Pemicu dari banyaknya angka kecelakaan di Indonesia, salah satunya disebabkan oleh ketidakpahaman masyarakat dengan peraturan lalu lintas. Ada yang tahu, tapi dominasinya justru yang tidak tahu. Sehingga yang tahu, justru terpengaruh untuk ikut berperilaku yang tidak aman. Kurangnya edukasi dan lemahnya penegakan hukum, juga menjadi penyebab tejadinya banyak kecelakaan di Indonesia. Untuk mengatasi masalah angka kecelakaan, selain pihak Kepolisian, lembaga-lembaga pemerintahan di Indonesia harus ikut aktif dalam memberi edukasi soal tertib berlalu lintas.

Yang kedua, kenapa perempuan kita ajarkan bela diri? Di Indonesia sejak 10 tahun terakhir ada 20 perempuan yang menjadi korban kekerasan setiap hari, dan 12 diantaranya adalah dirudapaksa. Dan korban paling muda yang dirudapaksa di Indonesia seorang bayi berumur 8 bulan. 



Dari sisi hukum sendiri ada 4 pertanyaan yang akan ditanyakan penyidik soal rudapaksaan.

1. Unsur pidana rudapaksaan dalam Pasal 285 KUHP adalah adanya kekerasan atau ancaman kekerasan, dan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh. Dengan unsur-unsur tersebut, maka variabel penentu untuk mengkualifikasi ada tidaknya suatu tindak pidana rudapaksaan adalah pada unsur consent/persetujuan kedua belah pihak.

2. Istilah "nyaman" dan "tidak nyaman" adalah diksi dan bahasa operasional yang digunakan oleh penyidik untuk bertanya dalam proses pemeriksaan untuk mencari tahu ada atau tidaknya persetujuan. Karena itu tidak ada maksud reviktimisasi terhadap pelapor/korban rudapaksaan.

3. Perlu diketahui, banyak kasus laporan rudapaksaan yang dilatarbelakangi oleh praktik ingkar janji pasangan untuk menikahi. Jika kasusnya seperti ini, maka itu bukanlah bentuk tindak pidana rudapaksaan melainkan ingkar janji/penipuan. Dalam diskursus tentang kekerasan terhadap perempuan, praktik ingkar janji dalam masa pacaran adalah salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang juga harus ditangani secara hukum.

4. Demikian juga kasus rudapaksaan adalah jenis tindak pidana yang perlu penanganan khusus, termasuk memastikan akurasi dan ketersediaan bukti dalam rentang waktu yang cukup lama dari proses in take hingga penyidikan dan penuntutan. Karena itu kebutuhan memastikan adanya consent atau tidak consent menjadi pelindung bagi mereka yang benar-benar menjadi korban kekerasan.

Nah, yang membuat kita miris, menurut data Komnas Perlindungan Anak: korban anak-anak itu setiap tahunnya mencapai 3.339. 62 persen di antaranya korban kejahatan seksual. Dan yang menyedihkan, 16 persen itu pelakunya anak-anak umur 14 tahun. Pelakunya juga anak-anak. Jadi anak-anak umur 14 tahun di Indonesia sudah mencuri, membegal, kasus pembegalan motor, yang terakhir narkoba dan rudapaksaan. 



Seperti yang terjadi di sekitar Pura Pantai Balangan, Kuta Selatan di mana sembilan orang anak-anak mencuri uang sesari.Uang Sesari adalah uang persembahan keyakinan Agama Hindu Bali biasanya dalam pecahan uang Rp 2 ribu. Namun mereka melarikan diri dan meninggalkan sepeda motornya. Sepeda motor para pelaku pun menjadi sasaran kemarahan warga dengan merusaknya. Mereka mencuri karena kalah bermain game online dan habis uangnya di game online. Karena banyak pelaku yang dibawah umur, pihak kepolisian akan memberlakukan mereka terhadap pasal yang berlaku. Sementara bagi pelaku yang berusia 19 tahun akan dikenakan pasal seperti biasa pada orang dewasa.

Jadi poinnya ada tiga yang perlu kita tangkap, Negara jangan cuma peduli urusan KPK atau Polri, tapi juga pedulilah pada rakyat; 1000 anak setiap hari meninggal di jalan raya. Itu yang pertama.

Yang kedua, pendidikan yang paling utama adalah di rumah. Orang tua jangan cuma membekali anak latihan beladiri supaya tidak jadi korban, tapi juga mengajarkan karakter supaya tidak menjadi pelaku. Anak harus diajarkan sejak dini bahwa berbuat jahat tidak cuma mencelakakan orang lain tapi juga mencelakakan diri sendiri dan masa depan.