Kaskus

News

methadone.500mgAvatar border
TS
methadone.500mg
Presiden Amerika Trump Dikritik karena Sebut Imigran ‘Memperburuk Budaya’ Eropa
Trump dikritik karena menyebut bahwa para imigran memperburuk budaya Eropa.  Para sejarawan dan advokat secara langsung mengecam pernyataan Trump, mengatakan bahwa perkataan semacam itu hanya akan mendorong perkembangan nasionalisme kulit putih. Claire Massey—seorang penstudi di Institut Studi Inggris dan Amerika Utara di Universitas Ernst-Moritz-Arndt—mengatakan bahwa komentar Trump “sangat menyakitkan,” terutama bagi Inggris, di mana para imigran telah memainkan peran penting dalam membangun kembali negara tersebut pasca-perang dunia II.

Presiden Donald Trump minggu ini mengatakan bahwa para imigran “mengubah budaya” Eropa, yang menegaskan perasaan mengenai anti-imigran yang muncul di kedua sisi benua di laut Atlantik, di mana baik Eropa maupun Amerika Serikat sedang mengalami sebuah transformasi demografik yang membuat beberapa mayoritas kulit putih merasa tidak nyaman.
Para sejarawan dan advokat secara langsung mengecam pernyataan Trump, mengatakan bahwa perkataan semacam itu hanya akan mendorong perkembangan nasionalisme kulit putih.

“Cara dia meletakkan argumen mengenai bagaimana mereka mengubah budaya kita… mengenai bagaimana Eropa jadi tidak sebaik dulu, dalam kata lain, para imigran tersebut membuat budaya lebih jelek dan wilayah menjadi tidak nyaman ditinggali, kata-kata tersebut sudah seperti pernyataan yang pasti akan dikeluarkan oleh para nasionalis/supremasis kulit putih,” kata Heidi Beirich, Direktur Proyek Intelijen di Pusat Hukum Kemiskinan Wilayah Selatan.
Trump—dalam sebuah wawancara dengan sebuah media Inggris The Sun—menyalahkan para imigran karena telah mengubah budaya di Eropa: “Saya pikir memperbolehkan jutaan orang untuk masuk ke Eropa adalah hal yang sangat, sangat menyedikan. Saya pikir hal itu membuat kalian kehilangan budaya yang kalian miliki. Lihatlah sekitar. Anda akan melewati beberapa wilayah yang tidak ada sepuluh atau 15 tahun yang lalu.”
Trump—seorang keturunan imigran Jerman dan anak dari imigran Skotlandia yang datang ke Amerika Serikat—kembali menekankan maksudnya dalam sebuah konferensi pers bersama Perdana Menteri Inggris Theresa May:
“Saya hanya berpikir bahwa mereka mengubah budaya yang kita miliki. Saya berpikir bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat negatif bagi Eropa. Saya berpikir itu sangat negatif,” katanya. “Saya berpikir mereka telah merugikan banyak bagian Eropa. Saya paham bahwa ini tidak layak dikatakan dalam pandangan politik, namun saya akan mengatakannya dengan tegas. Saya berpikir bahwa mereka seharusnya berhati-hati karena budaya Anda telah berubah, banyak hal yang telah berubah.”
Beirich menyebut komentar tersebut sebagai “rasis.”
Claire M. Massey—seorang penstudi di Institut Studi Inggris dan Amerika Utara di Universitas Ernst-Moritz-Arndt di Greifswald, Jerman—mengatakan bahwa komentar yang dinyatakan Trump “sangat menyakitkan,” terutama bagi Inggris, di mana para imigran telah memainkan peran penting dalam membangun kembali negara tersebut pasca-perang dunia II. “Inggris dan Britania Raya tidak akan bisa seperti ini tanpa para imigran,” katanya.

Massey mengatakan bahwa komentar yang dinyatakan oleh Trump mengingatkannya pada retorika yang datang dari para Neo-Nazi di Jerman dan Polandia. Komentar tersebut akan mendorong sayap kanan di Eropa di masa di mana negara-negara Eropa telah berubah menjadi sangat beragam.

Lisbon, Portugal, contohnya, sekarang telah menjadi rumah bagi banyak warga Brazil, warga Cape Verde, dan Angola. Kelompok imigran ini beserta anak-anak mereka yang lahir di Portugal telah membantu merevitalisasi wilayah-wilayah perkotaan yang sebelumnya tidak dapat dikembangkan, dan memiliki kontribusi di berbagai bidang dari pesepakbola profesional hingga budaya populer.
Salah satu warga portugal keturunan Mozambiq yang bernama Mariza, menjadi penyanyi yang paling dikagumi di negara tersebut.
Di Prancis, imigran dari Timur Tengah dan Afrika telah banyak menempati wilayah di sepanjang Paris, dan menimbulkan pertentangan dari para sayap kanan bahkan beberapa moderat atas perubahan yang mereka sebabkan ke kota tersebut. Perdana Menteri Prancis waktu itu Francois Fillon, mengeluarkan dekrit pada tahun 2011 bahwa perempuan dilarang menggunakan penutup kepala di luar rumah kecuali di masjid atau ketika dia menjadi penumpang kendaraan. Pengadilan Eropa kemudian menghapuskan larangan itu, dengan mengatakan bahwa tujuannya adalah untuk menyatukan negara, tetapi tidak sebelum protes oleh aktivis hak asasi manusia.
Di sepanjang Inggris, dari London hingga ke Liverpool, para imigran dari Asia, Afrika, Timur Tengah, dan dari mantan koloni Inggris di daerah Karibia, telah mengubah suasana beberapa perkampungan, menimbulkan pertentangan dari para sayap kanan dan para penduduk daerah tersebut, yang menyalahkan Uni Eropa dan imigran atas kesulitn ekonomi yang mereka hadapi, padahal sebelumnya mereka merupakan wilayah pertambangan yang makmur.
Amerika Serikat juga sedang menghadapi pergeseran demografik. Biro Sensus memperkirakan bahwa populasi negara tersebut akan memiliki lebih banyak minoritas ketimbang orang kulit putih untuk pertama kalinya pada tahun 2043—sebuah perubahan yang diakibatkan oleh tingginya angka kelahiran dari keturunan Hispanik, dan menurunnya angka kelahiran di antara para penduduk berkulit hitam, putih, dan Asia.
Kehidupan Trump banyak diisi dengan pernyataan kontroversial mengenai imigran.
Pada momen pertama kampanye kepresidenannya pada bulan Juni 2015, dia menyatakan akan membangun tembok pembatas dengan Meksiko, dan menuduh bahwa negara tersebut telah mengirim para imigran yang “menyelundupkan narkoba. Mereka menimbulkan kejahatan. Mereka adalah pemerkosa. Dan hanya beberapa dari mereka yang merupakan orang baik.”
Dia terus menerus memunculkan citra gelap yang menuduh para imigran sebagai penyerang yang berbahaya. Kemudian, pasca-serangan teroris pada bulan Desember di San Bernardino, California, yang dilancarkan oleh seorang muslim berketurunan Amerika Serikat (AS) dan istrinya yang berkebangsaan Pakistan, yang merupakan penduduk AS resmi, Trump kemudian memutuskan untuk melarang semua muslim memasuki negara tersebut. Mahkamah Agung akhirnya menjunjung tinggi perintah eksekutifnya yang melarang perjalanan dari beberapa negara yang kebanyakan Muslim, menolak tantangan yang mendiskriminasikan kaum Muslim atau melampaui otoritasnya.
Para pengunjuk rasa berkumpul untuk berdemonstrasi menentang kebijakan imigrasi Presiden Donald Trump selama ‘Keluarga Harus Bersama-Pawai Kebebasan untuk Imigran’, di pusat kota Los Angeles pada Sabtu, 30 Juni 2018. Para demonstran berkumpul di kota-kota besar dan kota-kota kecil di seluruh AS, untuk menentang pemisahan keluarga dan mendorong pemerintahan Trump untuk dengan cepat menyatukan kembali mereka
Pada bulan Januari, Trump mempertanyakan mengapa AS menerima lebih banyak imigran dari Haiti dan “Negara busuk” di Afrika, seiring dia menolak kesepakatan imigrasi dari bipartisan, menurut keterangan seorang partisipan dan orang-orang yang diberi pengarahan.
 
Dalam beberapa minggu terakhir, Trump ditekan secara politik dan mengeluarkan keputusan untuk mengakhiri praktik pemerintahannya yang memutuskan untuk memisahkan anak-anak imigran dari orang tua mereka, ketika keluarga tersebut memasuki perbatasan secara ilegal.
Paul A. Kramer—seorang sejarawan dari Universitas Vanderbilt yang ahli di bidang ketidaksetaraan politik di Amerika Serikat—mengatakan bahwa pernyataan terakhir Trump merupakan langkah intensional untuk menciptkan kerja sama antara basis sayap kanan yang ada di Amerika Serikat dengan para nasionalis sayap kanan yang ada di Eropa.
“Munculnya gelombang nasionalisme kulit putih adalah sesuatu yang dia peluk, bahwa dia melihat dirinya sebagai partisipan dan dia ingin mendukung,” kata Kramer.

https://www.matamatapolitik.com/trum...-budaya-eropa/
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1.3K
17
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan