Kaskus

Entertainment

ryan.manullangAvatar border
TS
ryan.manullang
Mengenal Gitar Sipaholon dan Karal Hutagalung
Mengenal Gitar Sipaholon dan Karal HutagalungKaral Hutagalung

Seorang wanita cantik bagi pemuda batak diistilahkan dengan bahasa yang puitis, "Songon garaga songon garugu, songon na sada songon na duapulu, pangeol ni gontingna songon dengke na mangolu". Lama kelamaan ada istilah singkat di kalangan para pemuda itu dengan menggambarkan wanita cantik dengan body yang bagus itu, "songon gitar sipoholon."

Mengenal Gitar Sipaholon dan Karal Hutagalung
Pamflet Toko Gitar Sipaholon
Mengenal Gitar Sipaholon dan Karal HutagalungPengerjaan Bodi Gitar Sipaholon

Karal Hutagalung semasih muda sudah piawai memainkan beberapa alat instrumental buatan Eropa seperti gitar, biola, mandolin dan organ engkol.

Berawal dari upayanya memperbaiki gitarnya sendiri yang rusak memotivasi dirinya membuat gitar yang baru. Ternyata buatannya lebih baik dari gitar yang pada waktu itu kebanyakan buatan luar, sehingga banyak yang memesan.

Tidak puas sampai disitu, dia mencoba membuat organ engkol yang digunakan pada gereja. Organ itu dengan sebutan bahasa batak poti marende. Banyak gereja menggunakan organ buatan Karal Hutagalung.

Usahanya semakin berkembang, semula dilakukan dirumahnya Hutabagasan Desa Lumban Baringin Sipoholon, Tarutung, Tapanuli Utara sejak tahun 1954. Modal usaha terkumpul sehingga dapat membeli tanah di pinggir jalan raya Jalan Balige Lumban Baringin Sipoholon.

Karal Hutagalung mampu membuat alat musik lain seperti biola, mandolin, stringbass, jazband dan bamboo. Beberapa kepingan kayu model senapan juga ditemukan dibengkelnya. Dia juga mampu membuat senapan angin. Pesanan organ engkol poti marendetidak lagi ditekuninya sejak keyboard semakin banyak dan murah. Poti Marende telah digeser peranannya oleh gereja dengan keyboard sehingga tidak lagi diproduksi.

Beberapa alat pertukangan yang ada dibengkelnya adalah atas upaya sendiri. Menurut pengakuannya pemerintah daerah Tapanuli Utara pada saat masa jabatan Bupati RE Nainggolan pernah membantunya Rp 10 juta. Sebelum dan sesudah itu tidak pernah ada. Konon Pemda sering mengikutkan bengkel kerjanya mengikuti pameran di Medan dan Jakarta. Dia mengakui bahwa gitar buatannya sudah pernah dipesan sampai ke Amerika.

Mengenal Gitar Sipaholon dan Karal HutagalungPengecatan Bodi Gitar
Mengenal Gitar Sipaholon dan Karal HutagalungGitar Sipaholon Siap Produksi

Kelebihan gitar Sipoholon adalah kualitas dan seni pembuatan serta penjiwaan pembuatnya ditambah dengan pemilihan kayu berkualitas terbaik yang ditemukan di daerah Sarulla.

Pemasaran Gitar Sipoholon masih sangat konvensional, pada umumnya hanya melayani pesanan. Semua gitar yang terpajang di gallerinya semua sudah ada pemiliknya. Harga yang dipatok berkisar antara Rp 350.000 s/d Rp 400.000. Akustik Bass dipatok Rp 800.000. dan Gitar listrik sekitar Rp 1 juta.

Pembuatan 1 gitar dapat diselesaikan dalam 1 minggu. Setelah menggunakan alat mekanik telah dapat menyelesaikan 2 gitar dalam 1 minggu.

Namun, Karal Hutagalung telah berpulang pada tahun 2009. Beliau memiliki cucu-cucu yang membahagiakan hatinya dari 5 orang putra dan 4 orang putri. Dia dipanggil OmpuRomega. Isteri tercintanya Boru Parapat telah lebih dulu meninggalkannya. Pada usianya yang senja (82 tahun pada tahun 1991). Setelah itu usaha gitar sipaholon dilanjutkan oleh 3 putranya.

sumber

Gitar Sipaholon Riwayatmu Kini
Mengenal Gitar Sipaholon dan Karal Hutagalung
Mengenal Gitar Sipaholon dan Karal Hutagalung

Di era tahun 1970-an hingga tahun 1990-an, wilayah Tapanuli Utara dikenal masyarakat Sumatera Utara sebagai salah satu sentra produksi gitar yang cukup akrab dengan konsumen, baik dilihat dari mutu maupun modelnya.

Pada masa kejayaannya, industri kerajinan gitar Sipoholon ini telah berkembang cukup baik. Produk gitarnya yang dikenal dengan sebutan Gitar Sipoholon pun sudah terpatri dengan baik di dalam hati para pecinta musik di Tapanuli Utara khususnya, dan di Sumatera Utara pada umumnya.

Sipoholon sebenarnya adalah nama sebuah desa di Tapanuli Utara, Sumatera Utara yang banyak dihuni oleh para perajin gitar yang sangat terampil dan berbakat. Sudah puluhan tahun lamanya para perajin itu menggeluti industri kerajinan gitar kayu dan secara turun temurun keterampilan membuat gitar dari kayu itu diwariskan kepada generasi penerusnya. Kini setidaknya sudah ada tiga generasi yang melanjutkan industri kerajinan gitar kayu tersebut.

Entah bagaimana awal ceritanya, nama desa Sipoholon itu disematkan sebagai merek dagang (trade mark) dari produk gitar buatan desa tersebut. Menurut penuturan Hutagalung, salah satu pengrajin Gitar Sipoholon, tidak jelas bagaimana sejarah dari Gitar Sipoholon itu. Yang kami tahu industri gitar ini sudah digeluti secara turun temurun oleh kakek buyut kami dan kini tinggal anak cucunya yang melanjutkan. Kami sendiri sudah generasi ketiga, kata R.
Hutagalung ketika ditemui majalah Media Industri di bengkel kerja alat musik gitarnya di Sipoholon, Tarutung, Tapanuli Utara.

Di bengkel kerja alat musiknya itu, selain membuat gitar, Hutagalung juga membuat alat musik lain seperti keyboard tradisional atau lebih dikenal dengan sebutan poti marende dan bass betot. Namun untuk bas betot dan keyboard, Hutagalung mengaku sudah angkat tangan karena tergilas dengan keyboard dan bass betot modern yang dioperasikan secara elektrik. Bass betot buatan Sipoholon adalah bas betot non elektrik sedangkan keyboardnya digerakkan dengan pedal kaki. Untuk kedua alat musik ini kami sudah menyerah. Tapi untuk gitar, kami masih bisa bertahan karena masih banyak peminat, tuturnya.

Selain dikenal sebagai sentra industri kerajinan gitar dari kayu, desa Sipoholon juga dikenal dengan sumber air panasnya yang beberapa diantaranya kini sudah dikembangkan menjadi objek wisata pemandian air panas. Pada saat hari libur khususnya pada akhir pecan, objek wisata pemandian air panas di Sipoholon mulai banyak dikunjungi wisatawan domestik dari wilayah sekitar Tapanuli Utara. Tentu saja, pengembangan industri pariwisata ini dapat juga dimanfaatkan untuk mempromosikan industri gitar kayu di Sipoholon.

Untuk membangkitkan kembali industri kerajinan gitar dari kayu itu, Hutagalung sangat berharap ada uluran bantuan modal, apakah dari pemerintah atau dari kalangan perusahaan perbankan. Untuk memenuhi permintaan pasar selama ini, Hutagalung mengaku kewalahan karena tidak mempunyai modal khususnya untuk pengadaan kayu sebagai bahan baku utama. Menurut Hutagalung, setiap bulan masuk permintaan pembuatan gitar kayu antara 30 sampai 50 unit gitar, baik gitar melodi, klasik maupun gitar bass. Jika pesanan masuk, maka perajin harus sudah siap dengan semua jenis bahan baku, baik kayu yang didatangkan dari Sibolga, Tapanuli Selatan serta seluruh peralatan pendukung seperti lem, amplas dan lain-lain. Namun karena ketiadaan modal kerja untuk pengadaan bahan baku, sering kali para perajin tersebut terpaksa menolak pesanan sambil menunggu adanya bantuan modal dari keluarga untuk pengadaan bahan baku. Yang paling banyak menyedot modal kerja sebetulnya adalah kayu. Akibatnya, bengkel pembuat alat-alat musik di Sipoholon kini terpaksa mengerjakan pekerjaan yang kadang-kadang hanya satu unit dalam satu minggu sehingga untuk menghidupi keluarga pun sudah kewalahan. Padahal untuk menjalankan roda usaha yang awalnya dimulai dari usaha keluarga ini, Hutagalung mempekerjakan empat karyawan yang tugasnya menggergaji kayu, memotong dan memoles. Untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan dan ketangkasan khusus seperti memasang cantolan senar dan memasang senar, Hutagalung sendiri yang melakukannya.

Untuk produk gitarnya itu, Hutagalung biasanya menjual dengan harga yang bervariasi dari mulai Rp 400.000 per unit sampai Rp 850.000 per unit. Harga tersebut, menurut Hutagalung, merupakan harga baru yang terpaksa dinaikkan untuk mengimbangi biaya produksi dan biaya hidup yang terus merangkak naik. Selain harga bahan baku yang terus membumbung tinggi, gaji empat karyawan pun ikut serta dinaikkan. Kami sangat kesulitan. Tapi jika sekiranya ada uluran tangan untuk membantu modal kerja, kesulitan hidup kami masih bisa diatasi karena permintaan dari penggemar gitar Sipoholon masih terus mengalir, tutur Hutagalung.

Para pemilik bengkel gitar Sipoholon juga sangat merindukan produk mereka dapat dipajang di toko-toko alat musik, baik di Tarutung apalagi di Medan sebagai ibu kota provinsi. Itu juga yang selama ini menjadi mimpi Hutagalung, apalagi ketika mereka berjalan-jalan ke kota dan melihat di beberapa toko alat musik terdapat sejumlah gitar dipajang.

Media Industri (No. 05.2008) Departemen Perindustrian RI
0
2.7K
9
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan