Kaskus

Entertainment

AboeyyAvatar border
TS
Aboeyy
“Istirahatlah Kata-Kata”
“Istirahatlah Kata-Kata”

Sungguh, saya tak bisa menuliskan lebih panjang lagi tentang judul Thread ini. Yah, untuk membahas film yang bergenre Fiksi Sejarah ini, cukuplah judul film itu yang mewakili judul tulisan ini, “Istirahatlah Kata-Kata”

“Istirahatlah Kata-Kata”

Terlalu sederhana memang kedengarannya. Tapi jika judul ini diurai lebih panjang, mungkin akan tercipta satu buku Antologi Puisi yang tebal. Sebuah judul film yang mengisyaratkan banyak hal jika mau dikupas secara tuntas dan mendalam.

Sepengetahuan saya, sangat langka di Indonesia bahkan di dunia, adanya film yang diangkat dari latar kehidupan seorang penyair.

Film yang diproduksi dan dirilis pada bulan Januari 2017 ini, disutradari dan diskenarioi oleh Yosep Anggi Noen. Sedangkan produsernya adalah Yosep Anggi Noen dan Yulia Evina Bhara.

Film yang dibintangi oleh Gunawan Maryanto sebagai Wiji Thukul dan Marissa Anita sebagai Sipon (istri WT) ini berlatar tentang perjuangan penyair kontroversial Wiji Thukul. Keberanian sang penyair menggugat keadilan kepada pemerintah melalui aksi-aksi teatrikal, orasi dan puisi, sehingga mulutnya harus dibungkam, dan kata-katanya harus “diistirahatkan”. Namun semuanya digambarkan dengan teramat satir.

Karena film ini bersifat kontroversi, sehingga diedarkan dan diputar secara terbatas pada bioskop-bioskop tertentu saja, maka saya sendiri belum sempat menontonnya.

Update:
Secara tak terduga, tadi malam (24/3) saya dapat undangan nonton bareng film ini di Taman Budaya Kalsel.

Untuk sinopsisnya, cukuplah saya ambil dari Wikipedia saja:
Quote:

Dikutip dari kompas.com, Film ini diklaim sebagai cara asyik untuk belajar sejarah negara kita sendiri. Dengan film “Istirahatlah Kata-Kata” ini, penonton dari kalangan generasi muda diharapkan terpicu melakukan gerakan positif untuk membela hak asasi manusia.
Quote:

Satu hal yang patut diapresiasi dari film ini adalah keberanian sutradara dan produser dalam mengungkap sejarah, kebenaran dan hak-hak asasi manusia. Sangat jarang ada produser Indonesia yang berani mengambil risiko seperti ini. Barangkali karena alasan inilah film ini diedarkan dan diputar secara terbatas, terkhusus di kalangan budayawan, seniman, dan sastrawan.

Memang, secara komersil, menurut saya film ini "kurang menjual". Tidak ada konflik tajam, aksi heroik, pembacaan puisi berapi-api, letusan senjata, dan sebagainya. Alur cerita begitu datar dan dingin, bahkan sangat minim kata-kata. Lebih banyak diam dan simbol yang berbicara. Terasa membosankan memang bagi penyuka "teh manis", namun teramat mistis dan eksotis bagi penikmat "kopi pahit". Saya sendiri pada awalnya bertanya-tanya, di mana letak keasyikan nonton film ini. Namun seperti penikmat puisi, keindahannya terletak pada "pemaknaan", bukan pada diksi dan narasi.
******
Selama ini, kalaupun ada film-film yang bergenre sejarah, semuanya harus dibuat sesuai dengan versi pemerintah. Tidak boleh ada interpretasi dan pandangan lain, selain yang diakui oleh negara. Kebebasan pers dan perfilman dibungkam, sehingga film Indonesia, khususnya yang bergenre sejarah sangat miskin kreatifitas dan produktifitas.

Harusnya ada produser lain yang berani mengangkat hal-hal seperti Thukul ini ke layar lebar. Misalnya kasus Munir, Lapindo, Bank Century, petistiwa Semanggi, kerusuhan Mei 97, dan lain-lain. Sedangkan di luar negeri, banyak film-film yang bersifat mengkritik pemerintah, atau terinspirasi dari kasus-kasus besar yang terjadi dalam pemerintahan. Semuanya oke-oke saja, tanpa ada “muncung senjata” yang mengganjal kebebasan berekspresi dan berkreasi. Tuh semua film hanya dianggap sebagai media hiburan, bukan sebagai sarana menggiring opini.
Sebagai seorang penikmat karya sastra, terkhusus puisi, saya begitu berharap tokoh-tokoh lain semisal penyair Binatang Jalang, dan yang lainnya, biografi hidup dan karyanya juga diangkat ke layar lebar. Banyak inspirasi yang bisa digali dari pribadi seorang penyair.

Saya selalu bertanya-tanya, mengapa seorang penyair dan puisinya begitu dikhawatirkan (pemerintah). Emang, apa sih kekuatan PUISI, sehingga harus DITAKUTI? Ah, istirahatlah berkata-kata, sebelum mulutmu disandera, karena "Rezim ini begitu takut pada kata-kata".
*******
Spoiler for Referensi:
Diubah oleh Aboeyy 25-03-2018 19:14
0
2.8K
6
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan