azizm795Avatar border
TS
azizm795
Perempuan dengan Kemauan yang Kuat
 Namanya Chaya Keswani. Ia perempuan keturunan India yang lahir di Jakarta, 14 Februari 1984. Seorang atlet bikini fitness yang sudah meraih tiga penghargaan bergengsi di tingkat internasional. Bersaing dengan ratusan perempuan dari seluruh penjuru dunia.
Tidak banyak yang mengenal namanya, hingga di bulan November 2015. Chaya berhasil menjadi nomor lima terbaik pada kompetisi bikini fitness Olympia Ameteur di Kota Gold Coast, Australia. Setahun kemudian, Maret 2016, perempuan yang selalu tampil ceria itu menjadi Top 6 Arnold Classic, di Malbourne, Australia.
Olympia dan Arnold, merupakan dua kompetisi paling tinggi dari sebuah federasi olahraga fitness bernama International Federation of Bodybuilding and Fitness (IFBB). IFBB adalah tempat yang mewadahi atlet-atlet kelas dunia seperti Angelica Teixeira, Jenet Layung, dan Casey Samsel.

Law-justice.co berkesempatan untuk berbincang-bincang dengan Chaya di rumahnya, di Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (19/4/2018).
Ia bercerita banyak tentang bagaimana awal mula menggeluti profesi sebagai seorang atlet fitness. Dari sekian banyak hal yang ia sampaikan, kuncinya hanya dua: kemauan yang keras dan sedikit keberuntungan.
Semua berawal ketika penyakit talasemia (kelebihan zat besi) Chaya kambuh, pertengahan 2013 lalu. Keadaan itu membuatnya harus istirahat dari pekerjaan sebagai seorang fashion desainer di PT. Gilang Agung Persada. Suatu ketika, ia menonton sebuah acara televisi yang dipandu oleh seorang pembawa acara perempuan cantik dengan tubuh yang kekar, namun tidak menyeramkan.  
“Dia berotot, tapi tidak serem. Tidak seperti otot cowok. Cantik, elegan, simpel. Aku suka sekali, dan aku terinspirasi,” kata Chaya.
Sejak itu, ketika sembuh dari sakit, Chaya memilih untuk membayar seorang pelatih profesional.
“I (saya) punya goal  (tujuan), mau punya badan seperti cewek ini. Dia bilang, tiga bulan bisa. Asal makan bersih, karena kan badan saya dulu kurus,” cerita perempuan yang terbiasa menggunakan bahasa campuran Indonesia-Inggris.
Setelah berlatih selama tiga bulan dengan metode fitness yang teratur dan menjaga pola makan, Chaya mendapatkan hasil seperti yang diinginkan. Ia punya badan yang kekar, berotot, tapi feminin. Persis seperti yang diimpikannya.
Pujian mulai datang silih berganti, dari laki-laki maupun perempuan. “Badan kamu bagus. Kelihatan kekar, tapi tidak menyeramkan seperti cowok,” kata Chaya, menirukan pujian dari teman-temannya. Persis seperti ia memuji pembawa acara televisi yang menjadi inspirasi.

Sampai suatu hari, seorang teman perempuannya memperkenalkan Chaya dengan Komang Arwana. Seorang atlet binarawan asal Bali yang juga sering mengikuti kompetisi di IFBB. Komang lalu mengajak Chaya untuk mengikuti kompetisi Olympia di Australia. Chaya yang sama sekali tidak punya pengalam kompetisi, terjun di kategori pemula (amatir). Beruntung bagi Chaya, berkat Komang, ia tidak harus melalui fase kualifikasi.
“Mereka selalu memberikan medali untuk enam besar, dan aku nomor lima. Aku beruntung, karena untuk kompetisi di IFBB, seharusnya lolos kualifikasi dulu,” ujar Chaya, yang juga lulusan Monash University of Australia.
Sejak itu, Chaya ketagihan. Ia terus berlatih untuk menatap kompetisi selanjutnya, yakni Arnold Classic, Maret 2016. Sayangnya, hubungan Chaya dengan Komang tidak berjalan mulus. Ia tidak lagi mendapatkan rekomendasi, sehingga harus memulai dari babak kualifikasi.
“Tapi enggak apa-apa. Justru dari kualifikasi aku dapat lebih banyak medali.” Chaya menjadi terbaik nomor tiga dalam kualifikasi O’Mara Classic, di Perth, Australia, seminggu sebelum Arnold.
Setelah meraih Top 6 di Arnold Classic, Chaya sempat vakum dari kompetisi sepanjang 2017. Tapi ia baru saja menjadi Top 3 di kompetisi Australasia IFBB, di Sydney, Australia, Maret 2018 kemarin. Pada babak kualifikasinya, Chaya mendapat Top 4 O’Mara Classic.
Kini, perempuan 34 tahun itu tidak lagi bekerja sebagai seorang fashion desainer. Kemampuan dan prestasinya mengantarkan Chaya menjadi seorang fitness trainer. Kliennya belasan orang. Sebagian besar dari luar kota seperti Bandung dan Malang, yang ingin punya bentuk tubuh indah seperti Chaya.
Berkemauan Keras
Frans Saba, teman dekat sekaligus orang yang menjadi pelatih Chaya mengatakan, perempuan berhidung mancung itu punya dedikasi yang tinggi di bidang fitness atletik. Chaya selalu total ketika latihan. Mampu menghabiskan waktu sampai tiga jam, dimana kebanyakan orang hanya bertahan latihan angkat berat maksimal dua jam.
“Saya betul-betul bangga sama dia. Dedikasinya tinggi saat latihan. Saat menjadi trainer untuk kliennya pun, Chaya selalu berhasil mengubah pola pikir mereka. Yang tadinya malas, jadi rajin latihan. Perubahan mereka memang tampak kalau sama Chaya,” ujar Frans.
Saking loyalnya Chaya kepada dunia fitness, orang yang baru kenal akan jengkel. Chaya, menurut Frans, adalah pribadi yang selalu seperti terburu-buru waktu. Segala sesuatu ingin diselesaikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
“Bagi yang baru kenal, pasti sangat menyebalkan. Tapi bagi saya, buat orang yang ingin maju, sudah sepantasnya seperti itu,” kata pria berotot kekar, yang sudah dua tahun belakangan kenal dengan Chaya.
Tidak mudah memang menjadi seorang atlet fitnes. Selain harus latihan dengan keras, yang paling susah adalah menjaga pola makan. Menyeimbangkan nutrisi dengan metabolisme tubuh, mengukur porsi makanan, menahan diri dari makanan berlemak, dan harus terus menerus menjaga pola makan. Hal seperti itu jauh lebih susah ketimbang sekedar latihan setiap hari. Proporsinya: 30 persen latihan fisik, 70 persen menjaga pola makan.
Terlebih lagi ketika akan memasuki masa delapan minggu sebelum kompetisi. Chaya harus bangun tidur minimal pukul 05.00 pagi. Setelah itu, langsung latihan Kardio di rumah sendiri untuk membakar lemak, lalu kerja melatih kliennya, latihan sendiri di tempat Gym Fitnes, dan malam sebelum tidur harus Kardio lagi.
Pola makannya, Chaya harus menimbang semua makanan yang masuk ke perutnya dari pagi hingga malam hari. Dalam sehari, Chaya makan Pisang, biji bunga matahari sebagai sumber lemak, protein shake, telur, sayur-sayuran hijau seperti bayam atau brokoli, ubi dan nasi rendah kalori, dan daging ayam.
“Yang paling susah itu kalau seminggu sebelum kompetisi. Mau nangis rasanya, karena memang harus membuat tubuh kita itu kaget,” kata Chaya.

Porsi makan Chaya benar-benar diatur. Sebelum hari-H, Chaya dilarang memakan makanan yang mengandung karbohidrat. Hanya boleh makan ikan, ayam, brokoli, atau bayam. Jika kompetisi dimulai hari Minggu, Chaya harus memasukkan banyak garam ke tubuhnya selama empat hari: Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis. Porsi minum pun diatur, Senin enam liter, Selasa lima liter, Rabu empat liter, Kamis tiga liter, Jumat dua liter, Sabtu 1,5 liter, dan Minggu (selama kompetisi berlangsung) tidak disarankan untuk minum air.
“I hanya dibekali 600 mili liter dan harus diminum sedikit-sedikit. Jaga-jaga takut pingsan.
“Mulai Minggu pagi baru boleh makan karbohidrat. Tapi enggak boleh minum air. Kita masukkin karbohidrat dan menarik air keluar tubuh. Kalau karbohidrat ketemu air, jadinya lemak,” tutur Chaya.
Semua rutinitas itu Chaya lakukan demi meraih hasil maksimal. Jika melihat kehidupannya, orang lain mungkin akan memandang itu sebagai sesuatu yang sulit. Tapi Chaya senang dengan kehidupannya sekarang. Saat ini, ia tengah mempersiapkan diri untuk kembali ke Australia. Mengikuti kompetisi Arnold Classic. Chaya punya mimpi untuk dapat kesempatan tampil di Pro Card, kompetisi tertinggi yang hanya boleh diikuti oleh juara pertama dari setiap kategori.
Orang yang Beruntung
“Aku tidak akan bisa seperti sekarang, kalau tidak terlahir di keluarga ini,” kata Chaya, memuji Ibundanya yang berada satu meja, saat kami berbincang. Anjeni Keswani, begitu nama ibunya Chaya.
“Mama orang yang selalu mendukung I,” ujarnya.
Tentu kita paham. Tidak mudah menjadi seorang atlet bikini fitnes di tengah budaya masyarakat yang memandang hina orang-orang berbikini. Berpenampilan dengan bikini di muka umum, menurut budaya ketimuran, masih sering disamakan dengan “telanjang”.
Anjeni mengisahkan, ia banyak mendapat kritik, baik dari keluarga maupun teman dekat, saat mengizinkan putrinya menjadi seorang atlet bikini. Semua orang heran mengapa ia rela melihat anaknya hanya mengenakan bikini di atas pentas. Disaksikan ratusan pasang mata.  
“Pertama kali Chaya cerita, saya langsung bilang ke ibu saya. Karena nenek Chaya adalah seorang penjaga kuil. Semacam seorang pendeta. Bagaimana jadinya nanti kalau ibu saya enggak tahu cucunya ikut kompetisi bikini. Waktu itu, ibu saya bilang, it’s oke kalau itu yang dia mau,” tutur Anjeni.
Anjeni lega jika sudah mendapat restu dari ibunya. Selebihnya, komentar sana sini dari keluarga dan teman-teman sekomunitas India, dibiarkan begitu saja. Chaya berkisah, sempat ada yang bilang, profesinya menjadi salah satu penyebab ia tidak kunjung menikah. Terhadap orang-orang begitu, Chaya berkata, “Mereka bukan jodoh saya. Jodoh saya akan melihat sesuatu yang lebih besar ketimbang pemikiran seperti itu.”
Setahun, dua tahun, komentar negatif lambat laun kian mereda. Seiring dengan prestasi yang ditunjukkan Chaya. Bagaimanapun juga, orang-orang itu tahu, Chaya mengikuti sebuah kompetisi internasional yang bersaing dengan ratusan atlet dari seluruh penjuru dunia.
Chaya sadar betul, tidak mudah meyakinkan masyarakat bahwa apa yang ia lakukan merupakan sesuatu yang positif. Berbikini di atas panggung tidak sama dengan telanjang, begitu keyakinan Chaya. Sesuatu yang baru memang paling susah diterima secara langsung.
Frans saba, teman Chaya mengatakan, perempuan-perempuan Indonesia punya potensi yang besar untuk mengikuti jejak Chaya. Selama menjadi seorang fitness trainer banyak klien perempuannya yang ingin mencoba kompetisi internasional. “Tapi mereka bingung. Enggak tahu harus melangkah ke mana dan bagaimana,” kata Frans.  
Pemerintah Indonesia disebutnya tidak punya cukup perhatian untuk bidang atletik fitnes perempuan. Ketika Chaya berhasil mengharumkan nama Indonesia, tidak satupun ucapan selamat datang untuk memberikan dukungan. Indonesia, melalui Pengurus Besar Persatuan Angkat Besi, Berat, dan Binaraga Seluruh Indonesia (PB PABBSI), seharusnya bisa memfasilitasi perempuan-perempuan yang punya badan bagus untuk melangkah ke level internasional.
“Selain Pro Card, mimpi saya lainnya adalah ingin mengajak perempuan Indonesia agar bisa berkompetisi di level internasional,” kata Chaya.
Chaya juga berusaha meyakinkan bahwa menjadi seorang atlet bikini punya banyak manfaat. Sejak menjadi atlet profesional, Chaya merasa hidupnya lebih produktif, sehat, dan penuh semangat. Penyakit Talasemia sampai hari ini tidak pernah kambuh lagi.
“Dulu aku suka keluar malam untuk pesta clubbing dan minum. Sekarang enggak pernah lagi. Karena aku lebih sayang sama badan. Kalau mau nakal, saya lebih memilih makan martabak saja,” ujar Chaya, berterus terang bahwa ia juga sering melanggar pantangan di hari Minggu.

Begitulah Chaya Keswani. Perempuan beruntung. Yang terjun ke dunia atletik bikini fitnes secara tidak sengaja. Kepada teman-temannya yang memuji prestasinya, Chaya selalu berkata: “Aku benar-benar dikasi sama Tuhan orang tua yang luar biasa. Kalau tidak lahir di kelaurga ini, enggak mungkin bisa berjalan mulus.”
Sebagai bentuk rasa syukur, Chaya hanya ingin berbagi keberuntungan dengan lebih banyak perempuan-perempuan Indonesia yang ingin berkompetisi ke kancah internasional.
“Ingin seperti Kartini. Menjadi seorang pelopor,” ujarnya lugas. 

Sumber: www.law-justice.co

0
825
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan