- Beranda
- Komunitas
- News
- Citizen Journalism
Perkebunan Kelapa Sawit dan Frekuensi Kepekaan Kita


TS
unafraid
Perkebunan Kelapa Sawit dan Frekuensi Kepekaan Kita

Kelapa sawit merupakan komoditas primadona Indonesia dengan rata-rata produksi mencapai 31 juta ton per tahun. Tingginya permintaan kelapa sawit disebabkan oleh banyaknya manfaat yang dihasilkan.
Terdapat sekitar 163 produk yang dihasilkan oleh CPO (minyak kelapa sawit mentah) dan produk turunannya. Produk yang sering kita temui tersebut antara lain, seperti minyak goreng, biodiesel, sabun, shampoo, dan produk kecantikan lainnya.
Secara garis besar hasil penggunaan kelapa sawit dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu untuk makanan (oleofood), untuk campuran bahan kimia (oleokimia), dan untuk bahan bakar nabati (biofuel).
Dalam satu dekade terakhir, kelapa sawit dengan segala manfaatnya tidak terlepas dari polemik. Rendahnya tingkat kesejahteraan buruh perkebunan kelapa sawit dan rusaknya lingkungan pasca penanaman kelapa sawit merupakan masalah yang serius.
Buruh perkebunan kelapa sawit
Kondisi buruh perkebunan kelapa sawit kian hari semakin mengkhawatirkan. Bagi mereka yang tidak memiliki tanah, pilihan untuk bertahan hidup ialah bekerja di perkebunan kelapa sawit.
Salah satu narasumber WatchdoC di Desa Sembuluh, Kalimantan Tengah menyebutkan walaupun ia sudah bekerja selama 7 tahun, namun statusnya masih buruh harian lepas (BHL). Dengan status tersebut ia tidak berhak mendapatkan tunjangan beras, jaminan kesehatan, dan hak cuti.
Setiap harinya ia harus berangkat kerja jam 3 pagi dan pulang jam 3 sore. Dalam satu hari kadang ia harus ikut memanen hingga 3 hektar, menupuk sebanyak 12 sak, dan menebas dahan seluas 1 hektar.
Jika semua pekerjaan itu tidak selesai dalam sehari, maka mandor akan memotong upahnya. Upah perhari yang ia dapatkan berkisar Rp 99.000. Jika dipotong ia hanya menerima Rp 25.000-30.000.

Rusaknya Lingkungan
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kelapa sawit adalah tanaman monokultur. Dengan sistem budidaya tersebut kelapa sawit cenderung merusak lingkungan karena memerlukan banyak air.
Di mana perkebunan kelapa sawit dikembangkan maka sumber-sumber air akan segera kering. Akan tetapi ketika musim hujan akan segera banjir.
Rusaknya lingkungan akibat dari perkebunan kelapa sawit tidak hanya perihal banjir, namun juga hilangnya habitat flora dan fauna.
Di Desa Paminggiran, Kabupaten Hulu Sungai, Kalimantan Selatan telah hilang habitat ikan papuyuh yang merupakan salah satu ikan khas yang hidup di rawa gambut.
Melihat polemik dari perkebunan kelapa sawit tidak sedikit orang yang turut andil untuk menanggulangi "wadah" tersebut. Seperti halnya Mulyadi Bidau seorang pengurus koperasi kredit yang berdiri sejak 1990 di pedalaman Ketapang, Kalimantan Barat.
Anggotanya kini berjumlah 15.000 orang. Tetapi tidak semua usaha anggotanya diberikan modal pinjaman. Contoh usaha yang tidak layak diberi pinjaman yaitu warung yang menjual minuman beralkohol dan perkebunan kelapa sawit.
Menelisik perkebunan kelapa sawit dengan segala kompleksitasnya, tentu ada harga yang harus kita bayar. Sudah barang tentu harga tersebut sama sekali tidak murah.
Pertanyaannya, siapakah yang harus membayar? Apakah kita pengguna produk turunan sawit? Apakah pemerintah? Atau mungkin, apakah korporasi perkebunan kelapa sawit?


anasabila memberi reputasi
1
811
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan