- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Sukmawati Dan Islam Sontoloyo


TS
c4punk1950...
Sukmawati Dan Islam Sontoloyo

Nampaknya puisi bu sukma membuka cerita masa lalu dimana seorang proklamator bercerita tentang "Islam Sontoloyo", ternyata dari masanya Sukarno pemeluk Islam tapi menjadi sontoloyo sudah banyak.
Islam Sontoloyo, demikian Sukarno menyebutnya, jangan anggap remeh ilmu yang dimiliki bung karno tentang islam, salah satu murid dari pendiri syarekat Islam Tjokroaminoto ini tentu saja tak buta tentang agama yang dianutnya.

Bahkan kawannya Tan Malaka dan Kartosuwiryo memiliki ilmu Islam yang cukup mumpuni, hingga dengan dogma Islam yang berbeda keduanya menjadi lawan Sukarno, kedua orang itu menjadi tumbal atas stabilitas keamanan nasional. Namun pemikiran-pemikiran mereka ada yang di rekam oleh Sukarno muda, termasuk masalah Islam sontoloyo sendiri.

Seperti dalam kutipan Buku "Islam Sontoloyo", Sukarno memaparkan bahwa ada masyarakat muslim yang terlalu kaku.
Royal Mencap Orang Lain Kafir
Dalam Surat-surat Islam dari Endeh (1930-an) dan Masyarakat Onta dan Masyarakat Kapal Udara (1940), Bung Karno menulis kritik terhadap kecenderungan sebagian ulama dan umat Islam saat itu yang begitu mudah mencap kafir.
Kata kafir memang membuat kita takut, bahkan beda paham sedikit sesama muslim sendiri bisa saling mengkafirkan. Inilah yang terjadi pada masa itu, entahlah di zaman kini mungkin sudah ada perubahan lebih sekuler ??

Taklid Buta
Dalam buku tersebut Sukarnopun mengkriktik mereka yang selalu taklid pada ulamanya, sedangkan seorang ulama bisa saja salah.
“Hampir seribu tahun akal dikungkung sejak kaum Mu’tazilah sampai Ibnu Rusyd dan lainnya. Asy’arisme pangkal taklidisme dalam Islam. Akal tidak diperkenankan lagi. Akal itu dikutuk seakan-akan dari setan datangnya,” paparnya.
Manusia lahir diberikan akal, dengan akal kita memilah baik dan buruk, ketika akal di kunci banyak masyarakat akhirnya menjadi tak berakal.
Mengutamakan Fikih
Nah Sukarno kembali mengkritik tentang fikih, Dalam Islam Sontoloyo (1940), Bung Karno menulis bahwa fikih bukanlah satu-satunya tiang keagamaan. Tiang utamanya ialah terletak dalam ketundukan kita punya jiwa pada Allah.
“Fikih itu, walaupun sudah kita saring semurni-murninya, belum mencukupi semua kehendak agama. Belum dapat memenuhi syarat-syarat ketuhanan yang sejati, yang juga berhajat kepada tauhid, akhlak, kebaktian ruhani, kepada Allah,” tulisnya.
Memang tanpa Fikih yang jelas manusia tak bisa merumuskan suatu hukum, pedoman hukum yang jelas itu berkiblat hanya pada Qur'an sedangkan hadist harus yang mempunyai derajat shahih, karena banyak orang berseteru dengan berkiblat pada hadist yang lemah, hingga akhirnya banyak sekte dalam Islam sendiri.

Buta Akan Sejarah
Nah banyak masyarakat pada waktu itu yang beragama Islam tak paham sejarah agamanya sendiri, hingga di singgung dalam Surat-surat Islam dari Endeh (1930-an), Bung Karno menulis, umumnya kita punya ulama dan kiai tapi tak ada sedikitpun “feeling” kepada sejarahnya. Mereka punya minat hanya tertuju pada agama, terutama pada bagian fikih. Tapi pengetahuan tentang sejarah umumnya nihil. Padahal sejarah adalah padang penyelidikan yang maha penting!
Sejarah Islam memuat catatan hitam pada perang siffin, dimana perang saudara berkecamuk dan itu semua karena berhujjah pada fikih para ulama, dan juga terjadinya beda pendapat yang ujungnya saling menghalalkan darah sesama muslim. Ini yang harus bisa kita hindari pada masa kini, seiman kok perang.
Hadist Lemah Sebagai Pedoman
Ribuan hadist yang dicatat membuat para pemeluk islam sendiri malas untuk belajar. Bahkan diantara ribuan hadist tersebut ada yang palsu, lemah dan shahih masih beruntung ada perawi hadist yang mengumpulkan hadist dengan baik, walau tak menutup kemungkinan ada kesalahan dalam merawi karena manusia bukanlah sosok yang sempurna, hingga masih ada hadist lemah yang terselip. Seperti ucapan Sukarno, “Saya perlu kepada Bukhari atau Muslim itu karena di situlah dihimpun hadis-hadis shahih. Walaupun dari keterangan salah seorang pengamat Islam bangsa Inggris, di Bukhari pun masih terselip hadist-hadist yang lemah. Dia pun menerangkan, bahwa kemunduran Islam, kekunoan Islam, kemesuman Islam, ketakhayulan orang Islam banyaklah karena hadist-hadist lemah itu yang sering lebih laku daripada ayat-ayat Al-Quran. Saya kira anggapan ini adalah benar.”

Itulah petikan dari sebuah buku yang membahas Islam Sontoloyo, tapi bu Sukma yang tak tahu apa itu syariat Islam setidaknya bisa belajar dari bapaknya yang lebih mengerti tentang Islam dengan menelurkan Piagam Jakarta, sebagai butir pertama syariatnya walau akhirnya dianulir kembali.
“Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Setidaknya pemikiran Islam Sontoloyo yang di ucapkan Sukarno, tak dapat dipahami oleh anaknya sendiri hingga membuat puisi yang mengeneralisir Islam lebih rendah tingkatannya dari budaya nasional, sedangkan butir-butir islam banyak dipakai diawal masa kemerdekaan.
Apakah masih ada Islam sontoloyo di negeri ini ?? Entahlah kawan semoga saja sudah menghilang dari ibu pertiwi, lebih baik kita ngudut sambil seruupuuttt

By c4punk@2018
Referensi
http://makassar.tribunnews.com/2015/...ntoloyo?page=4

Tambahan kaskuser
Quote:
Diubah oleh c4punk1950... 04-04-2018 05:56
0
5K
51


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan