Penawaran madu

Manis dan tampil enak atau sedap untuk di nikmati. Namun ada kalanya madu yang tersaji, bukanlah sejatinya madu yang semestinya membuat tubuh jadi sehat. Ada kalanya semua yang tampil manis, berakhir dengan kepahitan hidup yang menghasilkan jalan panjang penuh dengan air mata tangis yang tragis.

Contoh :
- Dalam hal ibadah ketanah suci, berkunjung ke tanah ILLAHI, ada saja yang berani melakukan penipuan. Tawaran kemudahan, biaya ringan, proses tak berbelit, membuat banyak orang seperti semut yang mengerubuti manisnya gula.

Namun setelah ribuan terlena, akhirnya madu yang tampil nampak menjadi hakikatnya, sebagai racun yang memuspuskan impian ribuan orang. Ribuan orang tertipu. Impian beribadah ketanah suci, kandas ditengah jalan. Akibat kelakuan orang yang membungkus penipuan ( racun ) agar bisa tampil seperti madu ( janji surga ).



Penawaran racun

Jika kita di tawarkan racun, tentu saja sebagai orang yang normal akan menghindari nya. Yang namanya di racun siapa sih yang mau,?.... Namun, Lika liku hidup kita, terkadang membuat keadaan tertentu, memang diharuskan memilih racun sebagai jalan keluarnya. Ini memang suatu fenomena yang sudah ada sejak lama.

Sampai ada pepatah berkata ; lebih baik di racun daripada di madu. Ini merupakan contoh pilihan yang pahit dari dua persoalan penawaran racun dan madu. Namun sekali lagi semua ini hanyalah bermakna pengandaian, kiasan, kamuflase dan bukan makna sebenarnya yang di tuju dari statement itu.

Contoh pilihan yang terasa beracun:
- Pencabutan subsidi BBM merupakan suatu bentuk keputusan pahit yang penuh resiko diambil pemerintah. Pengambilan keputusan itu berdasarkan perhitungan besarnya subsidi ke sana terasa mubasir.

Keputusan pahit tetap diambil dengan mengalihkan dana subsidi tersebut kepada hal lain yang di perkirakan lebih membutuhkan subsidi.

Asuransi kesehatan bagi warga yang tak terlalu beruntung, desa yang masih butuh dorongan kemajuan pembangunan, biaya pendidikan anak di berbagai penjuru negeri yang dulunya belum mendapatkan sentuhan fokus dan lain sebagainya di lakukan dengan adanya pengalihan tersebut.

Hasilnya tentu kepahitan bagi pengambil keputusan itu sendiri. Simpati yang berkurang, dukungan yang menyusut dan suara yang bakalan hanyut harus siap di tanggung sebagai efek samping dari keputusan yang di ambil. Ini seperti dampak racun yang dipilih.

Namun, dengan pencabutan subsidi ini, pemerataan pembangunan di mulai, pemerataan keadilan di terapkan dan berbagai dampak yang menghasilkan manusia mandiri di Indonesia perlahan mulai bermunculan. Ini rupanya reaksi baik dari racun yang di pilih. Walaupun semua itu tentunya tak seratus persen menghasilkan suatu yang baik, namun perbaikan dari dalam tubuh bangsa ini perlahan bertumbuhan.