https://news.detik.com/berita/391749...jadi-kader-pan


Eggi Sudjana (paling kanan)



Saya mau ngakuin sesuatu.

Waktu awal reformasi dulu, saya pengagum PAN. Suka dengan narasinya mengenai partai inklusif. Tokoh-tokoh seperti Amien Rais, Faisal Basri, Goenawan Mohamad, Albert Hasibuan, Abdillah Toha, Emil Salim, AM Fatwa bisa bersatu dalam satu partai yang kelihatan modern, progresif, merangkul semua golongan. Saya bayangkan PAN bisa jadi seperti Golkar tapi tanpa kelakuan Orde Baru. Tiga pemilu, 1999, 2004, 2009 saya pilih PAN. 2004 pilpres putaran pertama pilih Amien Rais.

Tapi lama-lama kok PAN makin jauh dari harapan saya. Manuver "Poros Tengah" yang dua kali mengutamakan kepentingan elite dibanding hasil suara rakyat (pemilihan Gus Dur mengalahkan Megawati yang partainya pemenang pemilu, lalu pemakzulan Gus Dur). Lalu keluarnya unsur-unsur pluralis dari PAN yang menyebabkan PAN terlalu condong ke Muhammadiyah, kemudian diganti jurus caleg artis kurang memadai yang terus dipakai sampai sekarang. Zaman SBY PAN dikekepin penguasa, cuma jadi partai besan dan yes man...

2014, litsus saya tidak memberi satu pun pilihan bagus dari PAN di pileg untuk dapil saya, maka untuk pertama kali sesudah tiga pemilu saya pilih caleg partai-partai lain.

Dan sekarang. Begundal pengacau macam Eggi Sudjana kok diterima. Mau dijadikan wakil ketua umum pula. Apa sudah serendah ini PAN merosot...

Eggi Sudjana menurut berita ini akan jadi caleg DPR di Jakarta II (Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Luar Negeri). Bukan dapil saya. Litsus caleg 2019 juga belum mulai. Tapi kemungkinan besar saya masukkan PAN di daftar partai untuk tidak dipilih tahun depan. Minimal untuk mengurangi suaranya agar Eggi Sudjana tidak dapat kekuasaan.