- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
NIGHTMARE STORY LIFE


TS
breaking182
NIGHTMARE STORY LIFE
NIGHTMARE STORY LIFE

Quote:
Kumpulan cerita pendek dari beberapa saksi mata yang di ceritakan kembali oleh TS. Saksi mata merupakan pelaku, orang yang pernah mendengar berita tentang pengalaman horor ataupun pengalaman dari TS sendiri. So, nikmati saja tulisan ini sebagai hiburan semata
STORY 1 : MAS, BUKA MAS..BUKA..
Quote:
DESA Kalideres merupakan desa berhawa sejuk. Kebanyakan penduduknya hidup dari bercocok tanam. Sebagian besar sawah ladang yang ada di desa itu adalah milik Ndoro Gati, mantan pejabat di pemerintahan yang kini berusia hampir tujuh puluh tahun. Meskipun sudah lanjut usia begitu Ndoro Gati masih kelihatan gagah dan kukuh. Tubuhnya yang tinggi tidak kelihatan bungkuk walaupun kalau berjalan dia selalu dibantu oleh sebuah tongkat. Maka tidak heran jika Ndoro Gati masih sering main perempuan. Entah perempuan masih gadis, janda atau status masih istri orang jika lelaki tua ini menghendaki pastilah akan dikejar sampai dapat.
Kehidupan Ndoro Gati sangat kaya raya. Ia memiliki sawah berhektar – hektar, mobil yang tidak terhitung jumlahnya. Disamping itu Ndoro Gati memiliki usaha penggilingan padi yang sangat besar dengan jumlah pegawai puluhan orang. Akan tetapi, Ndoro Gati memiliki sifat kikir yang kelewat batas. Hal itu dirasakan oleh seluruh pegawainya. Salah satunya Joko. Pemuda yang sudah tiga tahun yang lalu lulus dari SMA.
Sempat mencoba ikut seleksi polisi tetapi tidak lolos di pantauan akhir. Katanya kalah dengan yang berduit, main sogok kanan kiri. Beda dengan Joko yang hanya mengandalkan kecerdasan otaknya yang melebihi rata –rata itu. Hampir setahun lebih Joko ikut berkerja di tempat Ndoro Gati. Meskipun dalam hatinya merasa tertekan dan tidak betah namun pemuda ini menyabarkan diri untuk tetap bekerja. Dia berpikir daripada nganggur hanya keluyuran tak tentu juntrungan. Lebih baik bekerja. Begitu pikirnya dalam hati.
Ndoro Gati sudah hampir tiga tahun ini menjadi duda. Istrinya minta cerai karena tidak mau dimadu. Pada saat itu Ndoro Gati sedang mabuk kepayang dengan janda desa sebelah.
“ Aku ini kurang apa Mas? Melayani njenengan dengan sepenuh hati. Mengapa kok njenengan masih saja mencari wanita lain?” Warsih berkata setengah berteriak begitu melihat suaminya muncul di ambang pintu.
“Hemm..!” hanya jawaban itu yang keluar dari mulut Ndoro Gati.
“ Lelaki itu kalau hanya menuruti hawa nafsu syahwat tidak akan ada puasnya. Istri di rumah menunggu dengan setia siap melayani dengan sepenuh hati! “
“Lho, mengapa kau berkata seperti itu Bune?!”
“ Coba dengarkan aku dulu “
Ndoro Gati menarik kursi lalu duduk dihadapan istrinya yang mukanya masih masam.
“ Begini lho, aku ini kan orang yang senang menolong orang lain. Bayangkan dan pikirkan. Jika orang lain saja aku berikan perhatian dan kasih sayang apalagi istri ku sendiri. Sudah barang tentu akan lebih aku sayangi dan perhatikan. Toh, selama ini kebutuhanmu tidak pernah kekurangan. Lihat perhiasan mu hampir tiga kotak ada di lemari itu “
Sembari berkata seperti itu Ndoro Gati tersenyum genit.
“ Sudahlah, aku sudah tidak sanggup meneruskan hidup bersama njenengan. Kita pegatan saja. Kita cerai saja “
Ndoro Gati sudah tidak bisa ditahan. Kelakuannya semakin hari semakin gila. Bahkan, beberapa kali kepergok membawa wanita ke rumah. Warsih tidak bisa menerima hal itu, perasaannya sakit hingga ke lubuk hatinya. Pedih seperti tersayat sembilu. Daripada hidup bergelimang harta tapi makan hati dan selalu disakiti. Akhirnya, perempuan tiga anak ini memutuskan bercerai dari suaminya. Jika dirunut dari belakang pernikahan Warsih dan Ndoro Gati memang akibat terpaksa.
Dahulu kala orang tua Warsih terjerat hutang yang sangat banyak dengan Ndoro Gati karena tidak bisa mengembalikan dan utangnya semakin berbunga akhirnya dengan berat hati orang tua Warsih menyerahkan anak gadisnya untuk diperistri oleh Ndoro Gati yang pada saat itu sudah berumur enam puluh tahun. Pada saat itu Warsih menyetujui pernikahan itu. Sebagai anak yang berbakti ia ingin mengurangi beban orang tuanya.
Kehidupan Ndoro Gati sangat kaya raya. Ia memiliki sawah berhektar – hektar, mobil yang tidak terhitung jumlahnya. Disamping itu Ndoro Gati memiliki usaha penggilingan padi yang sangat besar dengan jumlah pegawai puluhan orang. Akan tetapi, Ndoro Gati memiliki sifat kikir yang kelewat batas. Hal itu dirasakan oleh seluruh pegawainya. Salah satunya Joko. Pemuda yang sudah tiga tahun yang lalu lulus dari SMA.
Sempat mencoba ikut seleksi polisi tetapi tidak lolos di pantauan akhir. Katanya kalah dengan yang berduit, main sogok kanan kiri. Beda dengan Joko yang hanya mengandalkan kecerdasan otaknya yang melebihi rata –rata itu. Hampir setahun lebih Joko ikut berkerja di tempat Ndoro Gati. Meskipun dalam hatinya merasa tertekan dan tidak betah namun pemuda ini menyabarkan diri untuk tetap bekerja. Dia berpikir daripada nganggur hanya keluyuran tak tentu juntrungan. Lebih baik bekerja. Begitu pikirnya dalam hati.
Ndoro Gati sudah hampir tiga tahun ini menjadi duda. Istrinya minta cerai karena tidak mau dimadu. Pada saat itu Ndoro Gati sedang mabuk kepayang dengan janda desa sebelah.
“ Aku ini kurang apa Mas? Melayani njenengan dengan sepenuh hati. Mengapa kok njenengan masih saja mencari wanita lain?” Warsih berkata setengah berteriak begitu melihat suaminya muncul di ambang pintu.
“Hemm..!” hanya jawaban itu yang keluar dari mulut Ndoro Gati.
“ Lelaki itu kalau hanya menuruti hawa nafsu syahwat tidak akan ada puasnya. Istri di rumah menunggu dengan setia siap melayani dengan sepenuh hati! “
“Lho, mengapa kau berkata seperti itu Bune?!”
“ Coba dengarkan aku dulu “
Ndoro Gati menarik kursi lalu duduk dihadapan istrinya yang mukanya masih masam.
“ Begini lho, aku ini kan orang yang senang menolong orang lain. Bayangkan dan pikirkan. Jika orang lain saja aku berikan perhatian dan kasih sayang apalagi istri ku sendiri. Sudah barang tentu akan lebih aku sayangi dan perhatikan. Toh, selama ini kebutuhanmu tidak pernah kekurangan. Lihat perhiasan mu hampir tiga kotak ada di lemari itu “
Sembari berkata seperti itu Ndoro Gati tersenyum genit.
“ Sudahlah, aku sudah tidak sanggup meneruskan hidup bersama njenengan. Kita pegatan saja. Kita cerai saja “
Ndoro Gati sudah tidak bisa ditahan. Kelakuannya semakin hari semakin gila. Bahkan, beberapa kali kepergok membawa wanita ke rumah. Warsih tidak bisa menerima hal itu, perasaannya sakit hingga ke lubuk hatinya. Pedih seperti tersayat sembilu. Daripada hidup bergelimang harta tapi makan hati dan selalu disakiti. Akhirnya, perempuan tiga anak ini memutuskan bercerai dari suaminya. Jika dirunut dari belakang pernikahan Warsih dan Ndoro Gati memang akibat terpaksa.
Dahulu kala orang tua Warsih terjerat hutang yang sangat banyak dengan Ndoro Gati karena tidak bisa mengembalikan dan utangnya semakin berbunga akhirnya dengan berat hati orang tua Warsih menyerahkan anak gadisnya untuk diperistri oleh Ndoro Gati yang pada saat itu sudah berumur enam puluh tahun. Pada saat itu Warsih menyetujui pernikahan itu. Sebagai anak yang berbakti ia ingin mengurangi beban orang tuanya.
Quote:
Sang surya telah menggelincir ke barat. Sinarnya yang terik menyilaukan kini berubah redup kekuningan. Setiap benda yang disapu sinar itu seolah-olah berubah warnanya menjadi kuning. Disaat hari menjelang sore Ndoro Gati keluar rumah mengendarai mobil Toyota Camry. Lelaki tua itu kelihatan lebih muda dari usia sebenarnya. Berpakaian rapi, sepatu mengkilat hitam membungkus kedua kakinya. Rambutnya licin tersisir ke belakang. Parfum wangi bermerk menambah percaya diri penampilannya.
Sore itu Ndoro Gati berencana akan pergi ke Malioboro. Ada seorang pemilik lesehan seorang janda semok yang setiap sore menggelar lesehan di depan kantor kepatihan Yogyakarta. Dan janda itulah yang sekarang sedang diincarnya. Seperti biasa, setiap malam setelah toko-toko di sepanjang Jalan Malioboro tutup, kawasan itu berubah hidup menjadi pusat lesehan. Dari sekian banyak pedagang lesehan terdapat seorang janda bernama Minuk. Janda ini berwajah oval, selalu berdandan apik. Rambut hitam tebal dikuncir kuda ke belakang. Dalam usianya yang telah mencapai empat puluhan, tubuhnya yang montok dan singset dibungkus kulit putih bersih, masih bagus dan kencang untuk ukuran perempuan seusianya.
Saat itu Minuk tengah sibuk melayani tamu yang duduk di atas tikar mengelilingnya. Seperti biasa janda ini selalu mengenakan kebaya berwarna biru pekat yang bagian atasnya di potong rendah hingga setengah dadanya yang kencang kelihatan jelas menonjol, terkadang bergoyang-goyang membuat para tetamu, terutama lelaki jadi geregetan. Di balik sebuah tiang beton tak jauh dari tempat Minuk menggelar dagangan, seorang lelaki tua berdandan trendy yang bukan lain Ndoro Gati adanya, sibuk merapikan diri. Rambut yang sudah licin itu berulang kali dirapikannya dengan sebuah sisir kecil yang selalu berada di saku celana belakang.
Setelah merapikan pakaian dan menyisir rambut sekali lagi, sambil bersiul-siul kecil Ndoro Gati melangkah gagah ke tempat Minuk menggelar lesehannya. Langsung duduk di tikar. Kehadiran orang satu ini tentu saja menarik perhatian semua tamu yang telah lebih dulu berada di tempat itu. Tanpa perduli pandangan orang terhadapnya Ndoro Gati beringsut mendekati Minuk. Janda semok ini memberikan sebuah piring kosong tapi Ndoro Gati gelengkan kepala.
Setengah herbisik dia berkata.
"Aku tidak kepingin makan. Tapi kepingin yang lain. Yang kau janjikan dua malam lalu."
Wajah oval Minuk sesaat tampak bersemu merah. Dia tambah kikuk sewaktu ada seorang tamu sengaja keluarkan suara berdehem. Mungkin saja tamu ini tak sengaja mendengar apa yang dibisikkan oleh lelaki yang baru datang itu, lalu iseng menggoda. Sebaliknya Ndoro Gati palingkan kepala, menatap pada orang yang berdehem, membuat orang ini cepat-cepat melengos tak berani balas memandang wajah lelaki itu.
"Mas Gati, malem ini aku tidak bisa. Lagi banyak tamu. Besok saja, gimana?" Ucap Minuk.
"Jangan gitu, Min. Aku sudah membuat persiapan. Aku sudah minum obat kuat. Tongkat Ali. Sekarang aku sudah mulai on." Kata Ndoro Gati.
Mata lelaki tua ini mengerling ke dada sang janda. Minuk diam saja, tidak memberi reaksi. Malahan janda itu kembali melayani para tamu –tamunya yang mulai banyak berdatangan. Ndoro Gati merasa kecewa, jengkel dan marah karena keinginannya untuk bergumul dengan janda itu tidak kesampaian. Sementara birahinya yang semakin tinggi terpaksa ditekannya dalam –dalam. Dengan langkah gontai dan hati kesal lelaki itu meninggalkan lesehan. Tidak berapa lama kemudian ia sudah berada di belakang kemudi sedan Camry-nya. Mengitari kota Jogja yang sudah mulai sepi. Cahaya lampu jalan yang berderet –deret berpendar kuning pucat.
Memasuki kawasan ringroad selatan mata tajam Ndoro Gati melihat seorang perempuan tengah duduk di halte Trans Jogja. Sesaat Ndoro Gati melirik alroji yang melilit di pergelangan tangan kanannya. Pukul 11.25. jelas tidak mungkin ada bus yang lewat karena bus trans Jogja maksimal beroperasi jam 09.00 malam. Segera saja mobil sedan itu ditepikan oleh Ndoro Gati. Penuh simpati lelaki ini turun dari mobil mewahnya.
Begitu dekat jelaslah wujud perempuan itu. Dilihat dari usia mungkin sekitar tigapuluhan tahun. Postur tubuhnya tinggi dengan badan padat berisi. Tubuhnya yang putih mulus terbungkus oleh pakaian berwarna hijau pupus. Pakaian yang dikenakan gadis itu sangat rendah di bagian dada sehingga sebagian payudaranya tersembul padat di ujung atas pakaian bagian depan. Sementara rok pendek berwarna hitam menampakkan kemulusan kakinya. Sepasang wedges di sepasang kakinya yang jenjang menambah sempurna penampilannya. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai menjela sampai menyentuh bahu. Aroma wewangian yang aneh membuat jantung Ndoro Gati tersentak –sentak dan berdesir aneh.
Sepasang mata Ndoro Gati tak berkedip memperhatikan perempuan itu mulai dari kepala sampai ke kaki. Perempuan di atas halte itu tersenyum. Senyuman itu membuat Ndoro Gati tambah blingsatan. Birahinya yang tadi sempat redup berkobar kembali.
“Lho kok sendirian dik, ayo saya antarkan. Mau pulang kemana toh? Jam segini sudah tidak ada bus yang lewat. “ Ndoro Gati menyapa ramah. Senyumnya tersungging di bibir.
“ Mau pulang ke Parangtritis, Pak,” jawab perempuan itu dengan renyah.
“Wah kebetulan, saya juga akan kesana. Ayo bareng saja! Tapi jangan panggil Pak. Panggil saja Mas..Mas Gati ”
Perempuan itu tersenyum manis. Bibirnya sangat tipis dan merah. Ndoro Gati berkali –kali menelan ludahnya.
“ Beneran ini Pak....eh maksud saya Mas? Apakah tidak membuat repot?”
“ Sama sekali tidak. Malahan saya sangat senang ada teman di perjalanan “
“Ya sudah kalau begitu”
Perempuan itu melangkah perlahan –lahan ke arah mobil Ndoro Gati. Setengah berlari –lari Ndoro Gati membuka pintu depan samping kemudi. Setelah si perempuan telah masuk dan nyaman duduknya. Ndoro Gati segera menutup pintu. Lalu ia masuk ke mobil. Tidak lama kemudian mobil itu melaju membelah kesunyian Jogja di bagian selatan.
“Kok sendirian saja Mas?”
“ Lha, mau sama siapa lagi?”
Ndoro Gati tertawa menggoda. Hilang sudah kejengkelan tadi sore di lesehan Malioboro berganti dengan binar –binar kebahagiaan.
“Ya, sama istrinya “
“ Kebetulan, saya sudah lama jadi duda “
“Wah....kok sama ya Mas. Aku sudah lama kesepian. Suami ku sudah lima tahun ini tidak ada kabar berita kerja jadi TKI di Malaysia”
“ Cocok ini. Kalau malam ini tidak usah pulang saja bagaimana? Disini ada hotel yang bagus. Malam ini kita menginap disitu saja “
“Ya nanti gampang Mas.”
Perempuan itu bersemu merah pipinya.
Mobil yang dikendarai Ndoro Gati melaju dengan kencang. Jalanan mulai sepi dan malam semakin larut. Birahi lelaki tua ini sudah sampai di ubun –ubun kepala. Apa lagi perempuan disampingnya itu menggoda dan sesekali mengerling nakal ke arah Ndoro Gati. Jemari jemari perempuan itu sesekali mengelus dada dan paha Ndoro Gati. Bahkan sesekali mencium pipi dan lehernya juga. Ndoro Gati yang memang buaya jelas saja tidak bisa menguasai diri. Di kepalanya hanya dipenuhi bagaimana menggumuli perempuan itu di ranjang secepatnya.
“ Njengan apa sudah tidak tahan Mas? Kalau begitu cepat dilepas saja di mobil ini “
Suara perempuan ini semakin lirih dan parau seperti suara seorang yang sedang dikuasai nafsu.
Ndoro Gati tidak menjawab. Tangan kirinya lalu melepas sabuk dan menurunkan resleting celananya.
“ Iki lho, buka Mas. Buka Mas, buka,”
Perempuan itu berkata serak sambil menunjuk –nunjuk ke atas kepalanya sendiri.
Ndoro Gati kaget. Wanita yang tadi sangat cantik menggoda birahi kini wajah itu sangat pucat. Bibirnya pecah –pecah membiru. Bau bacin dan amis tiba –tiba mengusik penciuman. Pakaian yang tadi tampak bagus dan menggairahkan itu tiba –tiba hilang dan berganti dengan sesosok terbalut kain putih dari ujung kepala sampai kaki. Pocongan.
“ Buka Mas. Buka Mas, buka.....” sesosok disamping kemudi itu seperti berteriak –teriak serak dan parau mengerikan.
Ndoro Gati ketakutan. Tengkuknya serasa membeku. Tangan yang masih memegang stir kemudi gemetaran hebat. Lalu semuanya gelap dan semakin gelap pekat. Langit di ufuk timur semburat merah. Sang surya mulai memunculkan wujudnya. Sebuah sedan mewah nyangsang di atas pohon kamboja besar yang berada di tengah area pekuburan!
Sore itu Ndoro Gati berencana akan pergi ke Malioboro. Ada seorang pemilik lesehan seorang janda semok yang setiap sore menggelar lesehan di depan kantor kepatihan Yogyakarta. Dan janda itulah yang sekarang sedang diincarnya. Seperti biasa, setiap malam setelah toko-toko di sepanjang Jalan Malioboro tutup, kawasan itu berubah hidup menjadi pusat lesehan. Dari sekian banyak pedagang lesehan terdapat seorang janda bernama Minuk. Janda ini berwajah oval, selalu berdandan apik. Rambut hitam tebal dikuncir kuda ke belakang. Dalam usianya yang telah mencapai empat puluhan, tubuhnya yang montok dan singset dibungkus kulit putih bersih, masih bagus dan kencang untuk ukuran perempuan seusianya.
Saat itu Minuk tengah sibuk melayani tamu yang duduk di atas tikar mengelilingnya. Seperti biasa janda ini selalu mengenakan kebaya berwarna biru pekat yang bagian atasnya di potong rendah hingga setengah dadanya yang kencang kelihatan jelas menonjol, terkadang bergoyang-goyang membuat para tetamu, terutama lelaki jadi geregetan. Di balik sebuah tiang beton tak jauh dari tempat Minuk menggelar dagangan, seorang lelaki tua berdandan trendy yang bukan lain Ndoro Gati adanya, sibuk merapikan diri. Rambut yang sudah licin itu berulang kali dirapikannya dengan sebuah sisir kecil yang selalu berada di saku celana belakang.
Setelah merapikan pakaian dan menyisir rambut sekali lagi, sambil bersiul-siul kecil Ndoro Gati melangkah gagah ke tempat Minuk menggelar lesehannya. Langsung duduk di tikar. Kehadiran orang satu ini tentu saja menarik perhatian semua tamu yang telah lebih dulu berada di tempat itu. Tanpa perduli pandangan orang terhadapnya Ndoro Gati beringsut mendekati Minuk. Janda semok ini memberikan sebuah piring kosong tapi Ndoro Gati gelengkan kepala.
Setengah herbisik dia berkata.
"Aku tidak kepingin makan. Tapi kepingin yang lain. Yang kau janjikan dua malam lalu."
Wajah oval Minuk sesaat tampak bersemu merah. Dia tambah kikuk sewaktu ada seorang tamu sengaja keluarkan suara berdehem. Mungkin saja tamu ini tak sengaja mendengar apa yang dibisikkan oleh lelaki yang baru datang itu, lalu iseng menggoda. Sebaliknya Ndoro Gati palingkan kepala, menatap pada orang yang berdehem, membuat orang ini cepat-cepat melengos tak berani balas memandang wajah lelaki itu.
"Mas Gati, malem ini aku tidak bisa. Lagi banyak tamu. Besok saja, gimana?" Ucap Minuk.
"Jangan gitu, Min. Aku sudah membuat persiapan. Aku sudah minum obat kuat. Tongkat Ali. Sekarang aku sudah mulai on." Kata Ndoro Gati.
Mata lelaki tua ini mengerling ke dada sang janda. Minuk diam saja, tidak memberi reaksi. Malahan janda itu kembali melayani para tamu –tamunya yang mulai banyak berdatangan. Ndoro Gati merasa kecewa, jengkel dan marah karena keinginannya untuk bergumul dengan janda itu tidak kesampaian. Sementara birahinya yang semakin tinggi terpaksa ditekannya dalam –dalam. Dengan langkah gontai dan hati kesal lelaki itu meninggalkan lesehan. Tidak berapa lama kemudian ia sudah berada di belakang kemudi sedan Camry-nya. Mengitari kota Jogja yang sudah mulai sepi. Cahaya lampu jalan yang berderet –deret berpendar kuning pucat.
Memasuki kawasan ringroad selatan mata tajam Ndoro Gati melihat seorang perempuan tengah duduk di halte Trans Jogja. Sesaat Ndoro Gati melirik alroji yang melilit di pergelangan tangan kanannya. Pukul 11.25. jelas tidak mungkin ada bus yang lewat karena bus trans Jogja maksimal beroperasi jam 09.00 malam. Segera saja mobil sedan itu ditepikan oleh Ndoro Gati. Penuh simpati lelaki ini turun dari mobil mewahnya.
Begitu dekat jelaslah wujud perempuan itu. Dilihat dari usia mungkin sekitar tigapuluhan tahun. Postur tubuhnya tinggi dengan badan padat berisi. Tubuhnya yang putih mulus terbungkus oleh pakaian berwarna hijau pupus. Pakaian yang dikenakan gadis itu sangat rendah di bagian dada sehingga sebagian payudaranya tersembul padat di ujung atas pakaian bagian depan. Sementara rok pendek berwarna hitam menampakkan kemulusan kakinya. Sepasang wedges di sepasang kakinya yang jenjang menambah sempurna penampilannya. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai menjela sampai menyentuh bahu. Aroma wewangian yang aneh membuat jantung Ndoro Gati tersentak –sentak dan berdesir aneh.
Sepasang mata Ndoro Gati tak berkedip memperhatikan perempuan itu mulai dari kepala sampai ke kaki. Perempuan di atas halte itu tersenyum. Senyuman itu membuat Ndoro Gati tambah blingsatan. Birahinya yang tadi sempat redup berkobar kembali.
“Lho kok sendirian dik, ayo saya antarkan. Mau pulang kemana toh? Jam segini sudah tidak ada bus yang lewat. “ Ndoro Gati menyapa ramah. Senyumnya tersungging di bibir.
“ Mau pulang ke Parangtritis, Pak,” jawab perempuan itu dengan renyah.
“Wah kebetulan, saya juga akan kesana. Ayo bareng saja! Tapi jangan panggil Pak. Panggil saja Mas..Mas Gati ”
Perempuan itu tersenyum manis. Bibirnya sangat tipis dan merah. Ndoro Gati berkali –kali menelan ludahnya.
“ Beneran ini Pak....eh maksud saya Mas? Apakah tidak membuat repot?”
“ Sama sekali tidak. Malahan saya sangat senang ada teman di perjalanan “
“Ya sudah kalau begitu”
Perempuan itu melangkah perlahan –lahan ke arah mobil Ndoro Gati. Setengah berlari –lari Ndoro Gati membuka pintu depan samping kemudi. Setelah si perempuan telah masuk dan nyaman duduknya. Ndoro Gati segera menutup pintu. Lalu ia masuk ke mobil. Tidak lama kemudian mobil itu melaju membelah kesunyian Jogja di bagian selatan.
“Kok sendirian saja Mas?”
“ Lha, mau sama siapa lagi?”
Ndoro Gati tertawa menggoda. Hilang sudah kejengkelan tadi sore di lesehan Malioboro berganti dengan binar –binar kebahagiaan.
“Ya, sama istrinya “
“ Kebetulan, saya sudah lama jadi duda “
“Wah....kok sama ya Mas. Aku sudah lama kesepian. Suami ku sudah lima tahun ini tidak ada kabar berita kerja jadi TKI di Malaysia”
“ Cocok ini. Kalau malam ini tidak usah pulang saja bagaimana? Disini ada hotel yang bagus. Malam ini kita menginap disitu saja “
“Ya nanti gampang Mas.”
Perempuan itu bersemu merah pipinya.
Mobil yang dikendarai Ndoro Gati melaju dengan kencang. Jalanan mulai sepi dan malam semakin larut. Birahi lelaki tua ini sudah sampai di ubun –ubun kepala. Apa lagi perempuan disampingnya itu menggoda dan sesekali mengerling nakal ke arah Ndoro Gati. Jemari jemari perempuan itu sesekali mengelus dada dan paha Ndoro Gati. Bahkan sesekali mencium pipi dan lehernya juga. Ndoro Gati yang memang buaya jelas saja tidak bisa menguasai diri. Di kepalanya hanya dipenuhi bagaimana menggumuli perempuan itu di ranjang secepatnya.
“ Njengan apa sudah tidak tahan Mas? Kalau begitu cepat dilepas saja di mobil ini “
Suara perempuan ini semakin lirih dan parau seperti suara seorang yang sedang dikuasai nafsu.
Ndoro Gati tidak menjawab. Tangan kirinya lalu melepas sabuk dan menurunkan resleting celananya.
“ Iki lho, buka Mas. Buka Mas, buka,”
Perempuan itu berkata serak sambil menunjuk –nunjuk ke atas kepalanya sendiri.
Ndoro Gati kaget. Wanita yang tadi sangat cantik menggoda birahi kini wajah itu sangat pucat. Bibirnya pecah –pecah membiru. Bau bacin dan amis tiba –tiba mengusik penciuman. Pakaian yang tadi tampak bagus dan menggairahkan itu tiba –tiba hilang dan berganti dengan sesosok terbalut kain putih dari ujung kepala sampai kaki. Pocongan.
“ Buka Mas. Buka Mas, buka.....” sesosok disamping kemudi itu seperti berteriak –teriak serak dan parau mengerikan.
Ndoro Gati ketakutan. Tengkuknya serasa membeku. Tangan yang masih memegang stir kemudi gemetaran hebat. Lalu semuanya gelap dan semakin gelap pekat. Langit di ufuk timur semburat merah. Sang surya mulai memunculkan wujudnya. Sebuah sedan mewah nyangsang di atas pohon kamboja besar yang berada di tengah area pekuburan!
Diubah oleh breaking182 06-02-2021 23:15






itkgid dan 4 lainnya memberi reputasi
5
6.6K
Kutip
20
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan