- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Tiga Parpol Ini Terancam Dibubarkan Jika...


TS
gmc.yukon
Tiga Parpol Ini Terancam Dibubarkan Jika...
INDOPOS.CO.ID - Tiga partai politik (parpol) terancam dibubarkan. Mereka yakni, Partai Gokar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat. Pembubaran itu dapat dilakukan apabila tiga parpol itu terbukti menerima aliran dana korupsi proyek e-KTP.
Koordinator Divisi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz menyatakan, parpol yang disebut menerima uang haram e-KTP dapat diperiksa oleh KPK. Jika terbukti, langkah ini bisa menjadi awal usul pembubaran parpol.
"UU Tipikor dan UU TPPU memungkinkan partai sebagai sebuah korporasi dijerat secara pidana dan dimungkinkan dilakukan pembubaran," ujarnya kepada wartawan, Jumat (23/3).
Dia membeberkan, Pasal 20 UU No. 31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan korupsi yang dilakukan korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan pengurusnya. Sedangkan pemeriksaaan dapat dilakukan dengan diwakili oleh pengurus.
Pengertian pasal tersebut, kata Donal, membuat KPK dapat menindaklanjuti kesaksian di sidang Novanto terkait keterllibatan korporasi sebagai penerima uang. Proses penyelidikan dan penyidikan dapat menghadirkan pengurus parpol yang diduga menerima uang. Jika terbukti keterlibatan dalam kasus korupsi maka upaya pembubaran dapat diusulkan.
"Sementara pembubaran dilakukan melalui MK atas usulan menteri hukum dan HAM," lanjutnya.
Menurutnya, ancaman pidana dan pembubaran ini harusnya menjadi tanda bahaya bagi parpol. Selama ini dugaan keterlibatan parpol dalam kasus korupsi membuat pengurus parpol tak bergeming karena tak ada sanksi apapun.
Ahli hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra juga mengamini. Dia menyatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) bisa membubarkan parpol yang terbukti terlibat menerima uang korupsi.
Senada, pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, parpol yang menerima uang hasil korupsi bisa dibubarkan. Untuk itu, KPK harus segera membuktikan benar atau tidak adanya aliran dana korupsi e-ktp sebesar Rp5 miliar ke Rapimnas Partai Golkar, ke PDIP dan Partai Demokrat.
“KPK harus melakukan penyelidikan dan penyidikan atas pengakuan Setya Novanto itu di sidang Tipikor,” kata Margarito saat dihubungi, Jumat, (23/3).
Proses hukum atas pengakuan Novanto terkait aliran dana Rp 5 miliar tersebut, lanjut Margarito, harus dilakukan oleh KPK dan bukan penegak hukum lainnya. “Tidak boleh penegak hukum yang lain, jadi harus KPK,” lanjut Margarito.
Jika KPK berhasil menemukan bukti adanya aliran dana korupsi e-ktp sebesar Rp 5 miliar ke Rapimnas Partai Golkar, PDIP dan Demokrat, sambung Margarito, maka negara bisa mengajukan pembubaran parpol yang bersangkutan.
“Jika terbukti ada aliran dana itu, maka pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM bisa mengajukan pembubaran partai tersebut. Jadi bisa dibubarkan jika terbukti ada aliran dana korupsi yang masuk,” beber Margarito.
Jaksa Agung H.M Prasetyo juga menegaskan, lembaganya memastikan akan mempidanakan dan membubarkan parpol yang terbukti menerima aliran uang hasil kejahatan dan tindak pidana korupsi. Hal itu dilakukan karena parpol bisa dianggap sebagai korporasi untuk dijadikan subjek hukum Tindak Pidana Pencucian Uang.
Prasetyo mengemukakan, parpol yang menerima aliran uang hasil kejahatan atau tindak pidana korupsi dari kadernya bisa dijerat dengan hukuman pidana. Hal tersebut dinilai sama seperti kasus PT Indosat Mega Media (IM2), korporasi maupun partai politik dapat dijadikan subjek hukum dan dijerat dengan TPPU demi memulihkan uang negara.
"Lagi pula kan sudah juga di UU Parpol yang menyebutkan, jika parpol terbukti telah menerima aliran dana kejahatan atau korupsi, parpol itu bisa dibubarkan," tutur Prasetyo, Jumat (23/3).
Dia mengatakan, pada perkara dugaan tindak pidana korupsi e-KTP telah disebutkan bahwa ada aliran uang e-KTP yang masuk ke dalam sejumlah partai politik. Selain itu, tersangka Setya Novanto juga sempat menyebut bahwa ada aliran uang e-KTP ke Rapimnas Partai Golkar melalui keponakan yang bernama Pambudi Cahyo sebesar Rp5 miliar.
"Kalau soal itu, kemarin kan baru disebut oknum-oknum saja. Tetapi kalau ada bukti partai politik menerima uang hasil kejahatan, tentu ada proses hukumnya nanti," katanya.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ilham Saputra membantah. Dia mengaku tak ada aturan apapun dari KPU maupun produk UU terkait pemilu jika parpol terlibat korupsi. Makanya KPU tidak dapat memberikan sanksi.
"Kalau dari aturan terkait parpol dan pemilu tidak ada sanksi jika ada keterlibatan seperti itu. Bisa dilihat selama ini memang tidak diatur," jelasnya, kepada wartawan, kemarin.
Sementara, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat, Hinca Panjaitan tak merespon soal embubaran parpol yang terlibat korupsi. Menurut Hinca, program e-KTP merupakan kebijakan yang dihasilkan bersama antara pemerintah dengan legislatif. Sehingga, amat tak pantas bila hanya menyalahkan partainya.
"Hanya karena Demokrat berkuasa saat itu terus dikait-kaitkan dan diancam dibubarkan?," tanya Hinca. (aen)
https://www.indopos.co.id/read/2018/03/24/132277/tiga-parpol-ini-terancam-dibubarkan-jika
Bisa bubar jalan
Koordinator Divisi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz menyatakan, parpol yang disebut menerima uang haram e-KTP dapat diperiksa oleh KPK. Jika terbukti, langkah ini bisa menjadi awal usul pembubaran parpol.
"UU Tipikor dan UU TPPU memungkinkan partai sebagai sebuah korporasi dijerat secara pidana dan dimungkinkan dilakukan pembubaran," ujarnya kepada wartawan, Jumat (23/3).
Dia membeberkan, Pasal 20 UU No. 31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan korupsi yang dilakukan korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan pengurusnya. Sedangkan pemeriksaaan dapat dilakukan dengan diwakili oleh pengurus.
Pengertian pasal tersebut, kata Donal, membuat KPK dapat menindaklanjuti kesaksian di sidang Novanto terkait keterllibatan korporasi sebagai penerima uang. Proses penyelidikan dan penyidikan dapat menghadirkan pengurus parpol yang diduga menerima uang. Jika terbukti keterlibatan dalam kasus korupsi maka upaya pembubaran dapat diusulkan.
"Sementara pembubaran dilakukan melalui MK atas usulan menteri hukum dan HAM," lanjutnya.
Menurutnya, ancaman pidana dan pembubaran ini harusnya menjadi tanda bahaya bagi parpol. Selama ini dugaan keterlibatan parpol dalam kasus korupsi membuat pengurus parpol tak bergeming karena tak ada sanksi apapun.
Ahli hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra juga mengamini. Dia menyatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) bisa membubarkan parpol yang terbukti terlibat menerima uang korupsi.
Senada, pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, parpol yang menerima uang hasil korupsi bisa dibubarkan. Untuk itu, KPK harus segera membuktikan benar atau tidak adanya aliran dana korupsi e-ktp sebesar Rp5 miliar ke Rapimnas Partai Golkar, ke PDIP dan Partai Demokrat.
“KPK harus melakukan penyelidikan dan penyidikan atas pengakuan Setya Novanto itu di sidang Tipikor,” kata Margarito saat dihubungi, Jumat, (23/3).
Proses hukum atas pengakuan Novanto terkait aliran dana Rp 5 miliar tersebut, lanjut Margarito, harus dilakukan oleh KPK dan bukan penegak hukum lainnya. “Tidak boleh penegak hukum yang lain, jadi harus KPK,” lanjut Margarito.
Jika KPK berhasil menemukan bukti adanya aliran dana korupsi e-ktp sebesar Rp 5 miliar ke Rapimnas Partai Golkar, PDIP dan Demokrat, sambung Margarito, maka negara bisa mengajukan pembubaran parpol yang bersangkutan.
“Jika terbukti ada aliran dana itu, maka pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM bisa mengajukan pembubaran partai tersebut. Jadi bisa dibubarkan jika terbukti ada aliran dana korupsi yang masuk,” beber Margarito.
Jaksa Agung H.M Prasetyo juga menegaskan, lembaganya memastikan akan mempidanakan dan membubarkan parpol yang terbukti menerima aliran uang hasil kejahatan dan tindak pidana korupsi. Hal itu dilakukan karena parpol bisa dianggap sebagai korporasi untuk dijadikan subjek hukum Tindak Pidana Pencucian Uang.
Prasetyo mengemukakan, parpol yang menerima aliran uang hasil kejahatan atau tindak pidana korupsi dari kadernya bisa dijerat dengan hukuman pidana. Hal tersebut dinilai sama seperti kasus PT Indosat Mega Media (IM2), korporasi maupun partai politik dapat dijadikan subjek hukum dan dijerat dengan TPPU demi memulihkan uang negara.
"Lagi pula kan sudah juga di UU Parpol yang menyebutkan, jika parpol terbukti telah menerima aliran dana kejahatan atau korupsi, parpol itu bisa dibubarkan," tutur Prasetyo, Jumat (23/3).
Dia mengatakan, pada perkara dugaan tindak pidana korupsi e-KTP telah disebutkan bahwa ada aliran uang e-KTP yang masuk ke dalam sejumlah partai politik. Selain itu, tersangka Setya Novanto juga sempat menyebut bahwa ada aliran uang e-KTP ke Rapimnas Partai Golkar melalui keponakan yang bernama Pambudi Cahyo sebesar Rp5 miliar.
"Kalau soal itu, kemarin kan baru disebut oknum-oknum saja. Tetapi kalau ada bukti partai politik menerima uang hasil kejahatan, tentu ada proses hukumnya nanti," katanya.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ilham Saputra membantah. Dia mengaku tak ada aturan apapun dari KPU maupun produk UU terkait pemilu jika parpol terlibat korupsi. Makanya KPU tidak dapat memberikan sanksi.
"Kalau dari aturan terkait parpol dan pemilu tidak ada sanksi jika ada keterlibatan seperti itu. Bisa dilihat selama ini memang tidak diatur," jelasnya, kepada wartawan, kemarin.
Sementara, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat, Hinca Panjaitan tak merespon soal embubaran parpol yang terlibat korupsi. Menurut Hinca, program e-KTP merupakan kebijakan yang dihasilkan bersama antara pemerintah dengan legislatif. Sehingga, amat tak pantas bila hanya menyalahkan partainya.
"Hanya karena Demokrat berkuasa saat itu terus dikait-kaitkan dan diancam dibubarkan?," tanya Hinca. (aen)
https://www.indopos.co.id/read/2018/03/24/132277/tiga-parpol-ini-terancam-dibubarkan-jika
Bisa bubar jalan
0
2.1K
24


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan