Kaskus

Hobby

mherlambangAvatar border
TS
mherlambang
Sebuah Jalan Tanpa Pintas, Kepenulisan Sastra Puisi Dari Dimaki Sampai Diapresiasi

Spoiler for Tujuan:



Aku ini binatang jalang
Dari kumpulan terbuang

Biar perluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang!

Di atas merupakan sedikit potongan cuplikan bait dari sebuah puisi berjudul AKU karya seorang pujangga Indonesia, Chairil Anwar. Juga merupakan sebuah karya puisi pertama yang ku ketahui. Juga menjadi puisi pertama yang sangat kukagumi, mungkin karna tiap baitnya yang merepresentasikan setiap bagian kehidupanku pada saat itu. Sekaligus puisi pertama yang akhirnya membuat diri ini tertarik dengan dunia kepenulisan, terutama kepenulisan sastra puisi. 

  

Bermula di sebuah perpustakan kecil yang terdapat di Sekolah Dasar ku. 

Pagi itu ramai, selepas upacara pagi di lapangan, Kepala Sekolah meresmikan perpustakan baru di Sekolah kami. Aku, yang pada saat itu telah berada di tahun kelima ku di sekolah tersebut sangat amat tertarik dengan dibukanya perpustakan ini. Pada jam istirahat pertama, tanpa pikir panjang aku langsung menghampiri perpustakan tersebut. Ramai dan sesak, seperti seluruh warga sekolah ini tiba-tiba menghampiri ruangan yang ukurannya tidak lebih dari 4x4 meter persegi ini.

Hingga akhirnya setelah cukup lama menunggu, giliranku memasuki ruangan itu. Ekspektasiku terhadap perpustakan ini jatuh seketika ketika yang kulihat hanya tersisa beberapa buah buku saja. Jauh dari imajinasiku yang membayangkan sebuah perpustakan dipenuhi buku disertai rak-rak tinggi menjulang seperti yang terdapat dalam kartun Detective Conan. Tapi kekecewaanku pudar ketika melihat setumpukan buku seperti tak tersentuh di dalam rak dengan label "PUISI". Dan diantara setumpukan buku itu, buku berjudul AKU karya Chairil Anwar yang ditulis oleh Sjuman Djaya berada paling atas diantara buku-buku puisi yang lain. Hal pertama yang kulakukan adalah mencari puisi dengan judul AKU ini di dalam buku dengan cover sang penyair tersebut. Dan hingga bait terakhir kubaca, "Aku mau hidup seribu tahun lagi" Aku, benar-benar ingin hidup seribu tahun lagi.

 

Kegemaran dalam menulis puisi pada saat aku tengah duduk di bangku SD dan SMP kutuangkan hanya dalam sebuah buku catatan yang memang khusus kuisikan puisi-puisi. Hingga ketika beranjak ke bangku SMA, ketika dunia maya menjadi tren besar-besaran, kuberanikan diri untuk membuat blog yang khusus kuisikan puisi-puisi yang telah dan akan kubuat nantinya. Hanya saja nasib sial menghampiri, tidak sampai berjalan satu bulan, setiap postingan di dalam blogku telah dipenuhi cacian serta cemoohan oleh oknum-oknum yang tidak kukenal sama sekali. Tidak urung ada hujatan yang memakiku untuk berhenti dalam kegiatan menulis ini. Cacian-cacian ini sempat membuatku trauma dan menutup blogku bahkan sampai tulisan ini ditulis. 

 

Seiring berjalannya waktu, luka lama seakan pudar. Aku, tidak seberuntung kebanyakan orang yang ketika lulus SMA langsung melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Aku, harus menempuh gap year (menjeda satu tahun untuk kemudian melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi) dan diantara sekian banyak kegiatan yang kulakukan untuk mengisi gap year tersebut adalah kembali memberanikan diri untuk membuka sebuah blog baru, dengan tujuan yang masih sama, untuk menyalurkan hobi menulis puisi ku.

 

Satu bulan berlalu tidak terjadi masalah berarti

Dua bulan berjalan, ada satu dua apresiasi yang diberikan oleh user lain

Tiga bulan berjalan, ya, komentar negatif kembali bermunculan. Hujatan-hujatan kembali menghampiri. Cacian-cacian pematah semangat datang tanpa henti.

 

Bahkan lebih parah dari sebelumnya, pemberi makian ini tidak menggunakan akun asli, sebagian besar menggunakan akun clone, sehingga seolah memblocknya pun terasa percuma. Dan semenjak tiga bulannya berjalan blog tersebut, lagi-lagi, Blog tersebut kubiarkan tak terjamah sama sekali. Dan pada titik ini, aku benar-benar ingin berhenti dalam dunia kepenulisan. Sempat terpikir merasa menyesal telah memiliki hobi ini. 

 

Hingga pada suatu ketika, Aku resmi menjadi anggota dari sebuah Lembaga Pers Mahasiswa yang ada di Fakultasku. Di dalam Lembaga ini terdapat sebuah divisi khusus kepenulisan sastra. Sebuah jalan yang kembali dipertemukan. Disini dapat dikatakan merupakan titik balik ku dalam dunia kepenulisan sastra. Karya yang kubuat, cukup diapresiasi oleh setiap anggota di dalamnya. Dan atmosfer yang tercipta pun merupakan suasana kompetisi sehat yang membuat aku terpacu untuk terus membuat karya. Sebuah situasi yang mungkin, telah kuidam-idamkan semenjak di perpustakan SDku dulu. Dan kini, puisi-puisiku telah menempati antologi-antologi puisi yang telah tersebar di Kota tempat ku merantau saat ini, di Kota tempat asalku, bahkan ada yang telah tersebar seantero Indonesia.

 

Intinya adalah, tak ada jalan pintas dalam hal apapun. Keberhasilan tak diperoleh begitu saja. Ia adalah buah dari pohon kerja keras yang berjuang untuk tumbuh. Jangan terlalu berharap pada kemujuran. Sesungguhnya kemudahan jalan pintas itu takkan pernah memberikan kepuasan sejati. 

 

Untuk apa berhasil jika kita tak merasa puas? Hargailah setiap langkah kecil yang membawa kita maju. Janganlah melangkah dengan ketergesaan, karena ketergesaan adalah beban yang memberati langkah saja.
Amatilah jalan lurus. Tak peduli bergelombang maupun berbatu, selama kita yakin berada di jalan yang tepat, maka melangkahlah terus.


Karena, jalan yang tepat itu adalah jalan yang menuntun kita menjadi diri kita sendiri.


tata604Avatar border
tata604 memberi reputasi
1
652
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan