- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- Film Indonesia
Hantu Perempuan di Film Indonesia, Pasrah atau Perlawanan?


TS
tommy.hutomo
Hantu Perempuan di Film Indonesia, Pasrah atau Perlawanan?


Quote:
"Bang, Satenya..."
"Sate, dua ratus tusuk makan sini..."
"Sunnn....sun...sundel bolongggggg..."
Rentang panjang film di Indonesia, mulai dari Tengkorak Hidoep yang diproduksi pada 1941, tak bisa melepaskan diri dari sosok hantu. Di tangan sineas, hantu dan rasa takut menjadi tambang rupiah yang tak sedikit.
Tengoklah Pengabdi Setan (2017), film besutan Joko Anwar sukses mengajak 4.206.103 menonton merasakan ketakutan melihat sosok ibu yang datang dari alam lain. Bila sosok ibu kurang menakutkan, masih ada Nenek Gayung (2012)yang siap meneror dengan tikar pandan dan gayung. Duet produser Bram Patunga dan sutradara Nuri Dahlia terbilang sukses mengajak 434.732 penonton tercekat dalam ketakutan pada sosok hantu perempuan.
Bila ibu dan nenek kurang memberi Anda rasa takut, bagaimana dengan Pacar Hantu Perawan (2011)? Duet artis Vicky Vette dan Dewi Perssik bisa sedikit memberi gambaran bagaimana hantu-hantu perawan bergentayangan meneror sekaligus membangkitkan berbagai fantasi seksual Anda.
Masih kurang? Ketik nama Suzanna di mesin pencari browser Internet. Maka Anda akan mendapat suguhan berbagai artikel dan video tentang Ratu Horor Indonesia. Termasuk dialog hantu Sundel Bolong yang diperankan Suzanna Martha Frederika van Osch dengan tukang sate diatas.
Baca Juga: Jeruk dan Lemon, Pemicu Lahirnya Mafia di Italia
Quote:
Film Indonesia erat dengan sosok hantu perempuan. Lokadata mencatat, dari 50 film horor terpopuler di tahun 2007 sampai 2018, terdapat 46 sosok hantu perempuan. Angka ini berbanding dengan 8 sosok hantu pria dan 1 sosok hantu waria. Artinya, sosok hantu perempuan menjadi 'jualan' utama horor dan kengerian di film.
Sosok hantu perempuan ditampilkan dalam berbagai sosok. Mulai dari kuntilanak, pocong, nenek-nenek, hingga arwah dewasa yang penasaran. Tak jarang, hantu perempuan awalnya tampil sebagai sosok sexy yang menggoda sebelum bersalin rupa menjadi sosok mengerikan.
Lalu, mengapa hantu perempuan?
Alex Sobur dalam buku Semiotika Komunikasi, menjelaskan film sebagai media komunikasi massa. Sebagai media komunikasi massa, memang tidak lepas dari hubungan antara film dan masyarakat itu sendiri, seperti yang dikemukakan oleh Oey Hong Lee yakni, film sebagai alat komunikasi massa kedua yang muncul di dunia, mempunyai masa pertumbuhannya pada akhir abad ke-19, dengan perkataan lain pada waktu unsur-unsur yang merintangi perkembangan surat kabar sudah dibikin lenyap. Ini berarti bahwa dari permulaan sejarahnya film dengan lebih mudah dapat menjadi alat komunikasi yang sejati, karena ia tidak mengalami unsur-unsur teknik, politik, ekonomi, sosial dan demografi yang merintangi kemajuan surat kabar pada masa pertumbuhannya dalam abad ke-18 dan permulaan abad ke-19.
Gita Putri Damayana, akademisi dan peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) melalui tulisannya mengungkapkan tiga hal, perlawanan menuntut keadilan, potret rendahnya akses perempuan Indonesia terhadap layanan kesehatan, dan tiadanya rasa aman dari kekerasan.
"Ada benang merah yang menghubungkan berbagai riwayat hantu populer tersebut: yaitu terbatasnya akses perempuan terhadap keadilan dan pelayanan kesehatan serta tingginya risiko kekerasan seksual yang mereka hadapi," tulis Gita Putri Damayana seperti dikutip dari laman The Conversation.
"Si Manis Jembatan Ancol dan sundel bolong adalah perempuan korban kekerasan seksual yang menjadi hantu untuk menuntut keadilan. Sementara, kuntilanak dan sundel bolong gagal mendapatkan layanan kesehatan yang layak. Mereka meninggal bersama dengan bayi mereka saat persalinan," lanjutnya.
Hatib Kadir, kandidat PhD di University of California, Santa Cruz, Amerika Serikat, menjelaskan dengan sudut pandang studi Antropologi. "Ia (hantu perempuan) hadir seiring dengan kecemasan laki laki dalam menyikapi transisi pra kapitalis ke industri kapitalisme," tulis Hatib Kadir.
"Figur hantu perempuan menunjukkan bentuk ketakutan masyarakat patriarki, sekaligus frustasi terhadap modernitas yang mewajibkan orang untuk harus selalu maju dan mampu bersaing. Norma kecemasan ini diproduksi dalam ratusan film horor Indonesia yang melalui sosok hantu perempuan," lanjutnya.
Bagaimana dengan pandangan Anda?
Quote:
Sumber refrensi:
1. The Conversation, diakses di tautan https://theconversation.com/pengabdi...erempuan-85417
2. Hatib Kadir, blog pribadinya dapat dilihat di https://econanthro.wordpress.com/201...-antropologis/
3. Film Indonesia, untuk data penonton dan sinopis film Nenek Gayung di tautan http://filmindonesia.or.id/movie/tit...g#.WrDC-2pubIU
4. Lokadata Beritagar, dapat dilihat di https://lokadata.beritagar.id/
Diubah oleh tommy.hutomo 27-03-2018 11:06
0
12.4K
Kutip
69
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan