- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Takjil Mang Agus


TS
risdongklow
Takjil Mang Agus

Quote:
“Apa kau yakin dengan keputusanmu ini, Ar?”
“Iya bu, Ar yakin sekali.”
“Kalau begitu lakukanlah. Ibu hanya bisa berdo’a yang terbaik bagimu, nak.”
Begitulah pecakapan singkatku dengan ibu waktu itu. Berbekal sedikit uang hasil jualan kue basah aku berniat ingin mengadakan bagi-bagi takjil gratis.
Beberapa hari belakangan ini jualanku laku keras. Bulan ramadhan memang selalu menjadi berkah yang yang terkira bagi penjual kue basah sepertiku. Jika dihari-hari biasa penghasilanku hanya cukup untuk makan satu hari saja tidak lebih tidak kurang maka dibulan suci ini penghasilanku cukup lumayan.
Sebenarnya, aku berencana untuk membeli sebuah sepeda setelah idul fitri nanti. Berhubung sekolahku memang lumayan jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Dengan adanya sepeda, tentu aku bisa menghemat lebih banyak waktu, juga bisa mengambil pekerjaan sampingan sebagai penjual koran harian kalau mau. Tentu aku akan sangat terbantu dengan adanya sebuah sepeda. Maklum saja, setelah ayahku meninggal dunia beberapa tahun yang lalu karena kecelakaan, secara otomatis gelar tulang punggung keluarga jatuh kepadaku.
Ibu yang sebelumnya bekerja sebagai kuli cuci belakangan ini sering sakit-sakitan. Terbatuk, pucat, demam tinggi hingga kadang suka tak sadarkan diri, membuatku khawatir dengan kondisinya. Itulah kenapa kemudian aku memaksanya untuk menghentikan segala aktivitas produktifnya dan memberikan satu pilihan saja untuk beristirahat di rumah dan tidak lagi membebaninya dengan pekerjaan-pekerjaan berat, “Biar aku saja yang menanggung beban ini bu. Ibu beristirahatlah, aku tidak ingin terjadi apa-apa pada ibu,” kataku pada ibu waktu itu.
Ibu bersikeras tidak mau berhenti bekerja. Meski aku sudah mengingatkannya berkali-kali ia tetap saja menganggap ocehanku tak lebih dari sebuah angin lalu, hingga pada suatu malam ibu jatuh pingsan karena kelelahan. Dadaku mendadak sesak. Setelah merasakan betapa pahit dan perihnya kehilangan sosok seorang ayah, akankah kali ini aku akan kehilangan ibu juga?
Aku menunggui ibu sepanjang malam di sisi ranjang. Menangis terisak, sesekali berbisik memohon agar ibu jangan pergi meninggalkan aku sendiri. Aku belum siap. Rasa kehilangan ayah belum benar-benar lenyap dari dadaku. Ketika waktu sholat tiba, aku memperpanjang sujud, mendalami setiap bacaan, menenggelamkan diri dalam setiap gerakan lalu memanjatkan do’a-do’a sendu memohon agar ibu lekas sadar dulu. Setengah jam kemudian ibu tersadar. Melihatku yang bercucuran air mata di tepi ranjang, ibu menenggelamkanku dalam pelukan. Aku kembali menangis sesegukan sambil kembali memohon agar ibu mau berhenti bekerja. Sejak itulah kemudian ibu berjanji untuk menuruti permintaanku.
GDBUGGG!!!
Celengan berbentuk lingkaran yang terbuat dari tanah itu pecah. Pantas saja kemudian ricuh suara uang logam terpelanting kesana-kemari. Aku mengumpulkannya kembali, bersama beberapa lembar uang kertas aku masukkan semuanya kedalam sebuah kantung kresek kecil.
Detik berikutnya aku termangu menatap satu kantung kecil uang hasil jualanku beberapa bulan ini, kukira uang ini sudah lebih dari cukup untuk membeli sebuah sepeda di mang junaid selaku pengepul barang bekas. Tapi buru-buru aku tepis keinginanku itu. yang terpenting saat ini adalah bagaimana aku membeli takjil dan membagikannya kepada orang-orang. Biarlah keinginanku untuk memiliki sepeda aku pinggirkan dahulu. Tekadku saat itu sudah teramat bulat.
Aku berjalan kerumah mang Agus. Beliau merupakan penjual takjil paling laris di desaku. Setelah mengucap salam lalu menceritakan niatanku datang. Beliau terkejut.
“Takjil sebanyak ini untuk siapa, Ar?” Mang Agus bertanya terheran. Mengingat anggota keluargaku hanya dua biji. Pantas saja kemudian ia bertanya seperti itu. Aku juga sempat menangkap ekspresi ragu di wajah mang Agus. Mungkin saja ia takut aku tak bisa membayar. Tapi setelah aku berikan bayaran dimuka, ia kemudian terlihat sedikit lega.
“Itu pesanan dari guruku di sekolah mang. Katanya dia suka sekali dengan takjil mang Agus. Makanya dia pesan sebanyak itu. Mungkin saja untuk keluarga besar.” Aku terpaksa berbohong, karena sejak awal aku memang sudah bertekad untuk tidak memberitahu siapapun soal hal ini.
“Benarkah?! Kalau begitu nanti aku kasi bonus tambahan!” seru mang Agus girang. “Ah ya, salam juga sama guru kau itu, bilang kalau mang Agus sudah lama membujang.” Mang Agus berbisik kemudian terkikik.
“Maaf mang, tapi yang pesan itu guru laki-laki.”
Jawabanku seperti menampar Mang Agus, matanya membesar seperti akan keluar. Aku tertawa lalu berpamitan untuk pulang terlebih dahulu.
Pukul lima aku kembali kerumah mang Agus. Mengambil pesanan takjil dengan beberapa teman kemudian membagikannya dijalanan. Aku bahagia ketika melihat beberapa anak bersorak-girang saat menerima takjil yang kami bagikan. Tukang parkir, tukang ojek, tukang tambal ban, pengguna jalan yang kebetulan lewat semuanya tak luput dari jamahan takjil kami. seperti ada kepuasan batin tersendiri yang aku rasakan ketika melihat mereka melemparkan senyum hangat kepada kami.
Aku sangat bahagia, bahkan belum pernah sebahagia ini sebelumnya. Melihat tawa mereka, melihat lahapnya mereka menyatap takjil lezat mang Agus setelah berbuka, seperti yang aku rasakan hari itu hanya kebahagiaan-kebahagiaan dan kebahagian. Sejak saat itu aku berjanji pada diriku sendiri, jika aku sudah berhasil nanti, akan aku lakukan sesuatu yang bisa membahagiakan mereka lebih dari ini.
Ah ya, sepertinya ada yang membocorkan niat sedekah diam-diamku waktu itu. Sebab, beberapa hari kemudian rumahku di datangi oleh banyak orang. Tak henti-henti. Setiap hari. Mulai dari tokoh masyarakat, pejabat yang mulanya hanya bisa aku lihat dari televisi hingga orang-orang asing yang katanya pengusaha dari negeri yang tak aku ketahui. Entahlah darimana mereka mengenalku. Tapi menurut kabar yang aku dengar mereka tau dari sosial media. Entahlah bagaimana bisa, yang jelas saat aku menulis ini sebuah sepeda motor telah terparkir di beranda rumahku berdampingan dengan sepeda yang biasa atlit ternama gunakan dalam event olahraga dunia.
Alhamdulillah … Maha suci engkau ya Allah …
“Iya bu, Ar yakin sekali.”
“Kalau begitu lakukanlah. Ibu hanya bisa berdo’a yang terbaik bagimu, nak.”
Begitulah pecakapan singkatku dengan ibu waktu itu. Berbekal sedikit uang hasil jualan kue basah aku berniat ingin mengadakan bagi-bagi takjil gratis.
Beberapa hari belakangan ini jualanku laku keras. Bulan ramadhan memang selalu menjadi berkah yang yang terkira bagi penjual kue basah sepertiku. Jika dihari-hari biasa penghasilanku hanya cukup untuk makan satu hari saja tidak lebih tidak kurang maka dibulan suci ini penghasilanku cukup lumayan.
Sebenarnya, aku berencana untuk membeli sebuah sepeda setelah idul fitri nanti. Berhubung sekolahku memang lumayan jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Dengan adanya sepeda, tentu aku bisa menghemat lebih banyak waktu, juga bisa mengambil pekerjaan sampingan sebagai penjual koran harian kalau mau. Tentu aku akan sangat terbantu dengan adanya sebuah sepeda. Maklum saja, setelah ayahku meninggal dunia beberapa tahun yang lalu karena kecelakaan, secara otomatis gelar tulang punggung keluarga jatuh kepadaku.
Ibu yang sebelumnya bekerja sebagai kuli cuci belakangan ini sering sakit-sakitan. Terbatuk, pucat, demam tinggi hingga kadang suka tak sadarkan diri, membuatku khawatir dengan kondisinya. Itulah kenapa kemudian aku memaksanya untuk menghentikan segala aktivitas produktifnya dan memberikan satu pilihan saja untuk beristirahat di rumah dan tidak lagi membebaninya dengan pekerjaan-pekerjaan berat, “Biar aku saja yang menanggung beban ini bu. Ibu beristirahatlah, aku tidak ingin terjadi apa-apa pada ibu,” kataku pada ibu waktu itu.
Ibu bersikeras tidak mau berhenti bekerja. Meski aku sudah mengingatkannya berkali-kali ia tetap saja menganggap ocehanku tak lebih dari sebuah angin lalu, hingga pada suatu malam ibu jatuh pingsan karena kelelahan. Dadaku mendadak sesak. Setelah merasakan betapa pahit dan perihnya kehilangan sosok seorang ayah, akankah kali ini aku akan kehilangan ibu juga?
Aku menunggui ibu sepanjang malam di sisi ranjang. Menangis terisak, sesekali berbisik memohon agar ibu jangan pergi meninggalkan aku sendiri. Aku belum siap. Rasa kehilangan ayah belum benar-benar lenyap dari dadaku. Ketika waktu sholat tiba, aku memperpanjang sujud, mendalami setiap bacaan, menenggelamkan diri dalam setiap gerakan lalu memanjatkan do’a-do’a sendu memohon agar ibu lekas sadar dulu. Setengah jam kemudian ibu tersadar. Melihatku yang bercucuran air mata di tepi ranjang, ibu menenggelamkanku dalam pelukan. Aku kembali menangis sesegukan sambil kembali memohon agar ibu mau berhenti bekerja. Sejak itulah kemudian ibu berjanji untuk menuruti permintaanku.
GDBUGGG!!!
Celengan berbentuk lingkaran yang terbuat dari tanah itu pecah. Pantas saja kemudian ricuh suara uang logam terpelanting kesana-kemari. Aku mengumpulkannya kembali, bersama beberapa lembar uang kertas aku masukkan semuanya kedalam sebuah kantung kresek kecil.
Detik berikutnya aku termangu menatap satu kantung kecil uang hasil jualanku beberapa bulan ini, kukira uang ini sudah lebih dari cukup untuk membeli sebuah sepeda di mang junaid selaku pengepul barang bekas. Tapi buru-buru aku tepis keinginanku itu. yang terpenting saat ini adalah bagaimana aku membeli takjil dan membagikannya kepada orang-orang. Biarlah keinginanku untuk memiliki sepeda aku pinggirkan dahulu. Tekadku saat itu sudah teramat bulat.
Aku berjalan kerumah mang Agus. Beliau merupakan penjual takjil paling laris di desaku. Setelah mengucap salam lalu menceritakan niatanku datang. Beliau terkejut.
“Takjil sebanyak ini untuk siapa, Ar?” Mang Agus bertanya terheran. Mengingat anggota keluargaku hanya dua biji. Pantas saja kemudian ia bertanya seperti itu. Aku juga sempat menangkap ekspresi ragu di wajah mang Agus. Mungkin saja ia takut aku tak bisa membayar. Tapi setelah aku berikan bayaran dimuka, ia kemudian terlihat sedikit lega.
“Itu pesanan dari guruku di sekolah mang. Katanya dia suka sekali dengan takjil mang Agus. Makanya dia pesan sebanyak itu. Mungkin saja untuk keluarga besar.” Aku terpaksa berbohong, karena sejak awal aku memang sudah bertekad untuk tidak memberitahu siapapun soal hal ini.
“Benarkah?! Kalau begitu nanti aku kasi bonus tambahan!” seru mang Agus girang. “Ah ya, salam juga sama guru kau itu, bilang kalau mang Agus sudah lama membujang.” Mang Agus berbisik kemudian terkikik.
“Maaf mang, tapi yang pesan itu guru laki-laki.”
Jawabanku seperti menampar Mang Agus, matanya membesar seperti akan keluar. Aku tertawa lalu berpamitan untuk pulang terlebih dahulu.
Pukul lima aku kembali kerumah mang Agus. Mengambil pesanan takjil dengan beberapa teman kemudian membagikannya dijalanan. Aku bahagia ketika melihat beberapa anak bersorak-girang saat menerima takjil yang kami bagikan. Tukang parkir, tukang ojek, tukang tambal ban, pengguna jalan yang kebetulan lewat semuanya tak luput dari jamahan takjil kami. seperti ada kepuasan batin tersendiri yang aku rasakan ketika melihat mereka melemparkan senyum hangat kepada kami.
Aku sangat bahagia, bahkan belum pernah sebahagia ini sebelumnya. Melihat tawa mereka, melihat lahapnya mereka menyatap takjil lezat mang Agus setelah berbuka, seperti yang aku rasakan hari itu hanya kebahagiaan-kebahagiaan dan kebahagian. Sejak saat itu aku berjanji pada diriku sendiri, jika aku sudah berhasil nanti, akan aku lakukan sesuatu yang bisa membahagiakan mereka lebih dari ini.
***
Ah ya, sepertinya ada yang membocorkan niat sedekah diam-diamku waktu itu. Sebab, beberapa hari kemudian rumahku di datangi oleh banyak orang. Tak henti-henti. Setiap hari. Mulai dari tokoh masyarakat, pejabat yang mulanya hanya bisa aku lihat dari televisi hingga orang-orang asing yang katanya pengusaha dari negeri yang tak aku ketahui. Entahlah darimana mereka mengenalku. Tapi menurut kabar yang aku dengar mereka tau dari sosial media. Entahlah bagaimana bisa, yang jelas saat aku menulis ini sebuah sepeda motor telah terparkir di beranda rumahku berdampingan dengan sepeda yang biasa atlit ternama gunakan dalam event olahraga dunia.
Alhamdulillah … Maha suci engkau ya Allah …
Diubah oleh risdongklow 24-05-2018 03:01


anasabila memberi reputasi
1
1.1K
Kutip
1
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan