- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Usai Pilkada Serentak 2018, PKS Tergoda Tinggalkan Prabowo


TS
winarwi
Usai Pilkada Serentak 2018, PKS Tergoda Tinggalkan Prabowo
Quote:
JawaPos.com - Pelonjakan suara pasangan Sudrajat-Syaikhu dari hasil hitung cepat (quick count) di pemilihan gubenur Jawa Barat 2018 memang mengejutkan, khususnya oleh kalangan akademisi. Betapa tidak, pasangan dengan sebutan Asyik itu telah berhasil membuat beberapa lembaga survei menjadi 'kuburan', lantaran mematahkan prediksi bahwa pasangan ini hanya menjadi medioker.
Ada pula yang mengaitkan gagalnya prediksi lembaga survei lantaran tidak dapat memprediksi kekuatan mesin politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tokcer alias berkerja maksimal di Jawa Barat. Mungkin saja kondisi ini dapat meningkatkan nilai tawar partai besutan Sohibul Iman itu di pilpres 2019 mendatang.
Bukan tanpa sebab, Jawa Barat memang lumbung suara strategis untuk pemenangan di pilpres 2019 mendatang. Dilansir dari jabarprov.go.id, provinsi itu telah dihuni sebanyak sebanyak 46.497.175 juta jiwa. Itu berarti sekitar 15 persen suara sah nasional dan modal suara gerbong koalisi parpol yang dapat menguasai bumi pasundan itu di pilpres 2019 mendatang.
Pengamat Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio misalnya, ia mengakui kekuatan mesin partai PKS tergolong kuat. Basis-basis massa yang tersebar di daerah pun tak kalah hebatnya dengan parpol lainnya.
"Memang terkenal grassrootnya (suara akar rumput) PKS kuat sekali," ungkap Hendri.
Dengan kekuatan mesin parpol yang kuat itu bisa jadi PKS menjadi lirikan parpol-parpol besar untuk bergabung koalisi. Hanya saja, saat ini PKS mengakui telah menjadi 'rekan sekutu' partai Gerindra untuk mendukung pencalonan Prabowo Subianto. Bahkan, mereka telah mengajukan sembilan nama kader yang dapat menjadi cawapres mantan Danjen Kopassus itu.
Namun, dengan kondisi partai Gerindra yang tengah mengalami sedikit kemenangan pilkada dan ditambah defisit dana politik, apakah ada kekhawatiran partai berlambang kepala burung Garuda itu jika nantinya PKS berpindah ke lain hati?
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Julianto ikut angkat bicara soal ini. Ia mengutarakan sedikit keberatan jika hasil pilkada partainya disebut-sebut kurang memuaskan. Ia menyebut, hasil pilgub Jawa Barat dan Jawa Tengah menjadi tolak ukur bahwa 2019 Ganti presiden dan cocktail effect yang selama ini disuarakan terjadi pada Prabowo Subianto, bukan kepada Jokowi.
Selain peran PKS, bisa jadi partai Gerindra juga memiliki peran baik pula dalam peningkatan suara pasangan Asyik di pilgub Jawa Barat. Sementara itu, aksi pencurian suara sampai 45 persen yang dilakukan Sudirman Said dan Ida Fauziah di pilkada jawa Tengah memang pula harus diapresiasi. Apalagi, daerah itu terkenal sebagai 'kandang banteng'.
"Justru yang kurang baik itu PDIP, Gerindra (hasil pilkada) itu baik," kata Ferry.
Ferry pun memastikan bahwa PKS akan tetap setia dengan partai Gerindra pasca melihat hasil pilkada serentak 2018 itu. Terlebih, mereka telah melakukan kerja sama politik tertulis yang cukup panjang selama perhelatan pilkada. Sehingga dia yakin PKS akan terus bersama Prabowo.
"Insya Allah, intinya semangat ganti presiden," ungkapnya.
Persekutuan partai Gerindra dan PKS yang terajut lama itu bisa saja hancur dengan adanya godaan dari gerbong koalisi parpol lainnya. Memang saat ini belum ada ukuran pasti berapa gerbong politik yang akan terbentuk di 2019 mendatang. Ada yang memprediksi dua poros dengan asumsi gerbong Prabowo melawan gerbong Jokowi, atau malah tiga poros yang diinisiasi oleh Partai Demokrat.
Namun, gerbong parpol pengusung Jokowi rupanya tak keberatan jika nantinya PKS benar akan merapat untuk mendukung Jokowi. Padahal, PKS kerap melakukan manuver politik dengan pencanangan 2019 ganti presiden.
Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadizly mengaku tak masalah jika nantinya PKS ikut mendukung pencalonan Jokowi. Ia memandang, semakin banyak dukungan kepada mantan Wali Kota Surakarta itu, maka akan semakin bagus untuk pemenangan di pilpres 2019 mendatang.
"Kita welcome saja kepada setiap parpol yang ingin bergabung dengan pak Jokowi, itu untuk menunjukan bahwa dukungan kepada pak Jokowi semakin kuat," katanya.
Selain godaan dari parpol pengusung Jokowi, godaan PKS membentuk poros ketiga pun juga tergolong besar. Menelisik hasil pilkada, kepada JawaPos.com, Wakil Sekjen Partai Demokrat Didi Iriadi mengaku partainya semakin bersemangat untuk membentuk poros ketiga. Apalagi, ia mengaku raihan hasil pilkada partai berlambang mercy itu pun tak begitu buruk dan telah menjadi modal besar di pilpres 2019.
Atas dasar itu, pihaknya mengajak kepada parpol yang belum menentukan pilihan untuk bergabung untuk membentuk poros ketiga. Termasuk pula, kemungkinan PKS untuk bersama sama membangun koalisi.
"Mana kala ada pihak yang siap membuat poros baru tentu kami senang sekali," ucapnya.
Lantas apakah nantinya PKS tetap akan setia mencalonkan Prabowo atau malah berpindah ke lain hati? apalagi polemik mengenai sembilan cawapres yang diajukan oleh PKS kepada Prabowo pun belum sempat dijawab oleh mantan Pangkostrad TNI itu.
Pengamat Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menyarankan, PKS untuk tetap menjadi partner koalisi dan tidak meninggalkan partai Gerindra. Baginya, kombinasi dua parpol itu dinilainya sangat pas untuk menghadapi pilpres 2019 mendatang.
"PKS ini akan menjadi partner koalisi yang bagus sekali buat Gerindra, Gerindra kan sudah punya tokoh, PKS punya grass root yang kuat, kalau ini digabung jadi luar biasa kuat," ucapnya.
Apalagi gerakan 2019 ganti presiden yang dicanangkan kedua parpol ini, kata Hendri, telah berhasil membuat sentimen positif dalam perhelatan pilkada serentak 2018. Namun demikian, ia menyarankan Prabowo nantinya menyerahkan kursi capresnya kepada figur potensial lainnya.
"Itu hak politiknya pak Prabowo, kalau mau maju maju aja, kalau ingin memberikan kesempatan orang lain lebih bagus lagi, karena pak Prabowo itu lebih sukses mendorong nama-nama lain selain dirinya, pak Jokowi itu semakin sukses karena didorong pak Prabowo, Anies pun demikian, Jadi kalau memang pak Prabowo berpikir lain ya silahkan saja," tutupnya.
https://www.jawapos.com/nasional/pem...galkan-prabowo
pecah pecah pecah
Ada pula yang mengaitkan gagalnya prediksi lembaga survei lantaran tidak dapat memprediksi kekuatan mesin politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tokcer alias berkerja maksimal di Jawa Barat. Mungkin saja kondisi ini dapat meningkatkan nilai tawar partai besutan Sohibul Iman itu di pilpres 2019 mendatang.
Bukan tanpa sebab, Jawa Barat memang lumbung suara strategis untuk pemenangan di pilpres 2019 mendatang. Dilansir dari jabarprov.go.id, provinsi itu telah dihuni sebanyak sebanyak 46.497.175 juta jiwa. Itu berarti sekitar 15 persen suara sah nasional dan modal suara gerbong koalisi parpol yang dapat menguasai bumi pasundan itu di pilpres 2019 mendatang.
Pengamat Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio misalnya, ia mengakui kekuatan mesin partai PKS tergolong kuat. Basis-basis massa yang tersebar di daerah pun tak kalah hebatnya dengan parpol lainnya.
"Memang terkenal grassrootnya (suara akar rumput) PKS kuat sekali," ungkap Hendri.
Dengan kekuatan mesin parpol yang kuat itu bisa jadi PKS menjadi lirikan parpol-parpol besar untuk bergabung koalisi. Hanya saja, saat ini PKS mengakui telah menjadi 'rekan sekutu' partai Gerindra untuk mendukung pencalonan Prabowo Subianto. Bahkan, mereka telah mengajukan sembilan nama kader yang dapat menjadi cawapres mantan Danjen Kopassus itu.
Namun, dengan kondisi partai Gerindra yang tengah mengalami sedikit kemenangan pilkada dan ditambah defisit dana politik, apakah ada kekhawatiran partai berlambang kepala burung Garuda itu jika nantinya PKS berpindah ke lain hati?
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Julianto ikut angkat bicara soal ini. Ia mengutarakan sedikit keberatan jika hasil pilkada partainya disebut-sebut kurang memuaskan. Ia menyebut, hasil pilgub Jawa Barat dan Jawa Tengah menjadi tolak ukur bahwa 2019 Ganti presiden dan cocktail effect yang selama ini disuarakan terjadi pada Prabowo Subianto, bukan kepada Jokowi.
Selain peran PKS, bisa jadi partai Gerindra juga memiliki peran baik pula dalam peningkatan suara pasangan Asyik di pilgub Jawa Barat. Sementara itu, aksi pencurian suara sampai 45 persen yang dilakukan Sudirman Said dan Ida Fauziah di pilkada jawa Tengah memang pula harus diapresiasi. Apalagi, daerah itu terkenal sebagai 'kandang banteng'.
"Justru yang kurang baik itu PDIP, Gerindra (hasil pilkada) itu baik," kata Ferry.
Ferry pun memastikan bahwa PKS akan tetap setia dengan partai Gerindra pasca melihat hasil pilkada serentak 2018 itu. Terlebih, mereka telah melakukan kerja sama politik tertulis yang cukup panjang selama perhelatan pilkada. Sehingga dia yakin PKS akan terus bersama Prabowo.
"Insya Allah, intinya semangat ganti presiden," ungkapnya.
Persekutuan partai Gerindra dan PKS yang terajut lama itu bisa saja hancur dengan adanya godaan dari gerbong koalisi parpol lainnya. Memang saat ini belum ada ukuran pasti berapa gerbong politik yang akan terbentuk di 2019 mendatang. Ada yang memprediksi dua poros dengan asumsi gerbong Prabowo melawan gerbong Jokowi, atau malah tiga poros yang diinisiasi oleh Partai Demokrat.
Namun, gerbong parpol pengusung Jokowi rupanya tak keberatan jika nantinya PKS benar akan merapat untuk mendukung Jokowi. Padahal, PKS kerap melakukan manuver politik dengan pencanangan 2019 ganti presiden.
Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadizly mengaku tak masalah jika nantinya PKS ikut mendukung pencalonan Jokowi. Ia memandang, semakin banyak dukungan kepada mantan Wali Kota Surakarta itu, maka akan semakin bagus untuk pemenangan di pilpres 2019 mendatang.
"Kita welcome saja kepada setiap parpol yang ingin bergabung dengan pak Jokowi, itu untuk menunjukan bahwa dukungan kepada pak Jokowi semakin kuat," katanya.
Selain godaan dari parpol pengusung Jokowi, godaan PKS membentuk poros ketiga pun juga tergolong besar. Menelisik hasil pilkada, kepada JawaPos.com, Wakil Sekjen Partai Demokrat Didi Iriadi mengaku partainya semakin bersemangat untuk membentuk poros ketiga. Apalagi, ia mengaku raihan hasil pilkada partai berlambang mercy itu pun tak begitu buruk dan telah menjadi modal besar di pilpres 2019.
Atas dasar itu, pihaknya mengajak kepada parpol yang belum menentukan pilihan untuk bergabung untuk membentuk poros ketiga. Termasuk pula, kemungkinan PKS untuk bersama sama membangun koalisi.
"Mana kala ada pihak yang siap membuat poros baru tentu kami senang sekali," ucapnya.
Lantas apakah nantinya PKS tetap akan setia mencalonkan Prabowo atau malah berpindah ke lain hati? apalagi polemik mengenai sembilan cawapres yang diajukan oleh PKS kepada Prabowo pun belum sempat dijawab oleh mantan Pangkostrad TNI itu.
Pengamat Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menyarankan, PKS untuk tetap menjadi partner koalisi dan tidak meninggalkan partai Gerindra. Baginya, kombinasi dua parpol itu dinilainya sangat pas untuk menghadapi pilpres 2019 mendatang.
"PKS ini akan menjadi partner koalisi yang bagus sekali buat Gerindra, Gerindra kan sudah punya tokoh, PKS punya grass root yang kuat, kalau ini digabung jadi luar biasa kuat," ucapnya.
Apalagi gerakan 2019 ganti presiden yang dicanangkan kedua parpol ini, kata Hendri, telah berhasil membuat sentimen positif dalam perhelatan pilkada serentak 2018. Namun demikian, ia menyarankan Prabowo nantinya menyerahkan kursi capresnya kepada figur potensial lainnya.
"Itu hak politiknya pak Prabowo, kalau mau maju maju aja, kalau ingin memberikan kesempatan orang lain lebih bagus lagi, karena pak Prabowo itu lebih sukses mendorong nama-nama lain selain dirinya, pak Jokowi itu semakin sukses karena didorong pak Prabowo, Anies pun demikian, Jadi kalau memang pak Prabowo berpikir lain ya silahkan saja," tutupnya.
https://www.jawapos.com/nasional/pem...galkan-prabowo
pecah pecah pecah


tien212700 memberi reputasi
1
9.8K
Kutip
120
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan