- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Hadiri Seminar Mahasiswa, Sandi Singgung Panasnya Pilpres 2019


TS
devi.jon
Hadiri Seminar Mahasiswa, Sandi Singgung Panasnya Pilpres 2019

Quote:
Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menjadi narasumber dalam seminar bagi mahasiswa se-Indonesia bertajuk National Leadership Camp 2018. Dalam sambutannya, dia menyinggung panasnya suhu politik jelang Pilpres 2019.
National Leadership Camp 2018 digelar di Auditorium PPPPTK Bahasa, Jl Gardu, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Sabtu (28/7/2018). Wali Kota Jakarta Selatan, Marullah Matali, hadir dalam acara ini.
"Saya mengajak Wali Kota Jakarta Selatan ustaz haji Marullah Matali. Biasanya profesinya wali kota tapi sampingannya ustaz. Ini ustaz yang sampingannya wali kota. Pak Marullah baru saja dilantik oleh Bapak Gubernur di Balai Kota 2-3 minggu yang lalu. Mari kita doakan beliau agar bisa amanah fatonah sidiq dan tablig dalam membangun Jakarta Selatan. Amin," kata Sandi mengawali sambutannya.
Sandi kemudian bicara soal bagaimana membangun kolaborasi dan kontribusi pemuda Indonesia di era global. Dia mengatakan, anak muda harus ditanamkan konsep entrepreneurship dan leadership.
"Sebuah kewirausahaan akan menghasilkan kepemimpinan yang baik. Bagaimana pemimpin itu lahir karena mereka bisa think outside the boxdan melihat di balik setiap krisis ada peluang dan di setiap kesulitan ada kemudahan," ucapnya.
Sandi kemudian menyinggung soal tahun politik jelang Pilpres 2019. Dia menilai esensi dari demokrasi saat ini sudah dilupakan.
"Tahun ini dan sekarang semakin sering disebut tahun politik. 2017 katanya tahun politik, kok 2018 tahun politik juga? 2019 tahun politik lagi. Kok politik terus kapan kerjanya? Tapi ini tidak bisa dipisahkan dari kita kalau ini demokrasi," ucapnya.
"Saya yakin kalau kita ngikutin media sosial, WA grup, pemberitaan di televisi mainstream yang hanya dibahas politik elektoral terus. Siapa pasangan siapa, partai mana sama partai mana, bagaimana saling menjatuhkan, memecah belah. Esensi dari demokrasi itu dilupakan sama sekali. Padahal kalau kita lihat survei diumumkan, kita lihat siapa yang pesan survei itu? Kita sudah tahu survei itu alat giring opini tapi dijadikan untuk alat pemecah belah. Yang diributkan selalu politik yang berbasis elektoral, yang berbasis identitasnya, bukan gagasannya," sambungnya.
Sandi menilai saat ini belum ada yang fokus membahas bagaimana sosok pemimpin yang bisa membawa Indonesia lebih baik ke depan lewat gagasan-gagasannya.
Ditambahkan Sandi, dirinya sebagai pemimpin selalu fokus melihat ke depan. Dia mengaku sering turun melihat apa aspirasi masyarakat. Menurutnya, permasalahan warga Jakarta tak lepas dari urusan kesejahteraan misalnya lapangan pekerjaan dan naiknya harga sembako seperti telur.
"Lebih baik kita fokus, misalnya harga telur naik apa turun? Naik ya, menembus harga Rp 35 ribu. Alhamdulillah sekarang di Jakarta sudah mulai turun Rp 26-27 ribu. Dan ini angkanya sudah zona hijau. Di Jakarta kita bisa jual murah. Caranya leadership. Leadership itu mengetahui apa yang jadi permasalahan masyarakat. Its too early too celebrate, tapi saya yakinkan Pak Gubernur kebutuhan kita adalah sekitar 16-17 ton per wilayah," ucapnya.
"Waktu saya terpilih kemarin, saya langsung bilang ke Pak Anies kita harus pastikan suplai telur di Jakarta. bagaimana caranya? Kita buat perjanjian yang mengikat jangka panjang dengan daeraah pemasok, Blitar. Akhirnya kita tandatangani 200 ribu ton telur untuk ke Jakarta," sambung Sandiaga.
Menurut Sandi, jika harga-harga sembako di Jakarta naik yang disalahkan selalu gubernur, bukan pemerintah pusat. Pun begitu dengan sulitnya warga mencari lapangan kerja, yang ditunjuk hidungnya pasti gubernur. Karena itu, dia mengaku sejak awal menjabat bersama Anies sudah berfokus mengurus urusan lapangan kerja dan sembako.
Sandi kemudian kembali menyinggung panasnya Pilpres 2019. Menurutnya, masyarakat nantinya harus benar-benar memilih pemimpin yang kebijakan ekonominya berpihak kepada rakyat.
"Pilpres 2019 menurut hemat saya ini mestinya menjadi referendum ekonomi nasional. Siapa memimpin nasional yang bisa menyelesaikan kebijakan ekonomi yang benar-benar berpihak ke rakyat, ekonomi pancasila, ekonomi Pasal 33. Ada dua camp yang paling kiri yang paling kanan yang nggak bisa kita ubah pola pikirnya, karena yang satu pasti memilih yang satu. Tapi mayoritas rakyat Indonesia 45 persen belum menjatuhkan pilihan," ucapnya.
(hri/dkp)
National Leadership Camp 2018 digelar di Auditorium PPPPTK Bahasa, Jl Gardu, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Sabtu (28/7/2018). Wali Kota Jakarta Selatan, Marullah Matali, hadir dalam acara ini.
"Saya mengajak Wali Kota Jakarta Selatan ustaz haji Marullah Matali. Biasanya profesinya wali kota tapi sampingannya ustaz. Ini ustaz yang sampingannya wali kota. Pak Marullah baru saja dilantik oleh Bapak Gubernur di Balai Kota 2-3 minggu yang lalu. Mari kita doakan beliau agar bisa amanah fatonah sidiq dan tablig dalam membangun Jakarta Selatan. Amin," kata Sandi mengawali sambutannya.
Sandi kemudian bicara soal bagaimana membangun kolaborasi dan kontribusi pemuda Indonesia di era global. Dia mengatakan, anak muda harus ditanamkan konsep entrepreneurship dan leadership.
"Sebuah kewirausahaan akan menghasilkan kepemimpinan yang baik. Bagaimana pemimpin itu lahir karena mereka bisa think outside the boxdan melihat di balik setiap krisis ada peluang dan di setiap kesulitan ada kemudahan," ucapnya.
Sandi kemudian menyinggung soal tahun politik jelang Pilpres 2019. Dia menilai esensi dari demokrasi saat ini sudah dilupakan.
"Tahun ini dan sekarang semakin sering disebut tahun politik. 2017 katanya tahun politik, kok 2018 tahun politik juga? 2019 tahun politik lagi. Kok politik terus kapan kerjanya? Tapi ini tidak bisa dipisahkan dari kita kalau ini demokrasi," ucapnya.
"Saya yakin kalau kita ngikutin media sosial, WA grup, pemberitaan di televisi mainstream yang hanya dibahas politik elektoral terus. Siapa pasangan siapa, partai mana sama partai mana, bagaimana saling menjatuhkan, memecah belah. Esensi dari demokrasi itu dilupakan sama sekali. Padahal kalau kita lihat survei diumumkan, kita lihat siapa yang pesan survei itu? Kita sudah tahu survei itu alat giring opini tapi dijadikan untuk alat pemecah belah. Yang diributkan selalu politik yang berbasis elektoral, yang berbasis identitasnya, bukan gagasannya," sambungnya.
Sandi menilai saat ini belum ada yang fokus membahas bagaimana sosok pemimpin yang bisa membawa Indonesia lebih baik ke depan lewat gagasan-gagasannya.
Ditambahkan Sandi, dirinya sebagai pemimpin selalu fokus melihat ke depan. Dia mengaku sering turun melihat apa aspirasi masyarakat. Menurutnya, permasalahan warga Jakarta tak lepas dari urusan kesejahteraan misalnya lapangan pekerjaan dan naiknya harga sembako seperti telur.
"Lebih baik kita fokus, misalnya harga telur naik apa turun? Naik ya, menembus harga Rp 35 ribu. Alhamdulillah sekarang di Jakarta sudah mulai turun Rp 26-27 ribu. Dan ini angkanya sudah zona hijau. Di Jakarta kita bisa jual murah. Caranya leadership. Leadership itu mengetahui apa yang jadi permasalahan masyarakat. Its too early too celebrate, tapi saya yakinkan Pak Gubernur kebutuhan kita adalah sekitar 16-17 ton per wilayah," ucapnya.
"Waktu saya terpilih kemarin, saya langsung bilang ke Pak Anies kita harus pastikan suplai telur di Jakarta. bagaimana caranya? Kita buat perjanjian yang mengikat jangka panjang dengan daeraah pemasok, Blitar. Akhirnya kita tandatangani 200 ribu ton telur untuk ke Jakarta," sambung Sandiaga.
Menurut Sandi, jika harga-harga sembako di Jakarta naik yang disalahkan selalu gubernur, bukan pemerintah pusat. Pun begitu dengan sulitnya warga mencari lapangan kerja, yang ditunjuk hidungnya pasti gubernur. Karena itu, dia mengaku sejak awal menjabat bersama Anies sudah berfokus mengurus urusan lapangan kerja dan sembako.
Sandi kemudian kembali menyinggung panasnya Pilpres 2019. Menurutnya, masyarakat nantinya harus benar-benar memilih pemimpin yang kebijakan ekonominya berpihak kepada rakyat.
"Pilpres 2019 menurut hemat saya ini mestinya menjadi referendum ekonomi nasional. Siapa memimpin nasional yang bisa menyelesaikan kebijakan ekonomi yang benar-benar berpihak ke rakyat, ekonomi pancasila, ekonomi Pasal 33. Ada dua camp yang paling kiri yang paling kanan yang nggak bisa kita ubah pola pikirnya, karena yang satu pasti memilih yang satu. Tapi mayoritas rakyat Indonesia 45 persen belum menjatuhkan pilihan," ucapnya.
(hri/dkp)
LEADERSHIP
tu dengerin babang unok
nastak jangan cuma bisanya nyinyir aja, nasbung jangan cuma manggut manggut, dikit dikit serang dikit dikit serang, kapan kerjanya?
leadershit gaes..leadershit..camkan itu
Diubah oleh devi.jon 28-07-2018 13:27
0
1.2K
Kutip
28
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan