- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Investigasi BBC: 'Habitat 1.000 Orang Utan' di Hutan Gambut Kalimantan Barat Terancam


TS
kelazcorro
Investigasi BBC: 'Habitat 1.000 Orang Utan' di Hutan Gambut Kalimantan Barat Terancam
Quote:

Quote:
Investigasi BBC: 'Habitat 1.000 Orang Utan' di Hutan Gambut Kalimantan Barat Terancam Perusahaan Kayu
Salah satu hutan gambut pesisir terakhir Indonesia dan yang menjadi rumah bagi orang utan kini terancam.
Sebuah perusahaan penebangan kayu Indonesia yang didanai Cina dan Kanada, PT Mohairson Pawan Khatulistiwa (MPK), dituduh melanggar peraturan pemerintah mengenai perlindungan gambut yang dirancang untuk menghentikan kebakaran tahunan.
Kini, perusahaan itu berupaya melobi agar rangkaian sanksi terhadap mereka dicabut. Mereka mengatakan perubahan kebijakan pemerintah pusat tidak adil dan telah membuat mereka kecewa.

Dari ketinggian beberapa ratus meter, kanal sepanjang sembilan kilometer terlihat jelas menembus hutan dekat Ketapang, Kalimantan Barat.
Perusahaan mengatakan pembangunan kanal sepanjang 20 kilometer telah dicantumkan dalam rencana kerja yang kemudian mendapat persetujuan KLHK pada 2015.
Kanal yang mirip sobekan di atas permadani hijau itu merupakan bagian dari proyek penanaman hutan, Hak Pengusahaan Hutan (HPH).
"Kita berhasil mengajak investor untuk berinvestasi di Ketapang. Saat ini ada beberapa negara, dari Kanada dan Cina, yang sudah melakukan pembangunan industri, baik itu plywood, kayu untuk lantai, dan furnitur," tutur Hans Saputra, office direktur PT Mohairson Pawan Khatulistiwa (MPK).
Perusahaan tersebut mengantongi izin menebang kayu di lahan seluas 48.000 hektare pada 2008. Namun, proyek baru dimulai di lokasi tersebut pada 2013.
"Kayunya sudah kurang, sudah gundul, sudah arang-arang. Jadi kita merencanakan penanaman, kita menanam kayu yang memang masih ada yang kecil-kecil, kita bersihkan dan tanam," ujar Edi Rahmad Lie selaku direktur umum MPK di Jakarta.
Edi mengaku belum pernah melihat wujud hutan gambut yang perusahaannya akan garap.

Hutan gambut terakhir
"Kami sudah menegaskan, kami tidak ingin ada perusahaan di sini," kata Ira Sahroni, seorang petani setempat.
Ira hidup di dalam rumah kayu bersama keluarganya dekat lokasi penggalian kanal.
"Itu adalah satu-satunya hutan yang tersisa di daerah kami. Kami ingin mewariskannya untuk anak cucu kami," sambungnya.
Penebangan hutan besar-besaran di kawasan tersebut membuat Ira dan penduduk sekitar sulit mendapatkan air bersih. Dampak terbesar adalah menyebabkan kebakaran pada musim kemarau dan banjir pada musim hujan.
Kekhawatiran lainnya, letak hutan gambut itu sejajar dengan garis pantai sehingga kerusakan pada hutan akan menyebabkan air laut merembes ke lahan pertanian.
"Kami ingin suara orang kecil didengar. Kami tidak ingin ada investor besar datang ke sini dan menyebabkan kami menderita hanya demi keuntungan segelintir orang," cetus Ira.
Suaka
Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) untuk mendapatkan izin konsesi tidak menyebut mengenai orang utan di kawasan itu.
Namun, menurut sebuah survei di lahan konsesi oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA), Wetlands International, Borneo Nature Foundation, serta International Animal Rescue of Indonesia (IAR) pada 2017 lalu, hutan ini merupakan lokasi bermukim bagi 800 hingga 1.000 orang utan.

"Lebih dari 1.000 orang utan yang berada di wilayah konsesi ini nasibnya terancam," ujar Karmele Llano Sanchez, direktur IAR—lembaga yang menjalankan upaya penyelamatan dan rehabilitasi orang utan.
"Tidak mungkin kami bisa menyelamatkan lebih dari 1.000 orang utan, karena itu kita akan kehilangan salah satu populasi orang utan paling penting yang tersisa. Dan saat ini, setiap orang utan sangat berarti," imbuhnya.
Paru-paru dunia
Cahaya matahari bagaikan lampu remang-remang di antara lebatnya pepohonan di dalam hutan ini. Kadang sulit melihat beberapa meter di depan kami.
Tanah di hutan gambut ini penuh dengan sisa-sisa pohon membusuk serta bahan organik setebal 11 meter, menurut lembaga perlindungan lingkungan, Wetland International.
Dengan bahan organik setebal itu, kandungan karbon di dalam tanah hutan gambut sangatlah sarat.
Berdasarkan sebuah survei gabungan di kawasan hutan ini, berdasarkan kegiatan sampling kedalaman gambut, Wetland International mendapati bahwa 84% dari konsesi lahan yang dimiliki PT MPK seharusnya masuk dalam kategori fungsi lindung Ekosistem Gambut sesuai Peraturan Pemerintah no 71 dan PP Nomor 57 tahun 2016.
"Hutan seperti ini mengendalikan iklim kita. Ketika disapu bersih atau dikeringkan, kebakaran mudah terjadi dan karbondioksida dalam jumlah besar akan terlepas ke atmosfer," terang pengampanye hutan dari lembaga Greenpeace, Ratri Kusumohartono.
Para pegiat lingkungan menegaskan bahwa kegagalan melindungi kubah gambut di lahan konsesi PT Mohairson akan menimbulkan risiko tinggi kebakaran hutan.
Menyusul kebakaran hutan yang dahsyat pada 2015, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan moratorium konversi lahan gambut baru--meski sebuah perusahaan telah mengantongi konsesi.
Kebijakan itu kemudian ditindaklanjuti oleh KLHK dengan merilis serangkaian aturan baru beserta peta perlindungan lahan gambut.

Menteri KLHK, Siti Nurbaya berulang kali menolak permohonan BBC untuk wawancara. Dia berkeras tidak ada yang perlu dibicarakan terkait perlindungan hutan gambut.
Tapi lewat semi-official website foresthints dia sudah menegaskan pembangunan kanal baru di lahan gambut "dilarang keras" dan "tidak akan ada kompromi".
"Inilah ujiannya," kata Ratri Kusumohartono dari Greenpeace.
"Pemerintah harus menunjukkan bahwa mereka serius melindungi lahan gambut dan serius menghentikan kebakaran yang terus berulang setiap tahun dengan menerapkan aturan mereka," sambungnya.
Sanksi-sanksi
Menyusul seruan para pegiat lingkungan, tahun lalu pemerintah Jakarta mengirimkan sebuah tim untuk mengunjungi lahan konsesi PT Mohairson Pawan Khatulistiwa (MPK).
Pada April 2017, melalui surat yang disaksikan BBC, KLHK memerintahkan perusahaan itu untuk "menghentikan semua operasi" beberapa hari setelah menerima surat pemberitahuan dan melakukan "penutupan/penimbunan" kanal dalam 20 hari setelah menerima surat pemberitahuan.
Jika tidak dilakukan, sanksi yang lebih berat akan dijatuhkan.

Nyatanya, setahun berlalu setelah surat itu dilayangkan namun kanal tersebut masih membentang.
PT MPK berkeras bahwa mereka telah mengikuti semua aturan pemerintah dengan membuat tanggul pada kanal tersebut. Akan tetapi, para pegiat gambut menilai bahwa kanal tersebut tetap dapat mengeringkan hutan gambut dan membuat kawasan itu dimasuki para penebang ilegal dengan mudah.
Tatkala BBC mengunjungi kawasan tersebut pada Maret lalu, sejumlah pekerja yang dilengkapi dengan alat-alat berat terlihat menggali tanah dekat kanal dan membuat fondasi bangunan.
PT MPK menyebut bangunan itu akan berfungsi sebagai gudang peralatan.

Seorang direktur jenderal di KLHK baru mengetahui kondisi tersebut ketika kami menunjukkan padanya hasil dokumentasi di lokasi.
"Kami ada selidiki dan kalo benar ini jelas pelanggaran," ujar MR Karliansyah, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan.
Selagi melihat foto-foto lahan konsesi itu dia mengatakan, "Hutan itu adalah hutan perawan yang harus diselamatkan."
"Kalau itu lokasi orang utan, kemudian mereka punya izin tapi belum mereka buka dan itu hutan lindung maka tidak bisa dibuka," tegasnya.
"Jika lebih dari 40% lahan konsesi adalah hutan yang dilindungi, perusahaan bisa meminta pertukaran lahan konsesi," katanya.
Menurutnya, skenario pertukaran lahan konsesi pernah dilakukan pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan yang berada dalam situasi serupa manakala Peraturan Pemerintah soal perlindungan lahan gambut diberlakukan.
Bagaimana tanggapan PT MPK?
"Kalau soal gambut saya kurang paham, memang ada sebagian yang mengatakan ada lahan gambut," ujar Edi Rahmad Lie, direktur jenderal PT MPK di Jakarta.
"Kami siap untuk kerja sama, yang penting dua belah pihak tidak saling merugikan. Kalau semuanya diambil pun pasti ada pertimbangan, kita perusahaan pernah mengeluarkan dana sangat besar bukan kecil. Mungkin ada kompensasi, Mentri panggil saya 'pak Edi, hutan ini tidak jadi HPH, mau dilestarikan kompensasi kerugian pak Edi hitung'," ujarnya.
Akan tetapi, ceritanya beda di Pontianak. Bulan ini, Hans Saputra, direktur PT MPK, mengatakan perusahaannya tidak tertarik dengan pertukaran lahan konsesi.
"Kami tidak pernah mau jual dan juga tidak kepikiran untuk ditukar. Karena yang kerja sama dengan kita sudah membangun industri di sana," ujarnya.
"Saya percaya kepada pemerintah selama kami taat dan patuh mengerjakan apa yang ditentukan pasti dicabut sanksinya, saya yakin. Selama ini, sudah setahun, saya juga tidak tahu kenapa. Padahal dari ketentuan yang harus kita lakukan sudah kami penuhi semuanya. Tapi sampai saat ini belum dicabut mungkin dipengaruhi pihak-pihak tertentu," imbuhnya.

Investasi terkatung-katung
Komitmen pemerintah pusat untuk melindungi dan merestorasi lahan gambut menjadi terhalang akibat tekanan dari sektor industri dan pemerintah daerah.
Dalam surat kepada Presiden Joko Widodo tahun lalu, Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis, menegaskan bahwa pelarangan penggunaan lahan gambut akan mengancam hampir 90.000 lapangan pekerjaan dan membahayakan ekspor bernilai triliunan rupiah.
"Keputusan pemerintah dalam kasus ini dan kasus lainnya adalah preseden buruk bagi aturan hukum dan investasi di Indonesia," kata Gusti Hardiansyah, penasehat khusus untuk gubernur Kalbar di bidang perubahan iklim, dengan raut muka yang jelas menunjukkan kemarahan.
"Hanya karena Anda ingin menyelamatkan orang utan, Anda ingin mengorbankan penduduk Indonesia. Anda tidak bisa seperti itu! Kami melindungi rakyat kami dulu," cetusnya.
PT Moharison mengklaim proyek di hutan gambut akan mendatangkan ratusan pekerjaan di wilayah itu dan mengaku bersedia bekerja sama dengan pemerintah untuk menemukan solusi.
Perusahaan itu menyebut bahwa lahan konsesi yang mencakup hutan lindung akan digunakan sebagai kawasan ekowisata. Mereka juga mengaku tengah menyusun rencana baru, namun tidak bisa menyampaikan rinciannya kepada BBC.
Masa depan suram
Di pusat penyelamatan dan rehabilitasi milik IAR, bayi-bayi orang utan yatim-piatu baru saja pulang dari 'sekolah hutan'.

Mereka masuk ke gerobak sorong dan dituntun menuju kandang—tempat mereka bermalam.
"Mereka datang dari kawasan-kawasan di hutan yang telah ditebang atau dibakar. Begitu orang utan kehilangan habitatnya, mereka mudah dibunuh. Bayi-bayi ini telah kehilangan ibu mereka," kata Llano Sanchez.
Di sekolah hutan ini, mereka belajar cara bertahan hidup secara mendasar.
"Kami mencoba membuat kondisi seperti di alam liar. Perlu tujuh sampai delapan tahun mendidik mereka, periode yang biasanya dihabiskan bayi orang utan bersama ibu mereka," tambahnya.
Harapan Llano adalah para bayi orang utan ini bisa dilepasliarkan di hutan. Akan tetapi, jika pemerintah tidak menegakkan aturan untuk melindungi habitat orang utan, masa depan mereka tampak suram.
Diubah oleh kelazcorro 05-06-2018 15:20


tien212700 memberi reputasi
1
1.2K
Kutip
5
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan