- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Menelisik garam di pasaran, nyaris separuh hanya asin tanpa yodium


TS
mendadakranger
Menelisik garam di pasaran, nyaris separuh hanya asin tanpa yodium
Judul asli kepanjangan
sumur =
headline koran Jawapos hari ini, di copy dari https://www.pressreader.com/indonesi...81483572169158
Komeng TS =
Cara mudah tes kadar yodium dalam garam di post berikutnya
Menelisik kandungan garam di pasaran, nyaris separuh hanya asin tanpa yodium
Quote:
Hasil penelitian UI, Unair, dan UGM serta pengujian Jawa Pos membuktikan bahwa banyak garam dapur yang tidak mengandung yodium. Padahal, zat itu sangat penting mencegah penyakit gondok.
SEORANG kawan mengirim pesan mengejutkan beberapa waktu lalu. Dalam pesannya, dia menginformasikan bahwa tidak sedikit garam dapur yang beredar di pasaran tak beryodium
Sekalipun, dalam kemasannya tertulis garam beryodium.
Jawa Pos bergerak untuk menguji kebenaran informasi tersebut. Sebab, garam tak terpisahkan dari kehidupan kita. Saban hari, masyarakat negeri ini bersinggungan dengan garam. Tidak langsung dalam bentuk garam tentunya. Tapi, dalam bentuk makanan. Dan, nyaris tidak ada makanan yang kita nikmati setiap hari ”terbebas” dari garam.
Garam beryodium memang dibutuhkan. Terlebih bagi anakanak dan ibu hamil. Juga, mereka yang tinggal di daerah-daerah yang kadar yodiumnya rendah. Misalnya, wilayah pegunungan kapur. ”Kekurangan yodium bisa menurunkan kecerdasan, mengakibatkan gondok, dan stunting,” terang Aniek Kurniawati, ahli gizi Rumah Sakit Angkatan Laut dr Ramelan Surabaya.
Yodium merupakan zat gizi esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan sebagian besar organ tubuh. Yodium tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh sehingga harus diperoleh dari makanan dan minuman. Garam merupakan ”kendaraan” yodium tersebut.
Jawa Pos lantas menguji kandungan yodium dalam garam yang ada di pasaran. Jawa Pos mengambil sampel 14 merek garam. Merek-merek itu dipasarkan di Surabaya dan Sidoarjo. Baik di pasar tradisional, toko kelontong, minimarket, maupun supermarket. Ada garam yang berbentuk briket (bata), kasar, dan halus. Semuanya berlabel garam beryodium.
Syahdan, hasilnya ternyata seperti pesan yang dikirim kawan tadi. Di antara 14 merek tersebut, delapan mengandung yodium. Enam merek lainnya alias 42,85 persen tidak mengandung yodium atau kandungan yodiumnya kurang dari persyaratan. SNI mensyaratkan kandungan yodium dalam garam untuk konsumsi minimal 30 ppm. Dari enam merek itu, ada garam yang berbentuk briket, kasar, dan halus.
Bahkan, kandungan tiga di antara enam merek tersebut tak terdeteksi. Ketika diuji, garam tak berubah warna. Padahal, kalau berubah menjadi ungu, itu menunjukkan ada yodium dalam garam tersebut. Semakin pekat warna ungu, kadar yodiumnya semakin tinggi. Jawa Pos melakukan tes itu tidak hanya sekali, tapi dua kali. Hasilnya sama.
Hasil tes yang dilakukan Jawa Pos ternyata klop dengan hasil penelitian tim gabungan dari Universitas Airlangga, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Indonesia. Mereka meneliti di beberapa kota di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
”Temuan di lapangan menunjukkan, ada banyak merek garam yang tidak mengandung yodium. Atau, mengandung yodium tapi masih di bawah syarat SNI,” ungkap Guru Besar Farmasi Universitas Airlangga Djoko Agus Purwanto yang mengomandani tim tersebut.
Mereka menguji 45 merek garam berlabel garam beryodium yang dipasarkan di Surabaya Raya, meliputi Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo. Garam-garam itu diproduksi di berbagai kota di Indonesia. Tidak sekadar berasal dari wilayah Jawa Timur.
Hasilnya, 26 merek (58 persen) mengandung yodium lebih dari 30 ppm. Sisanya, 19 merek (42 persen), tidak mengandung yodium atau mengandung yodium yang kurang dari 30 ppm. ”Angka itu menjelaskan bahwa hampir separo garam dengan label beryodium yang dipasarkan tersebut ternyata hanya asin tapi tidak beryodium,” kata Djoko.
Hasil penelitian di luar Surabaya Raya pun tak jauh berbeda. Bahkan, hasilnya lebih mengejutkan. Di antara 45 merek yang diuji, ”hanya” 16 merek alias 33 persen yang beryodium. Yang 29 merek lainnya (67 persen) tidak memenuhi syarat. Dengan kata lain, tidak mengandung yodium atau kadar yodiumnya jauh di bawah standar.
Garam-garam berlabel yodium yang ternyata tak mengandung yodium itu diyakini tidak hanya beredar di Jawa Timur, tapi juga di berbagai kota. Selain merek-merek garam yang diteliti berasal dari berbagai kota di Indonesia, hasil penelitian di wilayah lain yang dilakukan Djoko dan timnya menebalkan keyakinan tersebut.
Misalnya, penelitian di dua wilayah eks Karesidenan Kedu, Jawa Tengah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan hal yang sama: tidak sedikit garam di pasaran yang tak mengandung yodium. Sekalipun, garam itu dikemas dengan label beryodium.
Dari penelitian di dua wilayah tersebut, didapatkan angka yang sama. Yakni, 61 persen merek yang diteliti benar-benar mengandung yodium. Untuk yang 39 persen, cuma labelnya yang garam beryodium. Tapi, kandungannya tidak ada atau di bawah standar.
Masalnya peredaran garam makan atau garam dapur tanpa yodium disebut Djoko sangat membahayakan. ”Ini tak ubahnya membuat orang bodoh. Jika semakin banyak yang bodoh, jelas itu mengancam masa depan bangsa ini,” ulasnya.
SEORANG kawan mengirim pesan mengejutkan beberapa waktu lalu. Dalam pesannya, dia menginformasikan bahwa tidak sedikit garam dapur yang beredar di pasaran tak beryodium
Sekalipun, dalam kemasannya tertulis garam beryodium.
Jawa Pos bergerak untuk menguji kebenaran informasi tersebut. Sebab, garam tak terpisahkan dari kehidupan kita. Saban hari, masyarakat negeri ini bersinggungan dengan garam. Tidak langsung dalam bentuk garam tentunya. Tapi, dalam bentuk makanan. Dan, nyaris tidak ada makanan yang kita nikmati setiap hari ”terbebas” dari garam.
Garam beryodium memang dibutuhkan. Terlebih bagi anakanak dan ibu hamil. Juga, mereka yang tinggal di daerah-daerah yang kadar yodiumnya rendah. Misalnya, wilayah pegunungan kapur. ”Kekurangan yodium bisa menurunkan kecerdasan, mengakibatkan gondok, dan stunting,” terang Aniek Kurniawati, ahli gizi Rumah Sakit Angkatan Laut dr Ramelan Surabaya.
Yodium merupakan zat gizi esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan sebagian besar organ tubuh. Yodium tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh sehingga harus diperoleh dari makanan dan minuman. Garam merupakan ”kendaraan” yodium tersebut.
Jawa Pos lantas menguji kandungan yodium dalam garam yang ada di pasaran. Jawa Pos mengambil sampel 14 merek garam. Merek-merek itu dipasarkan di Surabaya dan Sidoarjo. Baik di pasar tradisional, toko kelontong, minimarket, maupun supermarket. Ada garam yang berbentuk briket (bata), kasar, dan halus. Semuanya berlabel garam beryodium.
Syahdan, hasilnya ternyata seperti pesan yang dikirim kawan tadi. Di antara 14 merek tersebut, delapan mengandung yodium. Enam merek lainnya alias 42,85 persen tidak mengandung yodium atau kandungan yodiumnya kurang dari persyaratan. SNI mensyaratkan kandungan yodium dalam garam untuk konsumsi minimal 30 ppm. Dari enam merek itu, ada garam yang berbentuk briket, kasar, dan halus.
Bahkan, kandungan tiga di antara enam merek tersebut tak terdeteksi. Ketika diuji, garam tak berubah warna. Padahal, kalau berubah menjadi ungu, itu menunjukkan ada yodium dalam garam tersebut. Semakin pekat warna ungu, kadar yodiumnya semakin tinggi. Jawa Pos melakukan tes itu tidak hanya sekali, tapi dua kali. Hasilnya sama.
Hasil tes yang dilakukan Jawa Pos ternyata klop dengan hasil penelitian tim gabungan dari Universitas Airlangga, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Indonesia. Mereka meneliti di beberapa kota di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
”Temuan di lapangan menunjukkan, ada banyak merek garam yang tidak mengandung yodium. Atau, mengandung yodium tapi masih di bawah syarat SNI,” ungkap Guru Besar Farmasi Universitas Airlangga Djoko Agus Purwanto yang mengomandani tim tersebut.
Mereka menguji 45 merek garam berlabel garam beryodium yang dipasarkan di Surabaya Raya, meliputi Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo. Garam-garam itu diproduksi di berbagai kota di Indonesia. Tidak sekadar berasal dari wilayah Jawa Timur.
Hasilnya, 26 merek (58 persen) mengandung yodium lebih dari 30 ppm. Sisanya, 19 merek (42 persen), tidak mengandung yodium atau mengandung yodium yang kurang dari 30 ppm. ”Angka itu menjelaskan bahwa hampir separo garam dengan label beryodium yang dipasarkan tersebut ternyata hanya asin tapi tidak beryodium,” kata Djoko.
Hasil penelitian di luar Surabaya Raya pun tak jauh berbeda. Bahkan, hasilnya lebih mengejutkan. Di antara 45 merek yang diuji, ”hanya” 16 merek alias 33 persen yang beryodium. Yang 29 merek lainnya (67 persen) tidak memenuhi syarat. Dengan kata lain, tidak mengandung yodium atau kadar yodiumnya jauh di bawah standar.
Garam-garam berlabel yodium yang ternyata tak mengandung yodium itu diyakini tidak hanya beredar di Jawa Timur, tapi juga di berbagai kota. Selain merek-merek garam yang diteliti berasal dari berbagai kota di Indonesia, hasil penelitian di wilayah lain yang dilakukan Djoko dan timnya menebalkan keyakinan tersebut.
Misalnya, penelitian di dua wilayah eks Karesidenan Kedu, Jawa Tengah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan hal yang sama: tidak sedikit garam di pasaran yang tak mengandung yodium. Sekalipun, garam itu dikemas dengan label beryodium.
Dari penelitian di dua wilayah tersebut, didapatkan angka yang sama. Yakni, 61 persen merek yang diteliti benar-benar mengandung yodium. Untuk yang 39 persen, cuma labelnya yang garam beryodium. Tapi, kandungannya tidak ada atau di bawah standar.
Masalnya peredaran garam makan atau garam dapur tanpa yodium disebut Djoko sangat membahayakan. ”Ini tak ubahnya membuat orang bodoh. Jika semakin banyak yang bodoh, jelas itu mengancam masa depan bangsa ini,” ulasnya.
sumur =
headline koran Jawapos hari ini, di copy dari https://www.pressreader.com/indonesi...81483572169158
Komeng TS =
Cara mudah tes kadar yodium dalam garam di post berikutnya
0
2.1K
Kutip
14
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan