- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
2019, TGB dengan Posisi Tawar Terbaik


TS
ntapzzz
2019, TGB dengan Posisi Tawar Terbaik


Quote:
USAI Partai Gerindra memastikan Ketua Umumnya Letjen (Purn) Prabowo Subianto sebagai calon presiden 2019. Dipastikan rematch Joko Widodo (Jokowi) versus Prabowo Subianto bakal terjadi.
Kemungkinan dua calon bertarung itu besar, mengingat Partai Demokrat dan PAN seandainya menjadi poros ketiga, belum memenuhi syarat 20 persen kursi parlemen.
Sementara PKB dengan Muhaimin Iskandar sangat ngebet bisa mendampingi Jokowi. Yang jelas, Cak Imin saking ngebetnya berani mendeklarasikan untuk dirinya sendiri Join (Jokowi-Cak Imin).
Diluar partai pengusung Jokowi, hanya Partai Gerindra dan PKS yang terlihat begitu solid.
Meski sampai sekarang, belum jelas siapa calon yang akan diusung oleh PKS mendampingi Prabowo Subianto, entah Shohibul Iman atau Ahmad Heryawan. Belakangan nama Anis Matta mengemuka.
Belajar dari pertarungan Pilpres 2014, untuk Pilpres 2019 mendatang diyakini akan kembali menghadirkan friksi, bila hanya menghadirkan dua pasang calon.
Kita belum lupa, kerasnya pertarungan itu hingga membuat komponen bangsa terbelah. Banyak yang menyebut kekalahan Prabowo-Hatta Rajasa membuat banyak pihak tak bisa move on.
Jokowi bersama kabinetnya tak pernah lepas dari serangan. Seolah ada saling sandera. Rasanya, jauh berbeda saat presiden sebelumnya Susilo Bambang Yudhoyono memimpin.
Nyaris tanpa gangguan berarti. Partai oposisi kala itu PDI Perjuangan hanya mengonggong di waktu tertentu.
Tak sampai pada ruang politik, ruang beragama ikut dicampuri. Cara fasih seorang Jokowi menyebut nama tuhan saja bisa di-framing beragam macam. Paling ekstrem tuduhan PKI.
Bukan hanya Jokowi, istri dan anaknya pun tak luput dari serangan. Amat sangat mengkhawatirkan bila kemudian pertarungan dua kubu kembali terjadi, kemudian memicu sentimen berkepanjangan apabila kembali Jokowi terpilih.
Peluang Jokowi yang besar berkaca pada rilis terbaru dari KedaiKOPI ataupun MEDIAN, mantan Wali Kota Solo itu tetap memimpin elektabilitas. Meski ada penurunan trend. Margin dengan 08 sebutan Prabowo Subianto di Gerindra bisa lebih 10 persen.
Pilpres 2019 jelas membutuhkan wasit yang pas. Bisa dalam bentuk poros baru atau individu. Untuk poros ketiga, setidaknya ada peluang koalisi antara Partai Demokrat, PKB, dan PAN.
Ketiga partai ini punya jagoan masing-masing. Putra Mahkota Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari Partai Demokrat, kemudian Muhaimin Iskandar dari PKB, dan Zulkifli Hasan dari PAN.
AHY yang pensiunan Mayor TNI ini butuh berjuang keras untuk bisa dipinang Jokowi. Kecuali diusung partainya sendiri, untuk bisa diterima Jokowi popularitasnya harus dipacu.
Dari sisi pengalaman pun AHY belum teruji. Menyusul kemudian Muhaimin Iskandar, politisi yang mencetuskan gerakan Soekarno-Gus Dur (Sudurisme) memiliki ambisi besar.
Cak Imin bahkan berani mengklaim, kalau Jokowi akan kalah bila tak menggandengnya sebagai cawapres. Cuma Cak Imin ini akan membuat repot Jokowi.
Pertama, kasus kardus durian yang mengganjalnya jadi menteri (daftar merah KPK). Kedua, gerakannya sulit diatur. Publik tentu tak lupa, Gus Dur sebagai pendidiknya saja bisa ditelikung.
Nama terakhir Zulkifli Hasan, Ketua MPR yang soft dan mantan menteri. Gaya politiknya halus dan malu-malu. Ambisinya tak begitu besar. Hasil survei pun menempatkan dalam posisi biasa saja.
Jadi kalau poros ketiga terbentuk, bisa menempatkan AHY sebagai presiden, Cak Imin sebagai wakil presiden. Sebaliknya Cak Imin presiden, AHY sebagai wakil presiden. Atau bisa juga AHY presiden, kemudian Zulkifli Hasan wakil presiden.
Yang jelas, komposisi poros ketiga tak bisa mengesampingkan AHY. Selain komposisi suara parlemen yang tinggi, AHY didaulat bisa ikut dalam pertarungan.
Pemegang Posisi Tawar Terbaik
Secara komposisi, poros ketiga ini akan memberikan udara segar kancah politik pilpres 2019. Dimungkinkan gontok-gontokan dua kubu bisa diminimalisir.
Meski tak jaminan, poros ketiga ini menjadi lawan berat bagi petahana. Pada poros ketiga sesungguhnya butuh satu individu dengan posisi tawar terbaik.
Kriterianya tentu saja, popularitas dan elektabilitas tinggi, punya pengalaman, religius, kuat ketokohan, serta tak punya masalah hukum. Satu lagi, mewakili luar Jawa.
Merunut dari data KedaiKOPI dan Median, nama itu mengkerucut pada nama TGB M Zainul Majdi. Gubernur NTB dua periode. Elektabilitasnya terus naik, masuk top five. Sebagai gubernur, dua periode terpilih.
Secara religius, ulama ahli tafsir alumni Al Azhar. Secara ketokohan, cukup kuat di akar rumput jamaah. Dari banyak ceramahnya ribuan orang selalu hadir.
TGB sendiri termasuk politisi yang lurus-lurus saja. Tak pernah bersinggungan dengan hukum. Terakhir, meski memiliki garis keturunan dari Sunda, secara kedudukan dan kultur, TGB adalah wakil dari suku Sasak, suku terbesar di Lombok.
Dengan berbagai kriteria tersebut, TGB M Zainul Majdi untuk saat ini menjadi satu-satunya pemegang posisi tawar terbaik bagi poros ketiga.
Dari sisi partai, memang TGB dibawah bayang-bayang AHY. Secara finansial, bukan politisi berduit besar. Namun, TGB politisi dengan jaringan luas dan akar rumput yang baik.
Kontra wacana yang dihembuskan kalau pendukung TGB sebagian adalah buzzer, berbanding terbalik dengan respon publik ketika ia mengisi pengajian.
Bukan hanya dunia nyata, di dunia maya yang tanpa sekat itu nama TGB paling banyak diperbincangkan.
Mengalahkan Jokowi ataupun Prabowo. Bila pilpres 2019 menghadirkan tiga pasangan calon, dan poros ketiga menghadirkan TGB sebagai figur penantang, Jokowi maupun Prabowo bisa akan sangat repot.
Suara untuk Jokowi dan Prabowo secara signifikan bisa tersedot oleh TGB. Tinggal sekarang keberanian parpol mencermati peluang itu.(*)
*Penulis adalah Pemerhati Politik sekaligus Direktur Eksekutif Madani Komunika Institute
(*/JPC)Sumber
Kemungkinan dua calon bertarung itu besar, mengingat Partai Demokrat dan PAN seandainya menjadi poros ketiga, belum memenuhi syarat 20 persen kursi parlemen.
Sementara PKB dengan Muhaimin Iskandar sangat ngebet bisa mendampingi Jokowi. Yang jelas, Cak Imin saking ngebetnya berani mendeklarasikan untuk dirinya sendiri Join (Jokowi-Cak Imin).
Diluar partai pengusung Jokowi, hanya Partai Gerindra dan PKS yang terlihat begitu solid.
Meski sampai sekarang, belum jelas siapa calon yang akan diusung oleh PKS mendampingi Prabowo Subianto, entah Shohibul Iman atau Ahmad Heryawan. Belakangan nama Anis Matta mengemuka.
Belajar dari pertarungan Pilpres 2014, untuk Pilpres 2019 mendatang diyakini akan kembali menghadirkan friksi, bila hanya menghadirkan dua pasang calon.
Kita belum lupa, kerasnya pertarungan itu hingga membuat komponen bangsa terbelah. Banyak yang menyebut kekalahan Prabowo-Hatta Rajasa membuat banyak pihak tak bisa move on.
Jokowi bersama kabinetnya tak pernah lepas dari serangan. Seolah ada saling sandera. Rasanya, jauh berbeda saat presiden sebelumnya Susilo Bambang Yudhoyono memimpin.
Nyaris tanpa gangguan berarti. Partai oposisi kala itu PDI Perjuangan hanya mengonggong di waktu tertentu.
Tak sampai pada ruang politik, ruang beragama ikut dicampuri. Cara fasih seorang Jokowi menyebut nama tuhan saja bisa di-framing beragam macam. Paling ekstrem tuduhan PKI.
Bukan hanya Jokowi, istri dan anaknya pun tak luput dari serangan. Amat sangat mengkhawatirkan bila kemudian pertarungan dua kubu kembali terjadi, kemudian memicu sentimen berkepanjangan apabila kembali Jokowi terpilih.
Peluang Jokowi yang besar berkaca pada rilis terbaru dari KedaiKOPI ataupun MEDIAN, mantan Wali Kota Solo itu tetap memimpin elektabilitas. Meski ada penurunan trend. Margin dengan 08 sebutan Prabowo Subianto di Gerindra bisa lebih 10 persen.
Pilpres 2019 jelas membutuhkan wasit yang pas. Bisa dalam bentuk poros baru atau individu. Untuk poros ketiga, setidaknya ada peluang koalisi antara Partai Demokrat, PKB, dan PAN.
Ketiga partai ini punya jagoan masing-masing. Putra Mahkota Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari Partai Demokrat, kemudian Muhaimin Iskandar dari PKB, dan Zulkifli Hasan dari PAN.
AHY yang pensiunan Mayor TNI ini butuh berjuang keras untuk bisa dipinang Jokowi. Kecuali diusung partainya sendiri, untuk bisa diterima Jokowi popularitasnya harus dipacu.
Dari sisi pengalaman pun AHY belum teruji. Menyusul kemudian Muhaimin Iskandar, politisi yang mencetuskan gerakan Soekarno-Gus Dur (Sudurisme) memiliki ambisi besar.
Cak Imin bahkan berani mengklaim, kalau Jokowi akan kalah bila tak menggandengnya sebagai cawapres. Cuma Cak Imin ini akan membuat repot Jokowi.
Pertama, kasus kardus durian yang mengganjalnya jadi menteri (daftar merah KPK). Kedua, gerakannya sulit diatur. Publik tentu tak lupa, Gus Dur sebagai pendidiknya saja bisa ditelikung.
Nama terakhir Zulkifli Hasan, Ketua MPR yang soft dan mantan menteri. Gaya politiknya halus dan malu-malu. Ambisinya tak begitu besar. Hasil survei pun menempatkan dalam posisi biasa saja.
Jadi kalau poros ketiga terbentuk, bisa menempatkan AHY sebagai presiden, Cak Imin sebagai wakil presiden. Sebaliknya Cak Imin presiden, AHY sebagai wakil presiden. Atau bisa juga AHY presiden, kemudian Zulkifli Hasan wakil presiden.
Yang jelas, komposisi poros ketiga tak bisa mengesampingkan AHY. Selain komposisi suara parlemen yang tinggi, AHY didaulat bisa ikut dalam pertarungan.
Pemegang Posisi Tawar Terbaik
Secara komposisi, poros ketiga ini akan memberikan udara segar kancah politik pilpres 2019. Dimungkinkan gontok-gontokan dua kubu bisa diminimalisir.
Meski tak jaminan, poros ketiga ini menjadi lawan berat bagi petahana. Pada poros ketiga sesungguhnya butuh satu individu dengan posisi tawar terbaik.
Kriterianya tentu saja, popularitas dan elektabilitas tinggi, punya pengalaman, religius, kuat ketokohan, serta tak punya masalah hukum. Satu lagi, mewakili luar Jawa.
Merunut dari data KedaiKOPI dan Median, nama itu mengkerucut pada nama TGB M Zainul Majdi. Gubernur NTB dua periode. Elektabilitasnya terus naik, masuk top five. Sebagai gubernur, dua periode terpilih.
Secara religius, ulama ahli tafsir alumni Al Azhar. Secara ketokohan, cukup kuat di akar rumput jamaah. Dari banyak ceramahnya ribuan orang selalu hadir.
TGB sendiri termasuk politisi yang lurus-lurus saja. Tak pernah bersinggungan dengan hukum. Terakhir, meski memiliki garis keturunan dari Sunda, secara kedudukan dan kultur, TGB adalah wakil dari suku Sasak, suku terbesar di Lombok.
Dengan berbagai kriteria tersebut, TGB M Zainul Majdi untuk saat ini menjadi satu-satunya pemegang posisi tawar terbaik bagi poros ketiga.
Dari sisi partai, memang TGB dibawah bayang-bayang AHY. Secara finansial, bukan politisi berduit besar. Namun, TGB politisi dengan jaringan luas dan akar rumput yang baik.
Kontra wacana yang dihembuskan kalau pendukung TGB sebagian adalah buzzer, berbanding terbalik dengan respon publik ketika ia mengisi pengajian.
Bukan hanya dunia nyata, di dunia maya yang tanpa sekat itu nama TGB paling banyak diperbincangkan.
Mengalahkan Jokowi ataupun Prabowo. Bila pilpres 2019 menghadirkan tiga pasangan calon, dan poros ketiga menghadirkan TGB sebagai figur penantang, Jokowi maupun Prabowo bisa akan sangat repot.
Suara untuk Jokowi dan Prabowo secara signifikan bisa tersedot oleh TGB. Tinggal sekarang keberanian parpol mencermati peluang itu.(*)
*Penulis adalah Pemerhati Politik sekaligus Direktur Eksekutif Madani Komunika Institute
(*/JPC)Sumber


TGB.ID#TGBuntukIndonesia


0
1.1K
Kutip
19
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan