annisaputrieAvatar border
TS
annisaputrie
Indonesia Lebih Butuh China Daripada China Butuh Indonesia


Indonesia Lebih Butuh China Daripada China Butuh Indonesia
Sumber: www.straitstimes.comIndonesia needs China more than China needs Indonesia

Posted on May 8, 2018
Ekonomi China begitu besar sehingga 100 negara, termasuk Indonesia, harus menerima kenyataan bahwa China telah menjadi mitra ekonomi terpenting mereka. Dalam opininya, penulis mendorong para kritikus yang kerap mengkritik hubungan Indonesia yang kian berkembang dengan China, agar lebih realistis dan pragmatis dalam menilai hubungan tersebut.

Kunjungan Perdana Menteri China Li Keqiang dan sikap bermusuhan banyak orang Indonesia, terutama politisi, terhadap hubungan ekonomi antara Indonesia dan China, muncul di benak saya setelah mendengarkan pandangan tiga orang sarjana yang diakui secara internasional dan diplomat ASEAN veteran yang luar biasa.

Kita harus memahami bahwa ekonomi China begitu besar sehingga 100 negara, termasuk Indonesia, harus menerima kenyataan bahwa China telah menjadi mitra ekonomi terpenting mereka.

Sederhananya: Tidak peduli seberapa strategis posisi Indonesia di dunia—kita selalu bangga dengan posisi geografis strategis kita—bagi China, kita hanyalah mitra dagang penting sama seperti yang lainnya.

Dalam waktu kurang dari dua dekade China akan mengambil alih posisi AS sebagai ekonomi terbesar di dunia.

Hubungan antara China dan AS akan terus memburuk, meskipun perang dagang tidak mungkin benar-benar terjadi, dampaknya terhadap dunia akan sangat merusak.

Secara militer, hal itu juga akan sangat sulit bagi AS untuk mempertahankan hegemoninya.

Presiden AS yang tidak dapat diprediksi, Donald Trump akan menjadi faktor yang mengganggu, karena kepemimpinannya yang eksentrik tampak tidak jauh berbeda dari mantan pemimpin Libya, almarhum Muammar Gadaffi atau mantan pemimpin Kuba, Fidel Castro.

Prof Kishore Mahbubani dan Prof Tommy Koh memperingatkan bahwa ASEAN, pemimpin de facto Indonesia, akan melewati periode yang sangat berbahaya dalam 10 tahun mendatang.

Mahbubani berbicara tentang kebangkitan kekuatan China sementara AS melemah, dan adanya sentimen umum bahwa China adalah ancaman serius bagi AS.

Koh menunjukkan bahwa situasi di Laut China Selatan akan memburuk dan China akan bertindak lebih tegas.

Mantan menteri luar negeri Marty Natalegawa mendesak Indonesia untuk meningkatkan kepemimpinannya di ASEAN dalam menavigasi situasi yang sulit tersebut.

Tidak mungkin ada perubahan keseimbangan kekuasaan, hanya dinamika kekuasaan, katanya.

Indonesia perlu meningkatkan kelincahan diplomatiknya.

Tidak ada gunanya mencoba untuk menahan China, lebih baik memperkenalkan dinamika yang berbeda, menciptakan keseimbangan.

Pertanyaannya adalah bagaimana Indonesia dapat mengambil peran utama selama navigasi ASEAN ketika secara internal banyak orang masih berpikir bahwa Indonesia begitu penting bagi China sehingga China tidak akan berani untuk mengkonfrontasi kita?

Kesombongan dan kebencian palsu yang tidak beralasan bahwa kita adalah bangsa yang besar sering dan akan terus menyulitkan kita ketika kita belum siap menerima posisi kita.

Kita, orang Indonesia, harus menyadari bahwa China jauh lebih penting bagi kita daripada kita bagi mereka, meskipun kita sering mempercayai yang sebaliknya.

China akan segera menjadi penyedia Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) terbesar di dunia dan hampir tidak ada peluang untuk mengurangi aliran ekspor dan investasi China.

China tampak mengancam karena pengeluaran militernya terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan PDBnya yang cepat.

Para penentang mengecam keras Presiden Joko “Jokowi” Widodo karena mengeluarkan Peraturan Presiden No. 20/2018 tentang pekerja asing.

Para kritikus berpendapat kebijakan baru itu akan memicu masuknya pekerja asing ke Indonesia. Puluhan ribu buruh China yang tidak terampil sekarang bekerja, kata mereka, dalam proyek-proyek yang didanai China, banyak di antaranya merupakan kontrak kunci.

Para kritikus ada benarnya, tetapi mereka tidak melihat gambaran yang lebih luas.

Momok komunisme terus menghantui Indonesia dengan banyak orang dengan merek komunis, termasuk Jokowi sendiri.

Setuju atau tidak, hal ini sering mengacu pada Partai Komunis China (CPP), meskipun China kini telah menjadi promotor prinsip pasar bebas terbesar di dunia.

Janganlah kita lupa bahwa semua partai politik besar, termasuk Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), memiliki hubungan baik dengan CPP.

Untuk beberapa alasan, kengerian kerusuhan 1998 Mei tiba-tiba muncul dalam pikiran.

Ribuan masyarakat dibakar sampai mati di Jakarta hanya beberapa hari sebelum jatuhnya presiden Soeharto pada 21 Mei 1998.

Ratusan orang Indonesia keturunan China diserang dan dirudapaksa pada waktu itu. Bahkan sekarang kita berpura-pura bahwa tidak ada yang terjadi 20 tahun yang lalu.

Para pejabat China dalam percakapan pribadi mereka sering mengekspresikan ketakutan mereka bahwa sentimen anti-China akan meletus dari waktu ke waktu di Indonesia. Mereka akan dijadikan kambing hitam untuk semua yang terjadi.

Kekhawatiran serupa juga sering diungkapkan oleh orang-orang China pada umumnya. Jutaan dari mereka mengunjungi Indonesia sebagai turis, dan kita tidak boleh lupa banyak dari mereka masih ingat tragedi 1998.

Perdana Menteri Li, yang bersama dengan Presiden Xi Jinping memenangkan mandat lima tahun lainnya pada Maret tahun lalu, sedang dalam kunjungan kenegaraan tiga hari ke Indonesia hingga Selasa (8/5).

Kemudian, Li akan berangkat ke Jepang untuk pertemuan puncak trilateral yang dinanti-nantikan dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in.

Tujuan resmi kunjungan perdana menteri tersebut adalah untuk memperingati Kemitraan Strategis Komprehensif Indonesia-China.

Hubungan diplomatik kedua negara ini dipulihkan pada 8 Agustus 1990, ketika perdana menteri Li Peng bertemu dengan Soeharto di Jakarta.

Pemerintah Indonesia tiba-tiba memutuskan hubungan dengan pemerintah China, setelah Indonesia menuduh China mendalangi (dugaan) 30 September 1965, upaya kudeta, yang dibantah pemerintah China.

Dalam pertemuannya dengan Jokowi, Li dilaporkan akan menyampaikan keprihatinannya atas lambatnya pembangunan proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung sepanjang 142,3 kilometer.

China dan Indonesia menandatangani kontrak untuk proyek ini pada 16 Oktober 2016, setelah Jepang kalah dari China untuk menjalankan proyek ini.

Awalnya biayanya adalah $5,1 miliar (Rp7,1 triliun), tetapi sejak itu meningkat menjadi $5,9 miliar sebagai akibat dari berbagai masalah teknis, termasuk masalah kepemilikan lahan.

Tampaknya tidak mungkin untuk memenuhi batas waktu Oktober 2020 untuk menyelesaikan proyek ini.

Sekali lagi, kita harus menyadari bahwa kita lebih membutuhkan China lebih daripada sebaliknya. Jadi bertingkah lakulah dan persiapkan diri Anda sesuai dengan posisi Anda.

Hubungan kita dengan China didasarkan pada persamaan dan saling menguntungkan, tapi tolong terima kenyataannya, setidaknya untuk sebentar saja.
https://www.matamatapolitik.com/indonesia-lebih-butuh-china-daripada-china-butuh-indonesia/

Terlalu Bergantung, Jokowi Buat Indonesia Ibarat Negara Bagian Cina
  KAMIS, 09 JULI 2015 , 16:14:00 WIB





RMOL. Pernyataan Wapres Jusuf Kalla bahwa pihaknya lebih takut jika krisis ekonomi terjadi Cina dari pada yang terjadi pada krisis di Yunani sangat wajar. Sebab, di era pemerintahan Jokowi-JK, ekonomi Indonesia sangat bergantung kepada Cina.

"Jika sebuah negara hanya bisa bergantung kepada negara lain seperti saat ini, apapun yang dilakukan oleh pemerintah sangat mustahil bisa lepas dari rongrongan aseng dan asing," jelas pengamat politik  Jajat Nurjaman dalam pernyataannya (Kamis, 9/7).

"Lantas yang menjadi pertanyaan sejauh mana Indonesia berdaulat sebagai negara merdeka jika terus menerus diatur aseng dan asing? Saya kira JK sudah membuktikan hal ini dengan pernyataan beliau. Saat ini memang kita bisa diibaratkan sebagai negara bagian Cina," sindir Jajat.

Jajat menilai, melihat apa yang dilakukan pemerintah saat ini sudah sangat jauh menyimpang dari cita-cita para pendiri bangsa. Padahal sebagai pemimpin yang lahir dari rahim PDIP yang mana ideologi bung Karno menjadi landasannya, seharusnya Jokowi bisa membawa Indonesia tidak hanya bergantung kepada aseng dan asing.

Apalagi, dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi Bung Karno dengan jelas telah disebutkan, tidak mungkin unsur-unsur luar negeri membuat tanah air kita makmur dan sejahtera, gemah ripah kerta rahadja, jikalau bangsa Indonesia sendiri hanya jadi penonton dan penikmat dari hasil yang digali oleh modal orang lain.

"Sepertinya, Jokowi-JK tidak pernah membaca buku dan belajar tentang Soekarno," demikian pengamat yang juga Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID) ini.

Kemarin, JK menegaskan Pemerintah tak terlalu mengkhawatirkan krisis yang terjadi di Yunani. Karena gagal bayarnya Yunani membayar utang (default) kepada International Monetary Fund (IMF) tak terlalu berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia.

"Greek crisis is nothing compared to Tiongkok. Pasti (krisis Yunani tidak ada pengaruh ke Indonesia). Lebih ke krisis Tiongkok," ujar JK, sembari memperlihatkan artikel CNNMoney, kepada wartawan, di kantornya.[

http://www.rmol.co/read/2015/07/09/2...a-Bagian-Cina-

--------------------------

Bangsa  yang mandiri ... nawacita ... mana itu prakteknya? Katanya revolusi mental, tapi mentalnya kok seakan-akan bermental pengemis yang terlalu bergantung pada duit dan kemampuan negara lain?

emoticon-Sorry


0
2.2K
20
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan