Di tengah indahnya bulan Ramadhan nampaknya Merapi yang sudah menewaskan Mbah Marijan mulai menggeliat lagi dari tidurnya. Dengan gaya khasnya terbatuk-batuk membuat mahluk hidup yang berada diatasnya kembali waspada.



Kemudian batuknya sang gunung di sebut letusan freatik, sebenarnya apa sih itu Freatik ? Maklum saja sebagai orang awam kita tak mengerti bahasa yang di gunakan oleh peneliti. Untuk itu dari Kepala Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) Universitas Gadjah Mada, Djati Mardiatno mengatakan, yang dimaksud letusan freatik merupakan terjadinya kontak antara magma dengan air. Hal itu mengakibatkan keluarnya asap menyembur melalui kolom puncak Gunung.

Mungkin untuk contoh simplenya adalah air dan minyak goreng yang panas, ketika air yang dimasukkan dalam wajan yang berisi minyak goreng tengah panas, muncul percikan dan letupan yang kencang inilah yang disebut letusan freatik.



Letusan ini juga akan membawa dampak abu vulkanik karena kepulan asap akibat magma yang terkena air tadi semakin tebal, setidaknya masyarakat sekitar gunung harus menggunakan masker. Karena asap yang terjadi tersebut bukan saja mengeluarkan uap air tapi juga debu dan material pasir yang tersebar ke segala arah dengan dibawa oleh angin sebagai perantaranya.

Kenapa kita harus menggunakan masker dan juga kacamata karena debu vulkanik itu sebenarnya mengandung silica atau bahan dasar pembuatan kaca, Bila hal ini terhirup dan terkena mata maka bahayanya akan timbulnya iritasi.

Semoga saja pemerintah sigap untuk memantau masyarakat di daerah pegunungan agar tak terjadi korban akibat wedus gembel yang datang tanpa permisi, ia datang dan menyapu siapa saja di depannya tak perduli orang tua, anak-anak bahkan seorang yang dianggap sepuh sekalipun.



Ini hukum alam, bencana tak bisa dilawan namun hanya bisa dihindari kalau semua manusia ingin menantang alam dapat dipastikan banyak yang pulang tinggal nama dengan para petualang yang merasa dirinya tangguh dapat menaklukan kekuasaan alam. Setidaknya dari terbatuknya Merapi membawa hikmah tersendiri tentang merenungi diri, kematian itu dekat sekali tidak tahu waktu dan tempat ia datang tanpa di undang.

Di hari penuh berkah ini setidaknya menjadi sarana intropeksi diri, setiap yang bernyawa akan mati tak peduli ia beragama apa, suku dan bangsa apa ujungnya kematian, sesudah mati tubuh nyata kita habis digerogoti cacing sedang ruh kita kemana ? Berbuat baiklah terhadap sesama kalau saja neraka itu tidak ada setidaknya nama kita dikenang orang, namun bila neraka itu ada dan kita sombong di dunia bagaimana ? Pilihan di tangan anda monggo seruuupuutt dolo...



c4punk@2018

Tulisan pemikiran sendiri

Dengan referensi sumber

http://www.pikiran-rakyat.com/nasion...erlatih-424177