Quote:
Rentetan aksi teror yang terjadi belakangan disebut menunjukkan bangkitnya sejumlah sel teroris yang tertidur.
Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto, hal ini disebabkan lemahnya regulasi untuk menindak terduga teroris sebelum melancarkan aksinya.
Diketahui, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme saat ini masih terganjal di tahap pembahasan di DPR.
Sementara itu, jika mengacu pada aturan yang lama, polisi hanya bisa menindak teroris atau kelompoknya jika telah melakukan aksi.
“Kita harap RUU Terorisme yang sudah setahun belum diproses itu, petugas Polri bisa berwenang dalam upaya represif untuk preventif,” ujar Setyo, di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Minggu (13/5/2018).
Seperti yang kita ketahui Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR Desmond J Mahesa pernah membuat pernyataan kalau belum ada urgensi merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Wacana revisi UU Pemberantasan Terorisme ini muncul setelah insiden ledakan dan penembakan di kawasan Thamrin, Jakarta.
“Menurut saya tidak mendesak banget. Kalau bom hanya menambah kewenangan, kami tidak setuju,” ujar Desmond J Mahesa di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta.
Senada dengan politi Gerindra, Anggota Komisi Hukum, HAM, dan Keamanan DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Muhammad Nasir Djamil, juga menyatakan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme belum terlalu mendesak untuk direvisi. Menurut dia, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Polri, dan, TNI bisa menggunakan peraturan perundang-undangan lainnya.
“Jangan kemudian UU dijadikan alasan ketika terjadi aksi-aksi terorisme. Ada sejumlah peraturan lain yang bisa digunakan. Ada UU tentang Kewarganegaraan, UU tentang Organisasi Kemasyarakatan, UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta UU lainnya,” kata Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 21 Januari 2016.
Bukan hanya politisi Gerindra dan PKS saja yang menolak Revisi UU Terorisme, politisi PAN yang sekaligus merupakan Ketua MPR Zulkifli Hasan menyiratkan penolakan terhadap rencana pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme.
Menurut Zulkifli, penanganan terorisme yang diatur UU tersebut sudah cukup memadai. “Saya baca, undang-undangnya sudah cukup,” kata Zulkifli di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (19/1/2016).
Pernyataan Zulkifli itu bertentangan dengan pemerintah yang ingin segera merevisi UU terorisme.
Anggota DPR juga dituding bersimpati pada kelompok radikal di antaranya tertuju pada Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Terorisme DPR RI, Muhammad Syafi’i dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Pernyataan Syafi’i mencuat ketika menyebut bahwa polisi adalah teroris yang sebenarnya di Poso, dan Santoso tidak dianggap sebagai teroris pada 2016 lalu. Media pernah menurunkan pernyataan Kepala Bidang Humas Polda Sulteng AKBP Hari Suprapto yang menyesalkan pernyataan Syafi’i.
SUMBER
apa apaan ini?
GUREMKAN PAN GERINDRA DAN PKS !!
semua nyawa binasa gini gara2 tolak revisi UU yg sudah LAMA BANGET
lu teman korban? lu keluarga korban?
lu SEBANGSA dan SENEGARA dengan korban?
maka WAJIB guremkan PARTAI yg tidak setuju degan revisi UU anti terror ini
masalah uang rakyat masih bisa tutup mata
masalah keamanan dan nyawa itu PENTING SEKALI
jangan karena AMBISI PRIBADI
nyawa lain DIKORBANKAN
-----------------------------------------------------------------------------------------
bukti versi nasbung
yg kanan jelas berita
yg kiri jelas hasil whatsapp
Quote:
Original Posted By nastaikdiehard►
Bruakakakakkkakakakak
nastaik memang dungu dungu
Ternyata yg menolak itu golongan kerbau moncong putih
whatsapp jadi bukti??
ngetik sendiri ngarang sendiri kok heboh sendiri?