BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Vonis 12 tahun Nur Alam tanpa kerugian akibat kerusakan lingkungan

Terdakwa kasus korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam persetujuan dan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Sulawesi Tenggara, Nur Alam divonis 12 tahun penjara di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (28/3).
Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam divonis 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (28/3/2018). Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta Nur Alam dihukum 18 tahun penjara.

Hakim juga mewajibkan Nur Alam membayar uang pengganti Rp2,7 miliar dan mencabut hak politiknya selama lima tahun setelah selesai menjalani hukuman.

Hakim menganggap Nur Alam terbukti melakukan korupsi dengan memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1,59 triliun. Nur Alam juga terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp40,268 miliar.

"Mengadili, menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," ujar ketua majelis hakim Diah Siti Basariah melalui Antaranews.

Nur Alam merupakan Gubernur Sulawesi Tenggara periode 2008-2013 dan 2013-2018. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu bersama dengan Kepala Bidang Pembangunan Umum pada Dinas ESDM Sultra, Burhanuddin dan Direktur PT Billy Indonesia, Widdi Aswindi memberikan persetujuan izin tambang untuk PT Anugerah Harisma Barakah.

Dalam tuntutannya, jaksa KPK menilai Nur Alam telah merugikan keuangan negara Rp4,3 triliun, hampir dua kali lipat nilai kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik, yang diklaim mencapai Rp2,3 triliun.

Nilai kerugian itu berasal dari pemberian izin senilai Rp1,5 triliun. Jaksa juga memperhitungkan kerugian senilai Rp2,7 triliun karena kerusakan lingkungan sebagai akibat kegiatan pertambangan nikel PT Anugerah Harisma Barakah di Pulau Kabaena.

Penghitungan kerugian ekologis sebagai unsur kerugian negara itu merupakan pertama kali dalam tuntutan jaksa KPK. Jaksa pun menuntut Nur Alam dihukum 18 tahun dan denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan. Jaksa juga menuntut uang pengganti Rp2,7 miliar terhadap Nur Alam.

Hakim menolak tuntutan jaksa mengenai kerugian negara akibat kerusakan lingkungan. Hakim menilai beban kerugian ekologis dan biaya pemulihan lingkungan menjadi tanggung jawab perusahaan, bukan Nur Alam sebagai Gubernur.

Hakim menyatakan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 13/2009 tidak bisa digunakan untuk menghitung ganti rugi akibat pencemaran lingkungan karena telah dicabut.

Hakim pun menyatakan kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp1,5 triliun, lebih kecil dari tuntutan jaksa sebesar Rp4,3 triliun.

Menurut hakim, Nur Alam telah memperkaya dirinya sebesar Rp2,7 miliar dan memperkaya korporasi, yakni PT Billy Indonesia sebesar Rp1,5 triliun. Selain itu, Nur Alam dinilai terbukti menerima gratifikasi Rp40,2 miliar dari Richcorp International Ltd.

Richcorp International merupakan perusahaan asal Hong Kong yang bergerak di bisnis tambang. Perusahaan ini sering membeli nikel dari PT Billy Indonesia. Transfer dari Hong Kong disamarkan melalui pembelian polis asuransi.

Atas vonis hakim itu, Nur Alam langsung mengajukan banding. "Semoga yang mulia bisa memahami rasa keadilan yang patut dipertimbangkan ke saya sebagai bagian aparatur negara yang sudah mendedikasikan diri kepada bangsa dan negara yang terbaik," kata Nur Alam.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...kan-lingkungan

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- PNS bakal punya skema baru tunjangan hari tua

- Jelang Pilkada PPATK pantau ribuan transaksi mencurigakan

- Automasi 1,6 juta pegawai negeri

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
561
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan