BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Aturan uang elektronik perketat penggunaan dana nasabah

Logo dari bank sentral Indonesia, di kantor pusat Bank Indonesia, Jakarta, Agustus 2017.
Bank Indonesia (BI) menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 20/6/PBI/2018 mengenai Penyelenggaraan Uang Elektronik.

Peraturan yang diteken Gubernur BI Agus Martowardojo pada 4 Mei 2018 itu adalah revisi dari aturan sebelumnya, PBI 18/17/PBI/2016.

Penyempurnaan itu dilakukan untuk merespons model bisnis uang elektronik yang semakin bervariasi diikuti peningkatan nilai transaksi yang tinggi pula.

Dalam siaran resminya, BI memaparkan sejumlah poin penyesuaian dalam aturan tersebut. Sebagian besarnya berlaku untuk penyelenggara/penerbit uang elektronik.

Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Onny Wijanarko menjelaskan, pada prinsipnya penyelenggara uang elektronik bisa siapa saja (bank dan nonbank), selama tidak menimbulkan risiko sistemik, memiliki kondisi keuangan yang sehat, berkomitmen melindungi konsumen, dan memiliki usaha yang bermanfaat.

Selain itu, penyelenggaraan uang elektronik juga didasarkan pada prinsip pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Oleh karenanya, setiap pihak yang bertindak sebagai penyelenggara uang elektronik wajib memperoleh izin dari BI, kecuali penerbit uang elektronik closed loop dengan dana float (total dana penerimaan uang elektronik) di bawah Rp1 miliar.

Yang dimaksud dengan sistem pembayaran closed loop adalah jenis uang elektronik yang penggunaannya terbatas untuk pelanggan atas produk dan jasa yang disediakan penerbit. Contohnya, Starbucks Card yang hanya bisa digunakan di gerai-gerai kopi Starbucks saja.

Sebaliknya, open loop adalah instrumen pembayaran uang elektronik yang bisa digunakan untuk barang dan jasa di luar penerbit uang elektronik. Dalam hal ini contohnya adalah kartu Flash terbitan BCA yang bisa digunakan untuk membayar parkir dan tol.

Dalam penggunaan dana float, BI kini mewajibkan penerbit uang elektronik untuk menyimpan maksimal 70 persen dari dana float-nya di beberapa instrumen investasi, seperti Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) IV, Surat Berharga Negara (SBN), atau Sertifikat BI (SBI).

Untuk penerbit perbankan, sisa 30 persen dari dana pengguna akan disimpan di kas bank penerbit. Sementara untuk penerbit nonbank, wajib menyimpannya di giro bank BUKU IV.

Hal ini dilakukan demi memaksimalkan pengelolaan dana dari uang elektronik yang dikelola penerbit. Sebab, return (imbal hasil) yang muncul dari investasi itu akan menjadi insentif bagi penerbit uang elektronik.

Ida Nuryanti, Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI mengatakan, aturan ini diperoleh dari hasil survei BI yang menemukan pengguna umumnya hanya aktif menggunakan sekitar 25-30 persen dari seluruh dana yang disimpan di uang elektronik.

Selama ini, para penerbit uang elektronik mengelola sendiri dana float yang diperolehnya dari hasil pengisian ulang (top up) yang dilakukan pengguna. Dengan diterbitkannya aturan ini, maka BI bisa memitigasi risiko terhadap dana masyarakat yang dikelola marketplace yang belum berizin.

"Dana float semakin lama semakin tinggi, pertumbuhannya lebih dari 100 persen per tahun. Jadi harus dikelola oleh bank yang punya kapasitas besar, supaya aman juga," ucap Ida dalam CNN Indonesia.

Dalam aturan yang sama, BI juga membatasi kepemilikan saham investor asing pada perusahaan penerbit uang elektronik dengan pembagian maksimal 49 persen dan sisanya untuk investor lokal.

Namun, aturan ini tidak akan berlaku surut. Sehingga, perusahaan penerbit uang elektronik yang sahamnya didominasi asing tidak diwajibkan mengubah struktur kepemilikannya, dengan catatan perusahaan itu tidak melakukan aksi korporasi.

Akan tetapi, jika perusahaan memutuskan untuk mengubah strukturnya, maka aturan kepemilikan saham maksimal oleh asing tetap berlaku. Saat ini, sudah ada 27 penerbit uang elektronik yang mendapatkan izin dari BI. Sekitar 16 di antaranya merupakan LSB (lembaga selain bank).

Terkait dominasi asing, BI juga akan memperketat pengawasan transaksi uang elektronik lintas batas (cross border transaction) oleh sistem pembayaran asal luar negeri, seperti Alipay milik Alibaba dan WeChat-Pay yang dikelola Tencent.

Dalam Katadata Ida menambahkan, dua fintech itu bisa tetap digunakan di Indonesia selama mereka menggandeng lembaga penyelenggara Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dan Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) IV.

"Misalnya mereka langsung kerja sama dengan merchant di Bali, BI tidak bisa memonitor karena mereka tidak terhubung dengan sistem pembayaran di sini. Hal ini yang menyebabkan BI tidak bisa bertindak jika ada transaksi mencurigakan atau pengaduan lain," jelasnya.

Satu hal lain dalam revisi aturan itu adalah kini BI juga memberlakukan kepemilikan tunggal dan pemegang saham pengendali (PSP). Maksudnya adalah, satu individu atau badan hukum bisa menjadi PSP jika memiliki saham 25 persen atau lebih pada perusahaan penerbit uang elektronik.

Satu perusahaan juga dilarang memiliki izin pada dua atau lebih perusahaan jasa sistem pembayaran (PJSP) dalam kelompok yang sama.

Kelompok yang dimaksud adalah front end dan back end. Kelompok front end terdiri dari penerbit, penyelanggara payment gateway, acquirer, penyelenggara dompet elektronik, dan penyelenggara transfer dana.

Sementara kelompok back end terdiri dari pemodal utama, penyelenggara switching, penyelenggara penyelesaian akhir, dan penyelenggara kliring.

Beberapa perusahaan yang mungkin terdampak dari aturan ini adalah Lippo Group dan PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Go-Jek).

Sebab, sebagai kelompok front end, Lippo memiliki izin pada dua penyelenggara uang elektronik, yakni GrabPay dan OVO. Sementara Go-Jek, mengakuisisi tiga perusahaan fintech; Kartuku, Midtrans, dan Mapan.

Terkait hal ini, Ida menyebut perusahaan-perusahaan yang memiliki lebih dari satu izin wajib mengajukan izin lagi kepada BI. Selanjutnya, pengawas BI akan melakukan penilaian. Jika tidak sesuai dengan aturan, maka tidak akan disetujui.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...n-dana-nasabah

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Kala para pengungsi menolak diisolasi

- Minyak sawit dan jeruk mandarin dalam kunjungan PM Tiongkok

- Delapan tabu agar PNS selamat selama pilkada

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
897
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan