepankan sisi formal peribadatan saja dan menganggap keimanan hanya terkait dengan kerajinan beribadah formal dan pemenuhan kewajiban agama yang formal. Sebagian dari mereka tidak menjaga  "kesucian"  perbuatan-perbuatan mereka karena menganggap bahwa semua perbuatan jeleknya akan dapat "ditebus" ,  dapat "dicuci",  dengan "pahala" dari kerajinan beribadah dan pemenuhan kewajiban formal.  Tidak menjaga "kebersihan".  Hidupnya kotor dengan perbuatan-perbuatan "haram". Isi perutnya hasil dari perbuatan-perbuatan haram dan sandang-nya barang-barang panas dan haram.

Religius  dipahami sebagai sikap perilaku manusia yang tidak menonjolkan perilaku agamis dan peribadatan formal, tetapi dalam kehidupannya sehari-hari mereka memegang teguh kepercayaannya dan menjaga kesucian perbuatan sesuai dengan kepercayaan yang mereka anut.

Kalangan religius memandang bahwa agama, ibadah, kepercayaan dan juga akhlak adalah masalah hatibatin, yang semuanya tidak harus selalu tercermin dalam peribadatan formal dan perbuatan-perbuatan yang kelihatan mata. Mereka menganggap bahwa manusia tidak dinilai hanya dari amal atau ibadahnya saja, tetapi juga dari akhlaknya dan dari pribadinya yang mulia. Karena itu ibadah mereka tidak semua tercermin dalam peribadatan dan kepercayaan formal. Ibadah mereka yang sesungguhnya ada di dalam hati. 

Kalangan religius tidak mengedepankan kehidupan agamis dan peribadatan formal dan perbuatan-perbuatan agamis lain yang kelihatan mata, tetapi lebih mengutamakan memegang teguh kepercayaannya dan menjaga kelurusan perbuatan-perbuatan mereka sesuai isi kepercayaan mereka. Walaupun juga menjalankan peribadatan 
formal, tetapi mereka memiliki ‘kebijaksanaan’ sendiri mengenai keTuhanan, yaitu kehidupan kepercayaan yang didasari pada kepercayaan ketuhanan dan nilai-nilai budi pekerti yang diajarkan dalam agamanya, yang semuanya menyatu di dalam hati menjadi kepercayaan yang bersifat pribadi, yang mengisi hidup mereka dan dijalankan sepenuh hati, walaupun sikap kepercayaannya itu tidak formal kelihatan oleh orang lain. 
  
Itulah cerminan dari sikap kebatinan dan perilaku manusia yang terkait dengan kehidupan berkepercayaan, beragama dan berketuhanan.
Sebagian orang lebih cenderung mengedepankan kehidupan yang agamis.
Sebagian lagi lebih cenderung mengedepankan kehidupan yang tidak agamis, tetapi mereka religius.
Sebagian lainnya membina kehidupan yang agamis, sekaligus religius.
Sebagian lainnya tidak mementingkan urusan agama dan religi, lebih mengedepankan kepentingan duniawinya.
Sebagian lainnya tidak mementingkan urusan agama dan religi, hidup dengan prinsip hidupnya sendiri.
Sebagian lainnya tidak mau mengedepankan sikap percaya kepada Tuhan, juga tidak mau berketuhanan, lebih mengedepankan kehidupan yang rasional dan mengedepankan kemampuan manusia sendiri dalam hidupnya.
Sebagian lainnya berperilaku munafik, sok suci, sok agamis, sok religius, karena sebenarnya mereka tidak suci, tidak agamis dan juga tidak religius, hanya supaya kelihatan baik saja di mata orang lain.
0
594
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan