- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Hidayah Untuk Samsul


TS
aldwin160
Hidayah Untuk Samsul

==========================================================================================================
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++SHORT STORY+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
==========================================================================================================
Quote:

Quote:
HIDAYAH UNTUK SAMSUL
Namaku Wati. Aku adalah Ibu dari satu orang anak. Aku mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Samsul. Dia baru saja masuk SMP dua bulan yang lalu di sebuah sekolah negeri. Sebagai seorang ibu, tentu aku ingin anakku tumbuh menjadi orang yang saleh. Makanya aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untuknya. Pokoknya Samsul harus menjadi orang yang baik dan sukses, itulah yang harus aku perjuangkan sebagai seorang ibu
Hari ini adalah hari Jumat. Pada pagi hari, seperti biasa, aku hendak pergi berbelanja ke pasar untuk membeli bahan-bahan memasak. Aku mengambil mengambil dompet belanja yang biasa aku bawa ketika berbelanja dan memeriksa isinya. Ketika membuka dompet, aku heran karena isinya hanya dua puluh ribu rupiah, terdiri dari empat lembar pecahan lima ribuan.
"Perasaan uang sisa belanja kemarin pagi masih ada tiga puluh ribu", dalam benakku.
Aku mencoba mengingat-ingat lagi uang sisa belanja kemarin sore, tapi aku tidak dapat mengingatnya dengan jelas.
“Mungkin aku lupa kalau memang sisa uang belanja kemarin hanya segini” pikirku.
Setelah itu, aku masuk ke kamarku di lantai dua untuk mengambil tambahan uang dari lemari lalu segera berangkat ke pasar tradisional. Sesampai di pasar tradisional, aku langsung berjalan menuju pedagang sayur langgananku, Mas Robi.
"Mas, saya beli wortel setengah kilo, kangkung dua ikat, dan tempe dua buah", kataku.
"Siap bu!" jawab Mas Robi yang lalu dengan sigap memasukan pesananku ke dalam plastik.
"Ini bu belanjaannya, semua jadi dua puluh lima ribu" kata Mas Robi.
"Siap bu!" jawab Mas Robi yang lalu dengan sigap memasukan pesananku ke dalam plastik.
"Ini bu belanjaannya, semua jadi dua puluh lima ribu" kata Mas Robi.
Aku lalu menyodorkan uang lima puluh ribuan yang tadi aku ambil dari lemari. Mas Robi menerima uang tersebut lalu mengambilkan kembaliannya sebesar dua puluh lima ribu, terdiri dari satu lembar pecahan dua puluh ribu dan satu lembar pecahan lima ribu.
"Maaf Bu, uang dua puluh ribunya sudah jelek" kata Mas Robi.
Aku pun melihat uang dua puluh ribuan yang dimaksud dan menemukan bahwa gambar pahlawan di uang kertas mendapat tambahan kumis dan jenggot dari pulpen. Aku hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala melihat hasil keisengan pemilik sebelumnya uang tersebut.
"Yaudah tidak apa-apa, besok juga uangnya aku pakai belanja lagi kok" kataku pada Mas Robi sambil tersenyum.
Aku lalu memasukan uang tersebut ke dompet belanja dan langsung bergegas pulang untuk menyelesaikan pekerjaan rumah lain.
Malam harinya, Samsul meminta izin padaku untuk pergi ke rumah Andre, teman sekolahnya, untuk mengerjakan tugas bahasa inggris.
“Iya.. tapi kamu hati-hati dan jangan pulang terlalu malam ya..” nasihatku.
“Iya ma” jawab Samsul.
“Iya ma” jawab Samsul.
Samsul pun segera pergi menuju rumah temannya. Suamiku sedang ada dinas ke luar kota dan baru akan pulang dua hari kemudian sehingga hanya terdapat diriku sendiri di rumah. Setelah Samsul pergi, aku mengambil pakaian dari jemuran yang telah kering. Lalu, aku langsung menyetrika pakaian-pakaian tersebut agar besok aku bisa lebih santai. Setengah jam kemudian, semua pakaian yang baru kuambil dari jemuran kini telah selesai disetrika. Kulihat jam di dinding, waktu masih menunjukan pukul tujuh malam.
"Sekarang aku ngapain yaa?" tanyaku dalam hati.
Tiba-tiba aku terpikir untuk mengecek buku pelajaran Samsul.
"Penasaran juga apa yang sedang dipelajari Samsul sekarang" gumamku.
Aku pun masuk ke kamar Samsul dan melihat terdapat sebuah buku teks matematika tergeletak di atas meja belajarnya. Aku mencoba membuka buku tersebut lembar demi lembar. Sesampai di halaman dua puluh tiga, aku menemukan selembar uang pecahan dua puluh ribu yang sudah dicoret-coret dengan pulpen. Aku menjadi teringat uang dua puluh ribu kembalian belanja pagi tadi. Coretan uang yang aku lihat sekarang terlihat sama persis dengan uang kembalian dari pasar tadi.
"Jangan-jangan ini memang uang kembalian dari pasar tadi...." pikirku.
Ah, aku tidak mau berprasangka buruk, apalagi pada anakku sendiri. Aku pun segera keluar dari kamar Samsul lalu menuju kamarku dan membaca buku. Namun, hatiku tidak tenang dan masih penasaran.
"Apa iya Samsul mengambil kembalian uang belanja tadi? Jangan-jangan kemarin dia juga yang mengambil uang belanjaku?"
Aku tidak tahan lagi dan memutuskan untuk memeriksa dompet belanjaku untuk memastikannya. Ketika melihat isi dompet belanjaku, jantungku berdegup kencang ketika menyadari kalau uang dua puluh ribuan yang dicoret-coret tadi sudah hilang. Kini dompet belanjaku hanya terisi uang sejumlah dua puluh lima ribu rupiah, dua puluh ribu sisa belanja kemarin dan lima ribu dari kembalian tadi. Sepertinya benar kalau uang yang ada di kamar Samsul tadi adalah uang yang diambil dari dompet belanjaku.
Aku merasa sedih dan merasa gagal sebagai orang tua. Aku mencoba menenangkan diri dengan menuju kamarku dan duduk di tepi ranjang sambil termenung.
"Mengapa anakku sampai mencuri begini ya Allah" tangisku dalam hati.
Tiba-tiba aku teringat kalau akhir-akhir ini aku jarang salat. Bahkan aku baru saja melewatkan salat maghrib meskipun sebenarnya aku dapat menyempatkan waktu untuk melakukannya.
"Mungkin ini hukuman untukku karena telah melupakan Allah" pikirku.
Daripada terus bersedih, aku memutuskan untuk menjalani salat isya. Aku pun mempersiapkan perlengkapannya lalu segera salat. Selama salat, aku terus terpikir uang dua puluh ribu tadi.
"Ya Allah, ampunilah hambamu ini. Berikanlah hidayah pada Samsul agar dia sadar mencuri itu dosa, ya Allah. Aku janji mulai sekarang tidak akan melupakanmu lagi.
Tanpa sadar, air mata menetes dari mataku selama aku salat. Begitu selesai salat, aku segera mengusap air mataku lalu merapikan perlengkapan salatku.
"Nanti aku akan berbicara langsung dengan Samsul mengenai uang tersebut" gumamku.
Tepat pukul delapan malam, Samsul kembali ke rumah. Aku sudah menantinya di ruang keluarga untuk bertanya padanya mengenai uang dua puluh ribu tadi. Baru saja aku mau memanggil Samsul, dia tiba-tiba mencariku.
"Mama..."
"Iya kenapa Samsul.."
"Iya kenapa Samsul.."
Samsul terdiam beberapa saat sambil menunduk. Aku penasaran kenapa Samsul bertingkah seperti itu.
"Kamu kenapa Samsul? kok diam begitu" tanyaku.
"Mama.. aku mau minta maaf"
"Lah, minta maaf untuk apa?" tanyaku lagi.
"Kemarin lusa teman-temanku berencana mengajakku ke taman hiburan. Harga tiket masuknya enam puluh ribu tetapi aku sedang tidak punya uang. Jadi..."
"Jadi?"
"Kemarin siang dan tadi aku ngambil uang mama. Aku minta maaf, Ma" kata Samsul sambil menitikan air mata.
"Mama.. aku mau minta maaf"
"Lah, minta maaf untuk apa?" tanyaku lagi.
"Kemarin lusa teman-temanku berencana mengajakku ke taman hiburan. Harga tiket masuknya enam puluh ribu tetapi aku sedang tidak punya uang. Jadi..."
"Jadi?"
"Kemarin siang dan tadi aku ngambil uang mama. Aku minta maaf, Ma" kata Samsul sambil menitikan air mata.
Aku geleng-geleng kepala mendengar pengakuan Samsul. Namun, di sisi lain aku bersyukur karena Samsul berani mengakui kesalahannya meski tidak mudah.
"Ya sudah, kamu nggak perlu menangis lagi. Kalau butuh uang bilang saja, mama nggak akan marah kok. Lain kali jangan diulangi ya..", kataku sambil memeluk Samsul.
"Maaf ya ma" kata Samsul sambil terisak.
"Sudah.. sudah.." kataku sambil memeluknya dan mengelus punggungnya.
"Maaf ya ma" kata Samsul sambil terisak.
"Sudah.. sudah.." kataku sambil memeluknya dan mengelus punggungnya.
Setelah Samsul agak tenang, aku melepaskan pelukanku. Aku penasaran kenapa Samsul tiba-tiba bertindak seperti itu. Daripada terus penasaran, aku pun bertanya pada Samsul.
"Samsul, kok kamu tiba-tiba mengaku mencuri uang mama? Mama jadi penasaran"
"Tadi di rumah Andre, ketika aku dan Andre sedang mengerjakan tugas, aku melihat seorang ustaz bicara di televisi..." jawab Samsul.
"Hmm... lalu?".
"Ustaz tersebut mengatakan kalau surga ada ditelapak kaki ibu. Makanya seorang anak harus berbakti dan tidak boleh berbuat tidak baik pada ibu"
"Ohh..", kataku sambil mengangguk paham.
"Yasudah, sekarang kamu mandi dulu. Setelah itu jangan lupa salat yaa."
"Baik ma" jawab Samsul lalu segera mengambil pakaian ganti dan mandi.
"Tadi di rumah Andre, ketika aku dan Andre sedang mengerjakan tugas, aku melihat seorang ustaz bicara di televisi..." jawab Samsul.
"Hmm... lalu?".
"Ustaz tersebut mengatakan kalau surga ada ditelapak kaki ibu. Makanya seorang anak harus berbakti dan tidak boleh berbuat tidak baik pada ibu"
"Ohh..", kataku sambil mengangguk paham.
"Yasudah, sekarang kamu mandi dulu. Setelah itu jangan lupa salat yaa."
"Baik ma" jawab Samsul lalu segera mengambil pakaian ganti dan mandi.
Setelah mendengar cerita Samsul barusan aku merasa lega. Aku bersyukur kepada Tuhan karena telah memberikan hidayah pada Samsul sehingga ia mau mengakui perbuatannya. Sejak saat itu, aku berjanji akan menjalani salat lima waktu tanpa bolong dan melaksanakan semua kewajiban lainnya sebagai seorang muslim.[
==========================================================================================================
THE END
==========================================================================================================Quote:
SUMBER : Pikiran Ane Sendiri
SUMBER GAMBAR : images.google.co.id
Mohon feedback-nya kalau agan berkenan
SUMBER GAMBAR : images.google.co.id
Mohon feedback-nya kalau agan berkenan

Diubah oleh aldwin160 14-06-2018 21:04


anasabila memberi reputasi
1
807
Kutip
6
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan