sursev07Avatar border
TS
sursev07
Sejarah BSA



Sepeda motor yang satu ini ibarat satwa langka, perlu dilestarikan. Becak bermesin sepeda motor Birmingham Small Army (BSA) terancam punah, jumlahnya di dunia tak banyak. Di Inggris sendiri negara pembuat motor ini konon hanya tinggal 800 unit, dan di Australia 400 biji.
Sepeda motor merek Birmingham Small Arm (BSA) adalah kendaraan perang pabrikan Inggris yang diciptakan di tahun 1940-1960-an. Di Siantar, jumlahnya masih cukup banyak, sekitar seribu unit.
 Sebagian besar sudah dikomersilkan karena dirombak menjadi becak pengangkut orang. Hanya sebagian kecil yang dikoleksi para kolektor.
Birmingham Small Arm (BSA) adalah sepedamotor pabrikan Inggris yang diciptakan untuk kendaraan perang. BSA masuk ke negeri gema ripah loh jenawi ini pada masa peralihan tentara Jepang ke tentara sekutu (Belanda-Inggris). BSA kemudian menyebar di setiap daerah jajahan Belanda.
“BSA adalah sisa-sisa perang dunia kedua. Belanda yang membawanya ke nusantara ini,” kata Ketua BOM’S (kumpulan pecinta BSA), Erizal Ginting.

Satu pertanyaan sederhana. Kenapa kemudian BSA bisa bersarang di Siantar?


Kata Erizal Kesuma Ginting, ketika penjajah minggat dari Indonesia, motor-motor BSA kehilangan tuannya. Tak ada sparepart dan teknisi yang mumpuni di Indonesia.


“BSA mulai masuk tahun 1958 atas inisiatif orang-orang Siantar. Orang Siantar mendatangkannya dari pulau Jawa: Surabaya dan Jakarta. Motor BSA diangkut pakai Kapal Tampomas II. Saya mengetahuinya karena pada zaman itu Mbah Lanang menjadi salah seorang saksi sejarah yang mendatangkan BSA ke Siantar ini,” tukas Erizal. Mbah Lanang sendiri adalah sesepuh di pengurusan BOM’S.


Selain mengetuai BOM’S, Erizal Ginting adalah seorang kolektor. Di rumah budayawan Siantar ini tersimpan sepeda BSA tahun 1937, motor BSA M20 bermesin 500 cc tahun 1940, BSA 2B31 bermesin 350 cc tahun 1953, Vespa bermesin 150 cc tahun 1957, dan Vespa Kongo tahun 1960.
Dikatakan Erizal, Kota Siantar menjadi surga bagi para kolektor motor-motor tua khususnya bermerek BSA. Sebagian besar para kolektor datang dari pulau Jawa.


“Kolektor-kolektor itu terdiri dari pejabat pemerintahan. Perwira TNI yang telah pensiun sampai kepada selebritis. Anang Krisdayanti sendiri menjadi salah seorang kolektor motor BSA. Saya pernah bertemu Anang di Jakarta dan melihat motor BSA-nya,” ujar Erizal.


Sebagai seorang kolektor, Erizal mengetahui persis harga pasaran seunit motor BSA di Kota Siantar. Untuk BSA standar (belum modivikasi) harganya mencapai Rp15-Rp20 juta. Sedangkan untuk motor BSA standar original harganya berkisar Rp20-Rp30 juta.


Kata Erizal, Kota Siantar adalah kota paling banyak menyimpan motor BSA dengan jumlah sekitar seribu unit. Inggris sebagai pembuat motor BSA hanya memiliki motor BSA sekitar delapan ratus unit, disusul Australia empat ratus unit, Firlandia dua ratus lima puluh unit. Dan sekarang kata Erizal, sedang mewabah club-club motor BSA di seluruh dunia.
“Ini bukan sekedar cerita. Saya punya bukunya. Malaysia yang hanya memiliki seratusan BSA saja sudah mulai menggalakan clubnya BSA untuk mendorong pariwisata,” kata Erizal sambil menyodorkan majalah otomotif terbitan Malaysia.


Tapi kata Erizal, keberlangsungan motor BSA di Kota Siantar sempat hendak dihilangkan oleh oknum-oknum yang hanya memikirkan keuntungan pribadi. Alasan penghapusan BSA sungguh sederhana. Motor BSA dikatakan tidak efisien dan sudah kuno (tak mengikuti perkembangan zaman, red).
“Itu terjadi bulan April dan Juli tahun 2006. Beberapa anggota dewan termasuk oknum di pemerintahan berusaha melenyapkan BSA dari situs sejarah Kota Siantar demi untuk menggolkan kepentingan penguasa. Kenapa pa
ra penguasa itu tidak mengangkat potensi becak BSA untuk mengangkat wisata Siantar?” tanya Erizal.

Nah, kata Erizal, berawal dari ketertindasan itulah lahir komunitas para penggemar motor BSA yang bernama BOM’S. Selain beranggotakan para abang becak, anggota BOM’S terdiri dari hobies dan kolektor.
“Di bumi ini, motor BSA yang masih gagah dan tegar berpetualangan di jalan hanya ada di Kota Siantar. Kenapa malah mau dihapuskan dan menggantinya dengan becak-becak modern buatan Jepang. Ini sungguh ironis. Pemerintah berusaha menghapus sejarah. Padahal perlu diketahui, sebagian besar warga Siantar terdiri dari keluarga abang-abang becak,” tandas penulis buku ‘Sejarah Siantar’ ini.
Yang menarik untuk disimak, ketika motor BSA dibawa keluar dari kota Siantar, beberapa tahun kemudian motor BSA itu kembali ke Kota Siantar. Penyebabnya karena di luar Siantar tidak mudah mencari teknisi dan sparepart.


“Cuma di Siantar ada pabrik onderdil becak dan teknisi-teknisi andal. Nah, ketika BSA itu rusak terpaksa dipanggil teknisi dari Siantar untuk memperbaiki. Tak sedikit motor BSA yang terpaksa kembali ke Siantar,” katanya.


Erizal berharap, Pematangsiantar sebagai kota nomor dua terbesar di Sumatera Utara tidak hanya sebagai kota transit, pintu gerbang pariwisata. Potensi sejarah harus dapat menjadikan Pematangsiantar sebagai kota pariwisata. Terbukti memang, perayaan
ulang tahun BOM’S dan SSC yang di pusatkan di Lapangan Haji Adam Malik, Minggu (8/7) lalu dirayakan dengan sangat meriah.


Bisa dikatakan sepanjang sejarah berdirinya komunitas motor tua di Kota Siantar, baru kali itulah perayaannya dihadiri 20-an club penggemar motor tua berbagai merek, Vespa tua, motor lawas buatan Jepang sampai club motor roda empat yang datang dari penjuru sumatera, bahkan dari Kota Yogyakarta.
Di situ pula bisa ditemukan motor tua merek lain seperti BMW, Ducati. Norton, Ariel, DKW, BSA, sampai Honda yang masih original.


Jika direnungi, ini petanda baik bagi pemerintah kota. Sebab, dengan even seremoni sekelas ulang tahun saja, panitia penyelenggara bisa mendatangkan pengunjung (bikers, red) dalam jumlah tiga ribuan. Bagaimana jika dikelola dengan baik, semisal dibuat kalender wisata, tentu akan bisa mengangkat dunia pariwisata Siantar yang selama ini hanya sebagai pintu gerbang wisata.


“Hotel akan penuh. Lowongan kerja bisa tercipta. Pemerintah juga kebagian untung karena ada uang masuk ke PAD-nya. Dan saya akan tetap berjuang agar BSA punya Perda sendiri dan menjadi satu-satunya alat transportasi pariwisata. Selain itu BSA harus disubsidi seperti barang-barang kuno yang ada di museum,” tukas Erizal.

0
4.6K
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan