- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Biarkan kepergian ku


TS
good200
Biarkan kepergian ku
Aku berharap bisa menyampaikan artikel tentang kejahatan teroris yang masih terjadi.
"Gimana udah jadi artikelnya?"
"Belum nih bed" kataku lirih
" Dimana kendalanya kawan?"
"Susah mengawalinya!"
"Isinya kemarin cukup baik sih, agama tak pernah mengajarkan kekerasan!"
Iya, isi dari artikelku itu mengenai agama Islam adalah agama yang cinta damai, serta penuh kasih sayang. Dulu rosullullah Saw berperang pun sebab agama Islam tak boleh melakukan aktivitas ibadah sampai harus hijrah kesana kemari mencari perlindungan. Itupun atas perintah Allah SWT. Ketika Islam bisa melakukan aktivitas keagamaan Islam yang cinta damai tak pernah mengusik mereka yang masih memegang kepercayaan pada yang ia percayai, karena kasih sayang yang dalam dan tak pernah memendam rasa benci pada pihak lain yang membuat Islam semakin besar.
" Lanjutkan kawan artikelnya" kata Ubed mengagetkan lamunanku.
" Iya ini masih nyari yang pas"
Aku tau para teroris akan mencari kesalahan pemerintah untuk membakar kekisruhan dan menebar kebencian untuk saling perang dan memecah belah umat serta negara.
"Apa aku menyampaikan dalam bentuk lainnya yah?"
"Maksudnya?"
"Seperti di buat puisi atau cerpen gitu!" Kataku bersemangat.
Pasti bisa, pasti bisa, tapi bagaimana? Dalam berperang pun rosullullah Saw mempunyai aturan yang sangat manusiawi. Jangan serang tempat ibadah, jangan serang anak kecil dan perempuan, Jangan merusak tanaman, Jangan bunuh musuh yang menyerah.
Iya begitu mulia beliau mengajarkan tentang kemanusiaan. "Ayo pulang rohim!" Ajak Ubed
"Ayo!"
Aku berdiri dan mematikan laptop yang sedari tadi menyala, artikel masih pontang panting tak karuan. Cerpen masih tersedak di jalan. Ah, tapi telah terangkai indah di hati dan pikiran. Jalan kota agak sepi karena insiden-insiden yang kurang mengenakkan.
"Tolong buka tas anda!"
Saya bukan teroris pak, aku bukan teroris. Kenapa bapak gak bisa lihat saya tidak ada tampang teroris.
"Cepat" polisi itu menodongkan senjata Laras panjangnya padaku. Karena aku panik dan ketakutan akhirnya aku lari. Timah panas menembus dadaku. Aku merasakannya, seakan air hangat mengucur di tubuhku. Aku harus menulis sesuatu agar tak ada pemberontak, agar teroris tak memanfaatkan kejadian dan kesalahpahaman ini. Tuhan beri aku sedikit waktu untuk memberi kebenaran. Aku meraih tasku dan mengambil kertas dan pena. Perlahan pandangan ku memudar. Namun, aku masih sadar. Aku menulis perlahan menulis agar tak mudah terprovokasi oleh kejadian ini. Biarkan aku pergi tanpa ada penyesalan.
Biarkan aku pergi.
"Gimana udah jadi artikelnya?"
"Belum nih bed" kataku lirih
" Dimana kendalanya kawan?"
"Susah mengawalinya!"
"Isinya kemarin cukup baik sih, agama tak pernah mengajarkan kekerasan!"
Iya, isi dari artikelku itu mengenai agama Islam adalah agama yang cinta damai, serta penuh kasih sayang. Dulu rosullullah Saw berperang pun sebab agama Islam tak boleh melakukan aktivitas ibadah sampai harus hijrah kesana kemari mencari perlindungan. Itupun atas perintah Allah SWT. Ketika Islam bisa melakukan aktivitas keagamaan Islam yang cinta damai tak pernah mengusik mereka yang masih memegang kepercayaan pada yang ia percayai, karena kasih sayang yang dalam dan tak pernah memendam rasa benci pada pihak lain yang membuat Islam semakin besar.
" Lanjutkan kawan artikelnya" kata Ubed mengagetkan lamunanku.
" Iya ini masih nyari yang pas"
Aku tau para teroris akan mencari kesalahan pemerintah untuk membakar kekisruhan dan menebar kebencian untuk saling perang dan memecah belah umat serta negara.
"Apa aku menyampaikan dalam bentuk lainnya yah?"
"Maksudnya?"
"Seperti di buat puisi atau cerpen gitu!" Kataku bersemangat.
Pasti bisa, pasti bisa, tapi bagaimana? Dalam berperang pun rosullullah Saw mempunyai aturan yang sangat manusiawi. Jangan serang tempat ibadah, jangan serang anak kecil dan perempuan, Jangan merusak tanaman, Jangan bunuh musuh yang menyerah.
Iya begitu mulia beliau mengajarkan tentang kemanusiaan. "Ayo pulang rohim!" Ajak Ubed
"Ayo!"
Aku berdiri dan mematikan laptop yang sedari tadi menyala, artikel masih pontang panting tak karuan. Cerpen masih tersedak di jalan. Ah, tapi telah terangkai indah di hati dan pikiran. Jalan kota agak sepi karena insiden-insiden yang kurang mengenakkan.
"Tolong buka tas anda!"
Saya bukan teroris pak, aku bukan teroris. Kenapa bapak gak bisa lihat saya tidak ada tampang teroris.
"Cepat" polisi itu menodongkan senjata Laras panjangnya padaku. Karena aku panik dan ketakutan akhirnya aku lari. Timah panas menembus dadaku. Aku merasakannya, seakan air hangat mengucur di tubuhku. Aku harus menulis sesuatu agar tak ada pemberontak, agar teroris tak memanfaatkan kejadian dan kesalahpahaman ini. Tuhan beri aku sedikit waktu untuk memberi kebenaran. Aku meraih tasku dan mengambil kertas dan pena. Perlahan pandangan ku memudar. Namun, aku masih sadar. Aku menulis perlahan menulis agar tak mudah terprovokasi oleh kejadian ini. Biarkan aku pergi tanpa ada penyesalan.
Biarkan aku pergi.



anasabila memberi reputasi
1
808
3


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan