- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
“Pembangunan Manusia Seutuhnya”, Memastikan Kepemimpinan Indonesia Pada Era Mellenia


TS
dikuncibro
“Pembangunan Manusia Seutuhnya”, Memastikan Kepemimpinan Indonesia Pada Era Mellenia
Opini, sketsindonews – Dalam perjalanan sejarah 72 tahun Indonesia merdeka, sejak diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, pembangunan nasional Indonesia diawali pelaksanaannya pada masa Presiden Soekarno selaku presiden pertama Republik Indonesia, selama 22 tahun berkuasa.
Pembangunan nasional pada masa Presiden Soekarno, bagi negara yang baru diproklamirkan, tentunya dilaksanakan dengan segala keterbatasan. Dengan prioritas pada pembangunan politik bernegara dan berbangsa, melalui upaya konsolidasi dan penataan organisasi pemerintahan Indonesia.
Kinerja pemerintahan Soekarno, berhasil meletakkan “pondasi negara” yang sangat kokoh bagi kesatuan dan persatuan kehidupan berbangsa dan bernegara yang memiliki banyak keberagaman suku bangsa.
Kita sadari bersama bahwa keamanan dan ketertiban negara, sebagai dampak adanya ikatan kuat dalam persatuan dan kesatuan Indonesia, merupakan prasyarat utama dalam melaksanakan pembangunan nasional.
Tahapan pembangunan nasional berikutnya dalam mengisi kemerdekaan, dilanjutkan oleh Soeharto sebagai presiden RI kedua selama 32 tahun. Pembangunan nasional pada masa Soeharto memprioritaskan pada pembangunan bidang ekonomi. Pembangunan dalam bidang sosial hanya didekati pada “hilirnya” melalui bantuan sosial semata, sedangkan pada “hulunya” yaitu penyebab yang terstruktur kurang mendapat perhatian. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan negara yang kurang ramah bagi ketidakberdayaan masyarakat dalam mengakses sumber daya pembangunan.
Prinsip keadilan sosial bagi seluruh pendududk dimanapun berada, tidak dijalankan dengan optimal. Sehingga banyak memunculkan kesenjangan yang luas dan dalam dalam perbagai sudut pandang pembangunan politik.
Bila dianalisa tentang anatomi perkembangan pertumbuhan ekonomi pada masa lalu sampai saat ini, terpampang nyata bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai akibat besarnya jumlah penduduk Indonesia yang dijadikan pasar bagi produksi barang negara lain, atau pertumbuhan ekonomi yang “anomali”. Karena pertumbuhan ekonomi Indonesia bukan karena banyaknya produksi barang atau jasa dari produksi masyarakat dan atau perusahaan Indonesia yang dibeli oleh negara lain (pertumbuhan ekonomi secara normal), sehingga menghasilkan pendapatan bagi negara secara langsung ataupun tidak langsung.
Dengan demikian peran pemerintah sebagai regulator sekaligus pengelola kekayaan negara dalam melaksanakan tanggung jawab kemajuan pembangunan yang mensejahterakan seluruh penduduk tidak berjalan efektif.
Sampai saat ini, kemampuan masyarakat membayar barang produksi luar tersebut mengandalkan pendapatan dari adanya kegiatan yang terkait dengan anggaran pembangunan negara (APBN). Sedangkan APBN Indonesia juga menumpukan sumber pendapatan negara dari hasil eksflorasi kekayaan alam oleh negara lain sebagai konsensinya dan atau dari hutang. Situasi ini akibat kebijakan pembangunan ekonomi yang salah dan melibatkan banyak oknum dalam pemerintahan dalam waktu yang cukup lama.
Sehingga akibat banyaknya oknum yang mengedepankan kepentingan pribadi, cenderung menjadi “budaya” pemerintahan yang korup. Pada gilirannya konstruksi ekonomi tersebut menghasilkan banyak perusahaan “konglemarasi dan monopoli” pada sekelompok komunitas dan terjadi akumulasi yang berlebih bagi kapital pada sekelompok masyarakat dan akumulasi investasi di pulau Jawa. Kondisi sebaliknya di wilayah lainnya. yang mengakibatkan terjadi kesenjangan akumulasi kapital yang sangat lebar antara perusahaan-perusahaan besar nasional dibandingkan dengan gabungan perusahaan-perusahaan kecil dan menengah. Selain itu juga terjadi kesenjangan perkembangan pmbangunan antar wilayah, terutama antara wilayah pulau Jawa dengan wilayah lainnya. Hal ini ditengarai juga akibat kekuasaan yang tersentral hanya di pemerintahan pusat saja.
Selain itu, kondisi ini akan mengakibatkan habisnya kekayaan alam, semakin lebar kesenjangan pembangunan dan kesejahteraan antar masyarakat maupun antar wilayah, disertai semakin banyaknya hutang negara dan juga semakin banyak masyarakat yang miskin yang akan bermuara pada bangkrutnya negara menuju kegagalan fungsi negara.
Sebagai akibat anomali pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut, maka akan menghasilkan perusahaan nasional dengan ketahanan ekonomi yang rendah. Hal ini akibat banyaknya perusaahan nasional Indonesia yang tumbuh dari proses hubungan yang “anomali” secara ekonomis. Dimana perusahan yang dihasilkan dari hubungan pemerintah yang korup dengan pengusaha yang berperan sebagai “tengkulak” bagi kepentingan perusahaan atau negara lain.
Bukan perusahaan yang tumbuh dari hubungan yang normal antara pengguna (konsumen) dengan penyedia (produsen) yang saling menguntungkan. Sehingga pada saat terjadinya krisis ekonomi dunia pada tahun 1998, menimbulkan krisis multi dimensial bagi pemerintahan yang berkuasa di Indonesia, yang mengakibatkan pengunduran diri Soeharto sebagai presiden.
Semangat mengkoreksi pembangunan orde baru tersebutlah masa reformasi kita laksanakan bersama dengan paradigma tata kelola pemerintahan yang baik yang bersandar kepada kedaulatan rakyat (demokrasi) sebagai sentralnya.
Tantangan dan Hambatan
Setelah hampir 20 tahun perjalanan reformasi yang kita laksanakan bersama, telah banyak diterbitkannya produk perundang-undangan dalam menjabarkan perintah konstitusi hasil amandemen yang ditetapkan. Terutama untuk mewujudkan adanya sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik, yang merepresentasikan kedaulatan rakyat sebagai sentralnya.
Dimana rakyat memilih secara langsung melalui pemilihan umum pasangan presiden dan wakil presiden serta pasangan kepala daerah di berbagai wilayah masing-masing, yang dipercaya untuk menjadi kepala pemerintahan sekaligus kepala negara, serta kepala daerah, selama lima tahun.
Pada saat yang sama, rakyat juga memilih anggota DPR RI dan anggota DPRD untuk menjadi wakil rakyat dalam menyusun dan menyetujui anggaran yang pembangunan nasional setiap tahun, serta menyusun, menetapkan dan mengawasi pelaksanaan undang-undang yang telah diterbitkan. Tentu saja kita harapkan bersama bahwa rakyat memilih berdasarkan informasi tentang program dan rekam jejak yang disampaikan pada saat kampanye politik oleh para calon terpilih tersebut.
Untuk mencapai harapan ini, kita sadari bersama bahwa tantangan terbesarnya adalah rendahnya kualitas penduduk Indonesia, dimana pada awal reformasi, jumlah penduduk Indosnesia yang berkualitas kurang dari sepuluh persen, maka sulit diharapkan pelaksnaan demokrasi dapat berkualitas yang akan mampu mempercepat kemajuan dan kesejahteraan negara tersebut.
Karena kulitas berdasarkan statisistik, demokrasi yang berkualitas, mutlak membutuhkan minimal dua puluh persen penduduk yang setara starata satu atau sarjana. Sehingga pada saat semua janji politik calon pasangan presiden yang terpilih oleh mayoritas masyarakat karenanya, diterjemahkan secara “teknokrasi” menjadi prioritas pembangunan nasional, sekaligus memastikan adanya dukungan dan partisifasi dari seluruh rakyat yang telah memilihnya.
Demikian juga pasangan presiden terpilih, harus memastikan seluruh informasi yang dijanjikan saat kampanye politik cukup realistis. Pembangunan yang akan mensejahterakan rakyat juga harus sejalan dengan tunjuan pembangunan nasional jangka panjang.
Hal yang sama dalam peroses keterpilihan anggota DPR RI dan DPRD telah berkesesuaian antara “track record” kinerja dan kemampuan personal yang tertpilih dengan tugas dan fungsi serta wewenang legeslatif yang akan menjadi mandatnya.
Untuk mendukung pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik, maka peran pers yang berintegritas dan berkualitas dalam menyampaikan informasi dinamika perkembangan penyelengaraan kekuasaan oleh pemerintahan diharapkan dapat menyampaikan dengan baik, berimbang serta terbuka semua informasi yang ada.
Selain itu sangat dibutuhkan penegakkan hukum yang berkeadilan dalam menjaga pelaksanaan kebijakan peraturan perundang-undangan yang ada telah sesuai dengan ketentuan peraturan oerundang-undangan tersebut.
Dari seluruh analisa tentang perjalanan sejarah dinamika pembangunan nasional Indonesia pada berbagai dimensi bernegara dan berbangsa di atas, nampak bahwa sangat dibutuhkan peran aktif dari penduduk yang berkualitas dalam memastikan keberhasilan pelaksanaan sistem tata kelola pemerintahan yang baik. Dimana sampai saat ini, sejalan dengan status Indonesia sebagai negara yang terjebak pada “middle trap income” serta kualitas demokrasi yang rendah, serta rendahnya produksi Indonesia, yang bersumber dari rendahnya kualitas penduduk Indonesia sampai saat ini.
Permasalahan Kependudukan Indonesia
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, hasil sensus tahun 2010 sebagai berikut:
(Ilustrasi cara pandang pembangunan kualitas kependudukan)

Menyadari bahwa penduduk sebagai obyek pembangunan, juga sebagai subyek pembangunan itu sendiri, sehingga penduduk yang berkualitas sebagai obyek pembangunan, akan efektif berpatisifasi dalam pembangunan berbagai bidang.
Demikian pula penduduk selaku subyek pembangunan, akan mampu merumuskan, melaksnakan dan mengendalikan pemanfaatan dan keberlanjutan perkembangan lingkungan alam kehidupan wilayah sekitarnya. Sehingga akan dipastikan terjadinya nilai tambah atas interaksi kedua unsur kehidupan ini, penduduk yang berkualitas dengan lingkungan alam wilayah sekitarnya sebagai pendukung kehidupan.
Dimana hasil pemanfaatan sumber daya alam yang ada akan menjadi barang produksi masyarakat Indonesia dalam mendatangkan devisa negara.
Demikan pula bagi pembangunan politik Indonesia, akan dapat diwujudkan pelaksanaan demokrasi yang berkualitas, sehingga tata kelola pemerintahan yang baik akan mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat Indonesia secara berkeadilan.


Hanibal Hamidi.
*Penulis adalah seorang Dokter yang juga peserta didik program Doktoral pada Institut Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
Selengkapnya bisa diklik di link bawah ini
Sumber
Pembangunan nasional pada masa Presiden Soekarno, bagi negara yang baru diproklamirkan, tentunya dilaksanakan dengan segala keterbatasan. Dengan prioritas pada pembangunan politik bernegara dan berbangsa, melalui upaya konsolidasi dan penataan organisasi pemerintahan Indonesia.
Kinerja pemerintahan Soekarno, berhasil meletakkan “pondasi negara” yang sangat kokoh bagi kesatuan dan persatuan kehidupan berbangsa dan bernegara yang memiliki banyak keberagaman suku bangsa.
Kita sadari bersama bahwa keamanan dan ketertiban negara, sebagai dampak adanya ikatan kuat dalam persatuan dan kesatuan Indonesia, merupakan prasyarat utama dalam melaksanakan pembangunan nasional.
Tahapan pembangunan nasional berikutnya dalam mengisi kemerdekaan, dilanjutkan oleh Soeharto sebagai presiden RI kedua selama 32 tahun. Pembangunan nasional pada masa Soeharto memprioritaskan pada pembangunan bidang ekonomi. Pembangunan dalam bidang sosial hanya didekati pada “hilirnya” melalui bantuan sosial semata, sedangkan pada “hulunya” yaitu penyebab yang terstruktur kurang mendapat perhatian. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan negara yang kurang ramah bagi ketidakberdayaan masyarakat dalam mengakses sumber daya pembangunan.
Prinsip keadilan sosial bagi seluruh pendududk dimanapun berada, tidak dijalankan dengan optimal. Sehingga banyak memunculkan kesenjangan yang luas dan dalam dalam perbagai sudut pandang pembangunan politik.
Bila dianalisa tentang anatomi perkembangan pertumbuhan ekonomi pada masa lalu sampai saat ini, terpampang nyata bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai akibat besarnya jumlah penduduk Indonesia yang dijadikan pasar bagi produksi barang negara lain, atau pertumbuhan ekonomi yang “anomali”. Karena pertumbuhan ekonomi Indonesia bukan karena banyaknya produksi barang atau jasa dari produksi masyarakat dan atau perusahaan Indonesia yang dibeli oleh negara lain (pertumbuhan ekonomi secara normal), sehingga menghasilkan pendapatan bagi negara secara langsung ataupun tidak langsung.
Dengan demikian peran pemerintah sebagai regulator sekaligus pengelola kekayaan negara dalam melaksanakan tanggung jawab kemajuan pembangunan yang mensejahterakan seluruh penduduk tidak berjalan efektif.
Sampai saat ini, kemampuan masyarakat membayar barang produksi luar tersebut mengandalkan pendapatan dari adanya kegiatan yang terkait dengan anggaran pembangunan negara (APBN). Sedangkan APBN Indonesia juga menumpukan sumber pendapatan negara dari hasil eksflorasi kekayaan alam oleh negara lain sebagai konsensinya dan atau dari hutang. Situasi ini akibat kebijakan pembangunan ekonomi yang salah dan melibatkan banyak oknum dalam pemerintahan dalam waktu yang cukup lama.
Sehingga akibat banyaknya oknum yang mengedepankan kepentingan pribadi, cenderung menjadi “budaya” pemerintahan yang korup. Pada gilirannya konstruksi ekonomi tersebut menghasilkan banyak perusahaan “konglemarasi dan monopoli” pada sekelompok komunitas dan terjadi akumulasi yang berlebih bagi kapital pada sekelompok masyarakat dan akumulasi investasi di pulau Jawa. Kondisi sebaliknya di wilayah lainnya. yang mengakibatkan terjadi kesenjangan akumulasi kapital yang sangat lebar antara perusahaan-perusahaan besar nasional dibandingkan dengan gabungan perusahaan-perusahaan kecil dan menengah. Selain itu juga terjadi kesenjangan perkembangan pmbangunan antar wilayah, terutama antara wilayah pulau Jawa dengan wilayah lainnya. Hal ini ditengarai juga akibat kekuasaan yang tersentral hanya di pemerintahan pusat saja.
Selain itu, kondisi ini akan mengakibatkan habisnya kekayaan alam, semakin lebar kesenjangan pembangunan dan kesejahteraan antar masyarakat maupun antar wilayah, disertai semakin banyaknya hutang negara dan juga semakin banyak masyarakat yang miskin yang akan bermuara pada bangkrutnya negara menuju kegagalan fungsi negara.
Sebagai akibat anomali pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut, maka akan menghasilkan perusahaan nasional dengan ketahanan ekonomi yang rendah. Hal ini akibat banyaknya perusaahan nasional Indonesia yang tumbuh dari proses hubungan yang “anomali” secara ekonomis. Dimana perusahan yang dihasilkan dari hubungan pemerintah yang korup dengan pengusaha yang berperan sebagai “tengkulak” bagi kepentingan perusahaan atau negara lain.
Bukan perusahaan yang tumbuh dari hubungan yang normal antara pengguna (konsumen) dengan penyedia (produsen) yang saling menguntungkan. Sehingga pada saat terjadinya krisis ekonomi dunia pada tahun 1998, menimbulkan krisis multi dimensial bagi pemerintahan yang berkuasa di Indonesia, yang mengakibatkan pengunduran diri Soeharto sebagai presiden.
Semangat mengkoreksi pembangunan orde baru tersebutlah masa reformasi kita laksanakan bersama dengan paradigma tata kelola pemerintahan yang baik yang bersandar kepada kedaulatan rakyat (demokrasi) sebagai sentralnya.
Tantangan dan Hambatan
Setelah hampir 20 tahun perjalanan reformasi yang kita laksanakan bersama, telah banyak diterbitkannya produk perundang-undangan dalam menjabarkan perintah konstitusi hasil amandemen yang ditetapkan. Terutama untuk mewujudkan adanya sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik, yang merepresentasikan kedaulatan rakyat sebagai sentralnya.
Dimana rakyat memilih secara langsung melalui pemilihan umum pasangan presiden dan wakil presiden serta pasangan kepala daerah di berbagai wilayah masing-masing, yang dipercaya untuk menjadi kepala pemerintahan sekaligus kepala negara, serta kepala daerah, selama lima tahun.
Pada saat yang sama, rakyat juga memilih anggota DPR RI dan anggota DPRD untuk menjadi wakil rakyat dalam menyusun dan menyetujui anggaran yang pembangunan nasional setiap tahun, serta menyusun, menetapkan dan mengawasi pelaksanaan undang-undang yang telah diterbitkan. Tentu saja kita harapkan bersama bahwa rakyat memilih berdasarkan informasi tentang program dan rekam jejak yang disampaikan pada saat kampanye politik oleh para calon terpilih tersebut.
Untuk mencapai harapan ini, kita sadari bersama bahwa tantangan terbesarnya adalah rendahnya kualitas penduduk Indonesia, dimana pada awal reformasi, jumlah penduduk Indosnesia yang berkualitas kurang dari sepuluh persen, maka sulit diharapkan pelaksnaan demokrasi dapat berkualitas yang akan mampu mempercepat kemajuan dan kesejahteraan negara tersebut.
Karena kulitas berdasarkan statisistik, demokrasi yang berkualitas, mutlak membutuhkan minimal dua puluh persen penduduk yang setara starata satu atau sarjana. Sehingga pada saat semua janji politik calon pasangan presiden yang terpilih oleh mayoritas masyarakat karenanya, diterjemahkan secara “teknokrasi” menjadi prioritas pembangunan nasional, sekaligus memastikan adanya dukungan dan partisifasi dari seluruh rakyat yang telah memilihnya.
Demikian juga pasangan presiden terpilih, harus memastikan seluruh informasi yang dijanjikan saat kampanye politik cukup realistis. Pembangunan yang akan mensejahterakan rakyat juga harus sejalan dengan tunjuan pembangunan nasional jangka panjang.
Hal yang sama dalam peroses keterpilihan anggota DPR RI dan DPRD telah berkesesuaian antara “track record” kinerja dan kemampuan personal yang tertpilih dengan tugas dan fungsi serta wewenang legeslatif yang akan menjadi mandatnya.
Untuk mendukung pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik, maka peran pers yang berintegritas dan berkualitas dalam menyampaikan informasi dinamika perkembangan penyelengaraan kekuasaan oleh pemerintahan diharapkan dapat menyampaikan dengan baik, berimbang serta terbuka semua informasi yang ada.
Selain itu sangat dibutuhkan penegakkan hukum yang berkeadilan dalam menjaga pelaksanaan kebijakan peraturan perundang-undangan yang ada telah sesuai dengan ketentuan peraturan oerundang-undangan tersebut.
Dari seluruh analisa tentang perjalanan sejarah dinamika pembangunan nasional Indonesia pada berbagai dimensi bernegara dan berbangsa di atas, nampak bahwa sangat dibutuhkan peran aktif dari penduduk yang berkualitas dalam memastikan keberhasilan pelaksanaan sistem tata kelola pemerintahan yang baik. Dimana sampai saat ini, sejalan dengan status Indonesia sebagai negara yang terjebak pada “middle trap income” serta kualitas demokrasi yang rendah, serta rendahnya produksi Indonesia, yang bersumber dari rendahnya kualitas penduduk Indonesia sampai saat ini.
Permasalahan Kependudukan Indonesia
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, hasil sensus tahun 2010 sebagai berikut:


Menyadari bahwa penduduk sebagai obyek pembangunan, juga sebagai subyek pembangunan itu sendiri, sehingga penduduk yang berkualitas sebagai obyek pembangunan, akan efektif berpatisifasi dalam pembangunan berbagai bidang.
Demikian pula penduduk selaku subyek pembangunan, akan mampu merumuskan, melaksnakan dan mengendalikan pemanfaatan dan keberlanjutan perkembangan lingkungan alam kehidupan wilayah sekitarnya. Sehingga akan dipastikan terjadinya nilai tambah atas interaksi kedua unsur kehidupan ini, penduduk yang berkualitas dengan lingkungan alam wilayah sekitarnya sebagai pendukung kehidupan.
Dimana hasil pemanfaatan sumber daya alam yang ada akan menjadi barang produksi masyarakat Indonesia dalam mendatangkan devisa negara.
Demikan pula bagi pembangunan politik Indonesia, akan dapat diwujudkan pelaksanaan demokrasi yang berkualitas, sehingga tata kelola pemerintahan yang baik akan mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat Indonesia secara berkeadilan.


Hanibal Hamidi.
*Penulis adalah seorang Dokter yang juga peserta didik program Doktoral pada Institut Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
Selengkapnya bisa diklik di link bawah ini
Sumber
0
907
10


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan