Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dwpkupleAvatar border
TS
dwpkuple
Cintaku Orang Punya
                Ular besi itu masih gagah membelah lembah di tanah Sunda pagi itu, pengamen pengamen pun berbarit dari gerbong ke gerbong mencari receh dari hasil jualan suaranya, sedang aku masih sibuk dengan buku ku sambil sesekali melihat jendela yang tak bertepi, sesekali memberi sedikit rezeki ku kepadaa pengamen yang mondar mandir menjajakan lagu dengan kecapi

“Ayo Rende Rende, Stasiun Rende” Sahut pedagang dengan lantang bak informan lepas di kereta

                Aku turun, sedikit melompat, menjajakan kaki di kerikil putih, dengan cepat menghampiri warung kopi, terilah disana beberapa pengamen sudah asik dengan tembakau mereka, ada yang melinting, ada yang mesih meraciknya dengan cengkeh dan beberapa rempah rempah, alunan musuk Sunda tak berhenti malah makin mengema, beberapa tawa pun cekakak cekikik, sahut menyahut diantara banyolan mereka, tepat dibawah pohon nangka, rimbunnya meneduh mengajak berkumpul dan bercengkrama, mengajak untuk tidak bekerja, dan bermalas malas saja menikmati hidup.
                Secangkir kopi hitam pun datang, kusambut senyum wanita muda yang putus sekolah itu, lenggak lenggok tubuhnya masuk kembali kedalam warung, kusambut kopi ini dengan sebatang rokok dan bara yang kupinjam dari salah satu pengamen itu, entahlah aku memang selalu lupa membawa korek, lagi pula jika membelinya akan hilan dalam sekejap, toledor memang, tapi kuanggap ini menjadi suatu aja ng silaturahmi antar perokok secara tidak langsung membuka ombrolan.

Ti mana mang?” Ucapnya dalam bahasa Sunda
“Cimahi A?” Jawabku
“Eleuh sami atuh abdi ge Cimahi, palih mana?” Tanya dia penasaran
“Tipar A, terang?” Jawabku lagi sambil menyambar kopi
“Aduh si Mamang, abdi Lapangan Tembak”  Kata pengamen itu antusias
“Oh deket atuh he he he” Jawabku, kehabisan kata
He’eh Mang he he he” Jawab dia

                Tak bisa di pungkiri, Nusantara ini penuh dengan basa basi, walau pun hanya menebar senyum, tentu akan dibalas biasanya, mungkin akan disalah artikan jika berada di luar negeri, akan terihat aneh dan gila.

Punten Mang, Tinggal heula neang receh” Katanya
”Oh nya muhun”  Ku akhiri dengan senyum

                Tak lama ia pergi, aku pun segera membayar kopi ku dan pergi ke perternakanku, ya beberapa orang aneh, mengapa jauh sekali aku mempunyai perternakan, aku pun begitu sedikit tersiksa, tapi apa mau di kata, aku mengurus yang bukan tanahku sendiri disini, ini tanah hibah dari kakakku, dia menyuruhku untuk mengelolanya, padahal aku pun bingung harus diapakan tanah ini, dan pada akhirnya aku mencoba peruntungan berternak Itik disini, dan ternyata memang sangan sulit mempunyai perternakan yang jauh dari rumah, aku harus sangan pintar mengelola waktu, dimana aku harus siap dengan pakan, dimana aku harus menjadi sedikit rajin bangun pagi, untuk menyiapkan segala macan yang akan ku bawa kesana, tapi dari pada mengeluh,lebih baik aku jalani dulu saja, entahlah akan bagai mana kedepannya.
                Di tengah hutan tepatnya, aku berjalan diantaran semak dan ilalang kecil, irama Walang Sangit sahut menyahut, memberi tanda wilayah kekuasaan mereka, atau entah sedang musim kimpoi, ini lebih riuh dari biasanya, saat berjalan aku menjadi sangan waspada, karna beberapa waktu aku melihat Ular yang berjalan disini, setidaknya insting bertahan hidup menjadi timbul disini, saat berjalan aku memwa tongkatdari kayu singkong yang sudah sedikit kuhaluskan, dan begini lah orang Kota saat ke Desa, menjadi penakut, begitu pula orang Desa ke Kota, bahaya selalu ada entah dari alam atau dari diri kita sendiri, padahal alam, dan tanpa di pungkiri diri kita adalah sumber bahaya dari alam, alam yang sudah dibuat asri sedimikian rupa, di ratakan untuk kepentingan manusia, sedangkan saat alam ingin mengambil jatah mereka, kita sebut itu bencana alam, entahlah.
                Sesampainya di perternakan, Itik – Itik pun sudah berteriak kelaparan, aku bagaikan Raja ynag di elu elukan, ya di elu elukan para hewan,  tangan pun sigap mecampur beberapa ramun menjadi pakan yang begizi untuk para Itik, semua ini kupelajari otodidak dari membaca, disana ada dedek atau kulit padi yang sudah dihaluskan, ada ampas tahu, ada sayur sayur sisa yang kuambil gratis dati para pedagan pasar saat shubuh tadi.
                Setelah selesai meramu, langsung kuberi kepada Itik itik yang kelaparan tadi, dan sebagai imbalan dari mereka memberi telur telur yang nantinya bisa kujual di pasar, jujur aku sebenarnya sangat menyukai pekerjaan ini, setidaknya pekerjaan untuk pensiunan Bank yang salah mengambil keputusan, aku kadang memang sedikit menyesal mengapa aku tak memutuskna berkarir saja saat itu, malah memilih untuk berwirausaha, padahal jabatan yang ditawarkan pun sudah sangan tinggi saat itu, tapi entahlah apa yang memanggilku kesini, tapi setidaknya ini membuatku bahagia setidaknya bisa untuk menutupi kebutuhan ku dan anak – anaku.
                Sore telah tiba, aku pun segera merapihkan kandang ini, dan bergegas ke warung kopi sambil menunggu kereta, dan disana ada beberapa orang asing terlihan, juga wanita itu.... yang wanita itu.. kisah ini baru saja akan di mulai sobat
Diubah oleh dwpkuple 07-08-2018 09:09
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
478
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan