- Beranda
- Komunitas
- Food & Travel
- Cerita Pejalan Domestik
Pengalaman Pertama ke Keraton Surosowan, Kenapa Tidak Menyenangkan?


TS
mthayayaya
Pengalaman Pertama ke Keraton Surosowan, Kenapa Tidak Menyenangkan?
Beberapa waktu lalu, saya dan beberapa teman memutuskan menghabiskan akhir pekan dengan berkunjung ke Banten. Tak ada daftar tempat wisata yang kami buat sebelumnya. Perjalanan kali ini benar-benar hanya didasarkan pada spontanitas belaka.
Itu sebabnya setelah tiba di Serang dan mengisi perut dengan makanan khasnya, kami pun baru mencari alternatif tempat wisata yang bisa kami kunjungi dengan mengandalkan Google semata. Pilihan pun jatuh pada kawasan Banten Lama. Niatnya sih ingin melihat Keraton Kaibon yang ada di sana, tapi ternyata karena nyasar kami justru berakhir menuju Keraton Surosowan yang letaknya berdekatan dengan Museum Situs Kepurbakalaan dan Masjid Agung Banten.

Foto: Viva.co.id
Keraton yang juga disebut sebagai Benteng Surosowan ini terletak di sebelah utara 14 km dari Kota Serang, Banten. Tepatnya di Desa Banten, Kecamatan Kasemen, kawasan Banten Lama. Konon kabarnya Keraton ini sudah dibangun antara tahun 1526 - 1570 di masa pemerintahan Sultan Banten pertama, yakni Sultan Maulana Hasanudin.
Keraton Surosowan digunakan sebagai tempat tinggal sultan beserta keluarga dan pengikutnya di masanya. Bentuknya sendiri pernah mengalami perubahan saat dipimpin oleh Sultan Haji di tahun 1672 -1687 karena keraton sempat dihancurkan oleh Belanda di tahun 1680. Benteng yang mengelilingi keraton dibuat saat itu untuk meminimalisir serangan Belanda terhadap keraton. Namun ketika Belanda kembali menyerang keraton sebagai sasaran utama di tahun 1813 Keraton pun hancur dan membuat Sultan dan penghuninya harus meninggalkan keraton. Kini tinggal sisa-sisa dari benteng dan keraton ini lah yang bisa dinikmati pengunjung.
Sedihnya, saya dan teman-teman tidak benar-benar bisa menikmati ketika berkunjung ke mari Gan. Saya justru mengalami beberapa pengalaman yang terbilang cukup mengecewakan.
Banyak pungli
Saat perjalanan ke sana, ada oknum-oknum yang memanfaatkan kesempatan untuk mengambil pungutan liar bagi pengunjung. Ada 2 kali cegatan yang kami alami untuk bisa sampai di tempat parkir di samping Keraton. Karena tak tau apa-apa ya dengan polosnya kami ya hanya bisa membayar. Alasannya ya karena kami memang ingin lewat sementara jalanan yang harus kami lewati diberi penghalang semacam kursi kayu yang sudah dijaga oleh si “petugas ala-ala ”tadi. Tak cukup sampai di situ. Saat keluar dari parkir, kami pun ditagih lagi oleh orang yang menjaga area parkir. Padahal saat itu kami pikir, 2 kali cegatan tadi sudah sekalian dengan biaya masuk dan parkir. Tapi ya sudah lah ya. Mau marah juga apa mau dikata.
FYI, jalan yang kami lalui adalah jalan yang juga pasti dilalui oleh para pengunjung yang ingin pergi ke Masjid Agung Banten dan Museum Situs Kepurbakalaan yang juga tak sepi pengunjung. Ini berarti setiap pengunjung yang mau lewat ke dua tempat ini juga jadi target pihak-pihak yang melakukan pungutan liar.
Minim perawatan bikin pengunjung kurang nyaman
Meski sudah jadi cagar budaya yang katanya sih dilindungi, tapi Benteng Surosowan menurut saya benar-benar jauh dari kata terawat.
Pertama, area di sekitar Benteng Surosowan terbilang kotor dan tak terurus. Belum lagi area di sekitarannya digunakan warga lokal untuk melepas kerbau dan kambing peliharaan dengan bebas. Bukan apa-apa. Memang kehadiran hewan ini bisa membantu pihak Keraton memotong rerumputan yang tumbuh sumbur di dalam kawasan Keraton, hanya saja pemandangan yang terlihat jadi lebih ke semrawut ketimbang menarik mata.

Area parkir terlihat kumuh oleh sampah (Dok.Pribadi)
Kedua, kurangnya petunjuk arah membuat pengunjung yang baru pertama kali datang ke sini seperti kehilangan arah. Saya pun mengalaminya Gan. Dari area parkir, saya dan teman-teman kebingungan mencari pintu masuk ke dalam benteng.
Saat bertanya pada seorang ibu-ibu, kami justru diarahkan pada sebuah tangga kayu yang disandarkan di sisi tembok benteng Surosowan. Tepat di sebelah kedai tempatnya berjualan. Menurut beliau, sebenarnya pintu ada di bagian depan namun biasanya terkunci. Itu sebabnya banyak orang yang biasa menggunakan tangga tersebut untuk masuk ke area dalam.

Tangga untuk naik ke bagian dalam benteng (Dok.Pribadi)
Sudahlah dibuat kaget karena harus naik tangga manual, kami pun dibuat terheran pula karena ternyata menurut si ibu tadi untuk boleh menggunakan tangga tersebut dikenai biaya sebesar Rp 2000 per orang. Lagi-lagi duit.
Entah mungkin memang kami yang datang di saat yang salah dan bertanya pada orang yang tidak tepat, tapi pada akhirnya kami pun memutuskan untuk tetap menaiki tangga tersebut demi melihat sedikit sisa peninggalan masa kejayaan Banten masa lalu itu. Tentu menaiki tangga ini harus dilakukan ekstra hati-hati agar tidak jatuh dan tidak merusak dinding si benteng itu sendiri.
Sesampainya di atas benteng, sebetulnya tak banyak yang bisa dilihat dari sisa-sisa keraton Surosowan tersebut Gan. Dari beberapa sumbermemang disebutkan bahwa Surosowan tidak dapat direkonstruksi utuh seperti semula karena tidak adanya bukti mengenai bentuk Surosowan hingga atap.
Itu sebabnya yang bisa Agan lihat paling hanyalah sisa-sisa Keraton seperti gerbang, dinding, kolam yang ada di tengah keraton, dan dominasi rumput liar yang entah sengaja dibiarkan tumbuh subur di dalamnya atau memang lupa untuk dipotong sebelumnya.




Pemandangan di dalam benteng. Reruntuhan sedikit terlihat namun rumput liar lebih mendominasi pemandangan (Dok.Pribadi)
Keratonnya sendiri sebenarnya cukup luas Gan. Sekitar 4 hektar. Jika Agan niat barangkali bisa mengelilingi keraton. Tapi saya sendiri sih tidak mau turun dari dinding benteng karena tidak niat untuk turun lagi dari dinding dan berjalan ekstra hati-hati di sisa reruntuhan dan rumput yang cukup tinggi tersebut. Membayangkan bagaimana bentuk asli keraton Surosowan saat belum hancur dari tepi benteng seperti ini sudah cukup.
Sayang rasanya jika sebuah cagar budaya seperti ini dibiarkan begitu saja. Meski mungkin bentuk asli tak bisa dikembalikan, tapi setidaknya kawasan di sekitarnya akan lebih baik bila dibuat lebih rapi dan terawat agar pengunjung yang datang tetap bisa menikmati sisa-sisa kejayaan Banten di masa lalu ini kan.
Gimana menurut kamu Gan? Apa ada yang juga sudah pernah datang ke sini dan mengalami apa yang saya alami?
<< Baca thread ane lainnya di sini
Itu sebabnya setelah tiba di Serang dan mengisi perut dengan makanan khasnya, kami pun baru mencari alternatif tempat wisata yang bisa kami kunjungi dengan mengandalkan Google semata. Pilihan pun jatuh pada kawasan Banten Lama. Niatnya sih ingin melihat Keraton Kaibon yang ada di sana, tapi ternyata karena nyasar kami justru berakhir menuju Keraton Surosowan yang letaknya berdekatan dengan Museum Situs Kepurbakalaan dan Masjid Agung Banten.

Foto: Viva.co.id
Keraton yang juga disebut sebagai Benteng Surosowan ini terletak di sebelah utara 14 km dari Kota Serang, Banten. Tepatnya di Desa Banten, Kecamatan Kasemen, kawasan Banten Lama. Konon kabarnya Keraton ini sudah dibangun antara tahun 1526 - 1570 di masa pemerintahan Sultan Banten pertama, yakni Sultan Maulana Hasanudin.
Keraton Surosowan digunakan sebagai tempat tinggal sultan beserta keluarga dan pengikutnya di masanya. Bentuknya sendiri pernah mengalami perubahan saat dipimpin oleh Sultan Haji di tahun 1672 -1687 karena keraton sempat dihancurkan oleh Belanda di tahun 1680. Benteng yang mengelilingi keraton dibuat saat itu untuk meminimalisir serangan Belanda terhadap keraton. Namun ketika Belanda kembali menyerang keraton sebagai sasaran utama di tahun 1813 Keraton pun hancur dan membuat Sultan dan penghuninya harus meninggalkan keraton. Kini tinggal sisa-sisa dari benteng dan keraton ini lah yang bisa dinikmati pengunjung.
Sedihnya, saya dan teman-teman tidak benar-benar bisa menikmati ketika berkunjung ke mari Gan. Saya justru mengalami beberapa pengalaman yang terbilang cukup mengecewakan.
Banyak pungli
Saat perjalanan ke sana, ada oknum-oknum yang memanfaatkan kesempatan untuk mengambil pungutan liar bagi pengunjung. Ada 2 kali cegatan yang kami alami untuk bisa sampai di tempat parkir di samping Keraton. Karena tak tau apa-apa ya dengan polosnya kami ya hanya bisa membayar. Alasannya ya karena kami memang ingin lewat sementara jalanan yang harus kami lewati diberi penghalang semacam kursi kayu yang sudah dijaga oleh si “petugas ala-ala ”tadi. Tak cukup sampai di situ. Saat keluar dari parkir, kami pun ditagih lagi oleh orang yang menjaga area parkir. Padahal saat itu kami pikir, 2 kali cegatan tadi sudah sekalian dengan biaya masuk dan parkir. Tapi ya sudah lah ya. Mau marah juga apa mau dikata.
FYI, jalan yang kami lalui adalah jalan yang juga pasti dilalui oleh para pengunjung yang ingin pergi ke Masjid Agung Banten dan Museum Situs Kepurbakalaan yang juga tak sepi pengunjung. Ini berarti setiap pengunjung yang mau lewat ke dua tempat ini juga jadi target pihak-pihak yang melakukan pungutan liar.
Minim perawatan bikin pengunjung kurang nyaman
Meski sudah jadi cagar budaya yang katanya sih dilindungi, tapi Benteng Surosowan menurut saya benar-benar jauh dari kata terawat.
Pertama, area di sekitar Benteng Surosowan terbilang kotor dan tak terurus. Belum lagi area di sekitarannya digunakan warga lokal untuk melepas kerbau dan kambing peliharaan dengan bebas. Bukan apa-apa. Memang kehadiran hewan ini bisa membantu pihak Keraton memotong rerumputan yang tumbuh sumbur di dalam kawasan Keraton, hanya saja pemandangan yang terlihat jadi lebih ke semrawut ketimbang menarik mata.

Area parkir terlihat kumuh oleh sampah (Dok.Pribadi)
Kedua, kurangnya petunjuk arah membuat pengunjung yang baru pertama kali datang ke sini seperti kehilangan arah. Saya pun mengalaminya Gan. Dari area parkir, saya dan teman-teman kebingungan mencari pintu masuk ke dalam benteng.
Saat bertanya pada seorang ibu-ibu, kami justru diarahkan pada sebuah tangga kayu yang disandarkan di sisi tembok benteng Surosowan. Tepat di sebelah kedai tempatnya berjualan. Menurut beliau, sebenarnya pintu ada di bagian depan namun biasanya terkunci. Itu sebabnya banyak orang yang biasa menggunakan tangga tersebut untuk masuk ke area dalam.

Tangga untuk naik ke bagian dalam benteng (Dok.Pribadi)
Sudahlah dibuat kaget karena harus naik tangga manual, kami pun dibuat terheran pula karena ternyata menurut si ibu tadi untuk boleh menggunakan tangga tersebut dikenai biaya sebesar Rp 2000 per orang. Lagi-lagi duit.
Entah mungkin memang kami yang datang di saat yang salah dan bertanya pada orang yang tidak tepat, tapi pada akhirnya kami pun memutuskan untuk tetap menaiki tangga tersebut demi melihat sedikit sisa peninggalan masa kejayaan Banten masa lalu itu. Tentu menaiki tangga ini harus dilakukan ekstra hati-hati agar tidak jatuh dan tidak merusak dinding si benteng itu sendiri.
Sesampainya di atas benteng, sebetulnya tak banyak yang bisa dilihat dari sisa-sisa keraton Surosowan tersebut Gan. Dari beberapa sumbermemang disebutkan bahwa Surosowan tidak dapat direkonstruksi utuh seperti semula karena tidak adanya bukti mengenai bentuk Surosowan hingga atap.
Itu sebabnya yang bisa Agan lihat paling hanyalah sisa-sisa Keraton seperti gerbang, dinding, kolam yang ada di tengah keraton, dan dominasi rumput liar yang entah sengaja dibiarkan tumbuh subur di dalamnya atau memang lupa untuk dipotong sebelumnya.




Pemandangan di dalam benteng. Reruntuhan sedikit terlihat namun rumput liar lebih mendominasi pemandangan (Dok.Pribadi)
Keratonnya sendiri sebenarnya cukup luas Gan. Sekitar 4 hektar. Jika Agan niat barangkali bisa mengelilingi keraton. Tapi saya sendiri sih tidak mau turun dari dinding benteng karena tidak niat untuk turun lagi dari dinding dan berjalan ekstra hati-hati di sisa reruntuhan dan rumput yang cukup tinggi tersebut. Membayangkan bagaimana bentuk asli keraton Surosowan saat belum hancur dari tepi benteng seperti ini sudah cukup.
Sayang rasanya jika sebuah cagar budaya seperti ini dibiarkan begitu saja. Meski mungkin bentuk asli tak bisa dikembalikan, tapi setidaknya kawasan di sekitarnya akan lebih baik bila dibuat lebih rapi dan terawat agar pengunjung yang datang tetap bisa menikmati sisa-sisa kejayaan Banten di masa lalu ini kan.
Gimana menurut kamu Gan? Apa ada yang juga sudah pernah datang ke sini dan mengalami apa yang saya alami?
<< Baca thread ane lainnya di sini
Diubah oleh mthayayaya 26-03-2018 18:50


tata604 memberi reputasi
1
2.6K
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan