- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
[CERPENRELIGI] Perjalanan Kita


TS
a112aditya
[CERPENRELIGI] Perjalanan Kita
![[CERPENRELIGI] Perjalanan Kita](https://s.kaskus.id/images/2018/05/14/4176847_20180514101915.jpg)
![[CERPENRELIGI] Perjalanan Kita](https://s.kaskus.id/images/2018/06/01/7725665_20180601021700.jpeg)
Sekali lagi bersama event SFTH.. What a pleasure..

Di bulan dimana ane lahir, ane berusaha memberikan salah satu usaha terbaik ane untuk ikut meramaikan event ini.. So... Please enjoy your Ramadhan.. Happy Fasting and Keep Reading
#IndonesiaMembaca #IndonesiaMenulis
Quote:
![[CERPENRELIGI] Perjalanan Kita](https://s.kaskus.id/images/2018/06/01/7725665_20180601122337.jpg)
Jutaan daun kering yang berguguran ini terasa berbeda. Layaknya berbisik di telinga ku, bahwa hidup memiliki cara pandangnya sendiri dalam menilai. Tentang apakah pribadi ini hanya sekedar sampah yang berserakan mengotori, atau ada masa dimana keberadaannya memiliki makna dan tujuan yang membawa berkah.
"Kau itu bukan siapa-siapa!!! Ingat baik-baik dalam kepalamu!!!" Ketua preman yang menguasai wilayah ini menegaskan posisi ku.
Penuh luka lebam. Nyeri menyengat sekujur tubuh. Berandalan ini lupa kapan harus berhenti. Kalah jadi abu, menang jadi arang. Sungguh tak ada guna. Itu pikir ku menatap biru bersih tanpa awan putih menyesali hidup hampir berada di ambang mati. Hingga wajah itu merusak momen indah yang sedang ku nikmati.
Di simpangan jalan para pahlawan ini, tujuh tahun yang lalu kami bertemu. Seorang tua renta lusuh dan pemuda brengsek tak tahu malu. Dalam momen penuh hina tanpa harga diri. Aku. Yang akhirnya menerima karma dari ulah bedebah ku pada mereka yang nyatanya menawarkan cinta kasih. Dan dia, Handoyo yang selalu diseru Doyok, tidak berbeda jauh dari mereka. Datang pada ku menawarkan semua rasa manis dari roti isi cokelat yang mungkin satu-satunya pengganjal perut keriputnya hari itu.
"Ku perhatikan semua itu hanya sebuah kesia-siaan, nak. Bagaimana mungkin di umur yang semuda ini kau berulang kali jatuh di lubang yang sama? Tidakkah kau belajar?"sapanya menasehati.
"Pergi kau tua bangka!!! Biarkan aku mati dengan tenang. Bawa ceramahmu ke tempat yang sudah sepantasnya."balas ku terganggu dengan kehadirannya.
"Dimana semua kesenangan itu jika aku berlalu? Pikirkan nak. Penyeselan itu memang datang di belakang. Kalau tidak, semua manusia pastinya bersih dari dosa." Belum sempat aku balas kata-kata bijak itu, mulut ku sudah disumpalnya dengan roti. Sungguh biadab.
Dari semua waktu yang ku telah lalui, dalam dua bulan, di punggung yang letih akan sandiwara dunia, si tua Doyok meluluhkan bongkahan es yang membekukan hati ku. Melemahkan tegangan yang menarik erat di otot wajah penuh amarah. Doyok tua dan Uli brewok adalah satu kombinasi sempurna milik dunia. Berjalan bersama menikmati usia yang masih tersisa. Belajar dari setiap detil masa yang ada. Tidak peduli sesakit apa duka menyapa.
"Cahaya menerangi. Bayang menaungi. Baik buruk keduanya, semua tergantung caramu menyikapi, Uli." Doyok tua hanya mengoceh kesana kemari tanpa aku mengerti.
Mungkin karena Doyok hanya tahu santun. Disiram air pel-pelan saja ia masih menahan ku menghadiahi bogem mentah sebagai ucapan terima kasih atas tempat istirahat dan siraman jasmani yang menyegarkan pada si pemilik ruko. Sabarnya Doyok lah yang membayangi ku kemana pun kobaran emosi yang sinarannya menyengat ini salah arah.
Tahun pertama kami bertemu Ramadhan. Kali pertama kami menyalaminya bersama. Doyok tua mahir mengajari ku memoles sinaran itu. Rasanya begitu menghangatkan. Begitu nyaman di pandang mata. Ditambah melihat semua tawa yang terpatri di wajah Doyok tua. Dari semua barang usangnya, Al Quran kecil itu selalu tampak baru, berada di bungkusan kain bermotif garis yang melintang di dada dan punggungnya.
"Dari sini semua yang ku ajarkan padamu berasal."ucap Doyok tua yang masih suci dalam wudhu mengelus sampul dengan penuh rasa kasih dan penghormatan yang mendalam.
"Kalau buku kecil itu bisa mengenyangkan ku, sudah ku lahap banyak-banyak sejak di panti asuhan dulu. Kenapa penting sekali?"balas ku mencaci pun penasaran memandangnya penuh sayang pada Al-Quran kecil itu.
"Ini petunjuk ku. Ini mahar ku meminang gadis lugu itu. Lahaplah Uli... Kalau kau memang mau. Tapi resapi. Jangan masuk kanan keluar kiri. Setidaknya mendarah daging. Tidak sekedar jadi kotoran yang dilupa dan dibenci." Ocehan Doyok sulit ku mengerti. Hanya saja aku mantap bersamanya.
Jangan kira Doyok gelandangan biasa. Meski dia dibuang keluarga, yang mungkin juga terjadi pada ku hingga berada di panti itu - aku tak tahu -, Doyok tidak pernah meminta-minta. Untuk makan sahur dan berbuka dia bekerja keras mendapatkannya. Dia bukan menolak pemberian. Tapi dia tidak pernah membiarkan keadaan memberinya kesempatan itu. Seperti ketika sahur tiba, yang biasa orang-orang seperti kami menunggu para derma, Doyok tua memilih pergi sebelum mereka tiba. Dan menikmati jerih payahnya di tempat sepi. Pun ketika berbuka.
"Nikmatnya... Nasi kuah rendang ini seperti makanan surga."tukas ku puas melahap bungkusan yang kami dapat dari warung padang dimana penjaganya kala itu memanfaatkan situasi.
"Ya... Ya... Seperti itu. Syukuri sebanyak yang kamu mampu. Kurangi mengeluh. Apa yang kita terima, itu yang kita perlu. Bahkan cacing yang sekecil itu, masih diberi rezeki setiap waktu." Doyok tua gembira sekali seminggu itu.
![[CERPENRELIGI] Perjalanan Kita](https://s.kaskus.id/images/2018/06/01/7725665_20180601012718.jpeg)
Dia rela mencuci piring demi sebungkus nasi berkuah. Botol bekas tidak luput dari kait berkarat yang membawa seribu dua ribu perak per kilonya ke dalam kantong plastik yang menggantung di pinggang. Pedih di telapaknya pun tak pantas mendapat perhatiannya kala mencabuti rumput halaman rumah si empunya yang berbaik hati menawarkan balasan tak seberapa.
"Aku masih sempurna untuk berupaya. Sudah banyak pemberian yang aku terima dari Maha Kuasa. Dan itu lebih dari cukup untuk hidup di dunia."
"Itu yang ku suka darimu pak tua. Bicaramu tinggi. Tapi tidak ada tingkah lakumu yang rendah. Dan juga... Aku tidak mengerti arah pembicaraanmu. Hahaha..."sindir ku bangga.
"Uli siput tua. Mungkin cucu-cucumu akan memanggilmu seperti itu nantinya. Jangan tanya kenapa. Kau itu lambat! Hahaha..."balasnya.
"Sialan kau pak tua."
"Kau salah satu pemberianNya yang terbaik, Uli."
Di awal Ramadhan tahun ketiga penyakit itu merenggut semua darinya. Doyok tua lupa segalanya. Kecuali satu. Al Quran kecil yang ia jaga di dalam kalbu. Dia mau menerima keberadaan ku hanya karena aku mau menjaga benda kesayangannya itu. Dua tahun itu seolah hilang begitu saja. Tapi aku tidak lupa. Itu saat untuk ku membuktikan bahwa dia benar dalam setiap katanya. Bukti dia berhasil mengajari si bejat menjadi orang yang hebat.
Dia tidak menyerah akan diriku. Sangat hina jika aku menyerah padanya. Tapi entah kenapa rasanya begitu sakit. Mungkin karena dia satu-satunya yang ku punya di dunia. Syukurlah Tuhan tidak pernah melupakan ku dan mengirim dia sebagai penunjuk arahku.
"Jangan lakukan ini pada ku, pak tua."ratap ku.
Sampai dimana kami menemui sebuah kampung yang ternyata akrab dengan wajah tua itu. Handoyo, guru tua yang ditinggal mati istrinya dan dibuang oleh anak-anaknya, pulang. Dan kepulangannya tidak hanya ke rumah. Melainkan menuju pelukan Sang Pencipta. Pemakamannya diurus oleh warga setempat dengan penuh khidmat. Dia salah satu tokoh yang diteladani masyarakat. Walau dunia menjatuhkannya, Tuhan mengangkat derajatnya tinggi di akhir hayat.
"Ini yang terbaik yang kami bisa lakukan, nak. Tidak sebanding dengan usahamu untuk tetap bersamanya di sisa umur Handoyo tua itu."ungkap si pemuka agama pada ku di dekat kubur guru sepanjang masa ku, sosok pengganti orang tua ku, sahabat ku.
"Dia sudah di tempat yang layak. Kau beserta ilmu peninggalannya adalah penebusan terindah."
Aku menghabiskan sisa sore itu berbuka di sisi makamnya. Menikmati sebungkus roti cokelat yang ku beli di warung untuk berbuka. Takbir mulai berkumandang menyambut hari suci akhir perjuangan sebulan mencuci dosa yang ada. Aku berpamitan dan berjanji kembali secepat yang aku mampu.
Selepas kepergian Doyok tua, aku pun mencoba berusaha. Berbekal ilmu yang ia ajarkan, aku mampu bangkit dari keterpurukan. Dan seperti petuah terakhirnya, aku tidak boleh berhenti dan terus mencoba. Tapi aku juga tidak boleh lupa untuk bahagia. Seperti lantunan suara paraunya yang membaca kalam terus menggema di kepala.
Quote:
أَيهَا الذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللهُ الذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.
Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(QS Al Mujadilah : 11)
Tributte to My Teacher who got an Alzheimer
Sumur pic : Google


anasabila memberi reputasi
1
1.8K
Kutip
20
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan