- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
20 Tahun Reformasi, Ketimpangan Ekonomi Si Kaya dan Si Miskin Makin Meluas


TS
wismangan
20 Tahun Reformasi, Ketimpangan Ekonomi Si Kaya dan Si Miskin Makin Meluas
Perjalanan reformasi sudah berusia genap 20 tahun di bulan Mei 2018. Berbagai kritik maupun harapan kerap dikumandangkan berbagai pihak guna perbaikan negeri. Masalah kemiskinan yang belum terselesaikan, ketimpangan ekonomi di kaya dan si miskin meluas dan kasus korupsi yang semakin marak, masih mewarnai perjalanan 20 tahun reformasi.
Tokoh Malarai dr Hariman Siregar , 20 tahun reformasi ada agenda yang sudah dipenuhi, misalnya lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi. “Tapi komitmen anti korupsi masih tanda tanya besar. Reformasi sudah 20 tahun belum menjawab masalah kemiskinan, keadilan dan kesejahteraan,” kata Hariman.
Dia memastikan dirinya tidak anti pembangunan. “Tapi pembangunan sekarang untuk siapa? Harus bermanfaat untuk rakyat.” ujarnya.
Hal senada disampaikan Sekjen Partai Amanat Nasional Eddy Soeparno, menurutnya, perjalanan reformasi sudah berumur 20 tahun telah kebablasan. Terbukti, banyak kemunduran terutama di bidang ekonomi.
”Ya, kita telah mengalami berbagai penyimpangan selama 20 tahun reformasi. Yakni ketimpangan ekonomi, antara si kaya dan miskin makin meluas,” tutur Eddy kepada wartawan di Jakarta.
Berdasarkan catatan, lanjutnya, rakyat makin terpinggirkan dengan adanya Peraturan Presiden (Perpres) tentang tenaga kerja asing (TKA) “Kehadiran TKA menjadi salah satu hal yang harus dikoreksi dalam perjalanan reformas,” paparnya.
Sementara itu, Gubernur DIY, Sri Sultan HB X, reformasi digulirkan yang ditandai dengan jatuhnya rezim orde baru sebenarnya untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara. Reformasi sendiri memang telah membawa begitu banyak perubahan, namun perubahan perilaku menuju era lebih baik memang masih perlu ditingkatkan.
"Perilaku korupsi sampai saat ini masih ada. Sebenarnya reformasi digulirkan untuk mengurangi perilaku korupsi bukan malah menambahnya," ujarnya di Kepatihan, Rabu (16/5).
Dalam konstitusi ada hal yang menyebutkan anti kemiskinan dan anti kebodohan. Sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) maka seharusnya sudah juga berperilaku anti kemiskinan dan anti kebodohan, termasuk juga berperilaku anti korupsi.
Demonstrasi
Sejumlah demonstrasi mahasiswa menolak kepemimpinan Presiden Soeharto yang semakin besar pada 1998 memang menjadi penanda dimulainya gerakan reformasi pada 20 tahun silam. Gerakan tersebut, semakin berani saat mahasiswa menolak terpilihnya Soeharto sebagai presiden untuk ketujuh kalinya dalam Sidang Umum MPR pada 10 Maret 1998. Kondisi ekonomi yang memburuk membuat mahasiswa mulai berdemonstrasi di luar kampus.
Namun, demonstrasi mahasiswa kemudian berubah menjadi tragedi pada 12 Mei 1998. Saat itu, aparat keamanan bertindak represif dalam menangani demonstrasi mahasiswa di kampus Universitas Trisakti. Penembakan dan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan mengakibatkan empat mahasiswa Trisakti tewas. Selain itu, 681 orang juga menjadi korban luka dalam Tragedi Trisakti.
Tidak hanya itu, kerusuhan bernuansa rasial yang terjadi setelah Tragedi Trisakti, pada 13-15 Mei 1998, seakan berusaha mengalihkan perhatian mahasiswa dalam berjuang menuntut mundurnya Soeharto sebagai penguasa Orde Baru.
Namun, gerakan mahasiswa tidak terhenti dengan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan dalam Tragedi Trisakti atau kerusuhan 13-15 Mei 1998.
Salah satu mantan aktivis mahasiswa Universitas Indonesia di era reformasi, Taufik Basari, mengenang masa-masa pendudukan Dewan Perwakilan Rakyat pada Mei 1998. Bagi pria yang akrab disapa Tobas, pendudukan DPR yang tidak pernah diduga akan terjadi, berakibat pada perubahan arah Indonesia.
Akhirnya, pada 21 Mei 1998, Soeharto mengumumkan berhenti sebagai Presiden. Mahasiswa di DPR mendapat kabar tersebut dari siaran televisi.
Kegembiraan mencuat. Beberapa mahasiswa berlari-lari mengitari lapangan parkir. Sebagian lain tetap meneruskan orasi. Ada pula yang berenang di kolam dekat pintu depan DPR. Setelah itu, sebagian mahasiswa menganggap pergerakan mereka telah selesai. Sebagian lainnya, menganggap militer masih berkuasa dan perubahan di pemerintah belum terjadi.
Bebas Berkreasi
Dua puluh tahun berlalu, berbagai harapan kerap dikemukakan berbagai kalangan. Salah satunya, musisi atau seniman bebas berkreasi untuk menghasilkan karya-karya terbaik di era reformasi karena demokrasi memberikan ruang kebebasan kepada siapapun untuk berkaya.
"Gimana 20 tahun reformasi, saya pikir kita tidak diarahkan untuk membuat apa yang mau kita buat sebagai seniman. Kita tidak dilarang untuk mengkritik rezim," kata Ali Priambodo, vokalis Band Day Afternoon di Jakarta, Jumat (18/5/2018).
Di era reformasi, lanjut musisi yang juga Alumni Universitas Nasional (Unas) angkatan 1998 ini, mengungkapkan, seniman atau musisi lebih dihadapkan bukan lagi takut kepada rezim, namun bagaimana bisa mempertanggungjawabkan karya yang dibuatnya.
"Dua puluh tahun reformasi memang memberikan ruang luas bagi siapapun untuk berkarya. Ditambah lagi dengan adanya konsep digital. Kita sekarang bebas, ada YouTube, facebook dan lain-lain. Seniman bisa mendorong kontrol sosial," ujarnya.
https://m.harianterbit.com/welcome/read/2018/05/19/97751/21/21/20-Tahun-Reformasi-Ketimpangan-Ekonomi-Si-Kaya-dan-Si-Miskin-Makin-Meluas
Makin menganga
0
1.4K
20


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan