- Beranda
- Komunitas
- News
- Sains & Teknologi
[PSIKOLOGI] Psikologi Islam | Sekedar Pengenalan dan Penasaran


TS
skyblowers
[PSIKOLOGI] Psikologi Islam | Sekedar Pengenalan dan Penasaran
Assalamu’alaikum or salam sejahtera, all
Ada yang suka belajar Psikologi?
Sudah pernah dengar tentang Psikologi Islam?
Ini sekedar intip-intip atau introduction
Selamat membaca

![[PSIKOLOGI] Psikologi Islam | Sekedar Pengenalan dan Penasaran](https://s.kaskus.id/images/2018/03/08/2475579_20180308100017.jpg)
Spoiler for REFERENSI:
Bastaman, Hanna D. (2001). Integrasi psikologi dengan islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Quote:
Dasar
Al Fushilat (41) ayat 53
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al –Quran itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagimu) bahwa sesunggugnya Dia menyaksikan segala sesuatu.”
Firman tersebut menyiratkan bahwa terdapat tiga ragam ayat Tuhan seagai tanda keagunganNya, yaitu:
Psikologi dilihat sebagai upaya manusia untuk mengetahui sunnatulah atau hukum Allah yang bekerja pada diri manusia (ayat ayat nafsani), dalam artian menemukan berbagai asas, unsur, proses, fungsi, dan hukum-hukum tentang kejiwaan manusia.
Perbedaan psikologi Islam dengan psikologi kontemporer adalah pendekatan yang digunakan, yaitu dengan memfungsikan akal dan keimanan sekaligus (metode ilmiah objektif, petunjuk Allah Qur’an, Hadits yang absah, dan pandangan ulama yang telah teruji) dalam menemukan dan mengungkapkan asas-asas kejiwaan.
Al Fushilat (41) ayat 53
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al –Quran itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagimu) bahwa sesunggugnya Dia menyaksikan segala sesuatu.”
Firman tersebut menyiratkan bahwa terdapat tiga ragam ayat Tuhan seagai tanda keagunganNya, yaitu:
- Ayat ayat Qur’ani, diwahyukan dalam bahasa manusia kepada para Rasul (Muhammad, Isa, Musa, Daud) – disini yang dipakai Al Qur’an – yang kemudian dituliskan dan dihimpun menjadi sebuah kitab suci.
- Ayat ayat Aafaqi, ketentuan Tuhan yang ada dan beekrja pada alam semesta, khususnya alam fisik.
- Ayat ayat Nafsani, ketentutan Tuhan yang ada dan bekerja pada diri manusia, termasuk kejiwaannya.
Ayat-ayat Aafaaqi dan ayat ayat Nafsani lzim disebut Sunnatullah, yaitu ayat Tuhan yang “tertulis” dalam semesta ciptaanNya dan berproses di dalamnya berupa The Law of Natureatau Hukum Alam (Hukum Allah).
Psikologi dilihat sebagai upaya manusia untuk mengetahui sunnatulah atau hukum Allah yang bekerja pada diri manusia (ayat ayat nafsani), dalam artian menemukan berbagai asas, unsur, proses, fungsi, dan hukum-hukum tentang kejiwaan manusia.
Perbedaan psikologi Islam dengan psikologi kontemporer adalah pendekatan yang digunakan, yaitu dengan memfungsikan akal dan keimanan sekaligus (metode ilmiah objektif, petunjuk Allah Qur’an, Hadits yang absah, dan pandangan ulama yang telah teruji) dalam menemukan dan mengungkapkan asas-asas kejiwaan.
Quote:
RUANG LINGKUP PSIKOLOGI ISLAM
Sejauh ini psikologi kontemporer umumnya hanya mengakui tri-dimensional raga (organo-biologi), jiwa (mental-psikologi), dan lingkungan sosial-budaya (sosio-kultural) sebagai penentu utama perilaku dan kepribadian manusia. Unsur raga saja bukan merupakan bidang kajian psikologi tapi biologi dan ilmu kedokteran, demikian pula unsur sosial-budaya saja tidak termasuk bidang psikologi tapi merupakan ranah sosiologi dan antropologi.
Namun, kedua unsur ini terkait dengan pengalaman kejiwaan manusia, maka psikologi dapat ilibatkan. Dengan begitu, ruang lingkup psikologi secara garis besarnya adalah bidang-bidang psiko-biologi, psiko-eksistensial, dan psiko-sosial (budaya) dengan segala kemajemukannya.
Psikologi islam mengakui adanya hembusan Ruh-Nya ke dalam diri manusia:
Al Hijr (15: 29)
“Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”
Mengenai Ruh yang ditiupkan ini bukan sejenis ruh tetumbuhan atau ruh hewan dan juga bukan hasrat-hasrat rendah, melainkan sejenis ruh yang sangat halus dan luhur yang dianugerahkan Pencipta kepada manusia. Tujuannya agar mereka memiliki hubungan ruhaniah dengan Sang Pemilik Ruh itu, Allah, Tuhan Semesta, atau apapun manusia menyebutNya pada setiap keyakinan masing-masing manusia.
Psikologi Islam menunjukkan adanya empat dimensi yang ada pada diri manusia selama manusia itu hidup, yaitu:
- Dimensi Ragawi (Fisik-biologi)
- Dimensi Kejiwaan (Psikologi)
- Dimensi Lingkungan (Sosiokultural)
- Dimensi Ruhani (Spiritual)
Sebagaimana halnya raga dan lingkungan sosial budaya saja tidak termasuk bidang psikologi, demikian pula dimensi Ruh bukan merupakan lahan garapan psikologi. Ruh termasuk bidang kajian agama, khususnya tasawuf Islam. Tetapi, kajian tasawuf dari Al-Ghazali menunjukkan adanya semacam “wilayah-peraliha” antara kesadaran biasa yang termasuk dimensi kejiwaan dengan kesadaran lain yang termasuk “alam hakikat” (dimensi Ruh). Wilayah-peralihan ini dapat dicapai dan dilami serta masih dapat disadari oleh seseorang dalam kondisi ibadah yang sangat khusyu. Wilayah peralihan ini dapat dinamakan dimensi psiko-spiritual, menurut Hanna Djumhana Bastaman. Dan terhadap dimensi psiko-spiritual, yang masih dapat dialami manusia ini, psikologi Islam dapat melibatkan diri, sehingga ruang lingkupnya tidak saja terbatas pada bidang-bidang psiko-biologis, psiko-eksistensial, dan psiko sosial, tetapi juga psiko-spiritual.
Sejauh ini psikologi kontemporer umumnya hanya mengakui tri-dimensional raga (organo-biologi), jiwa (mental-psikologi), dan lingkungan sosial-budaya (sosio-kultural) sebagai penentu utama perilaku dan kepribadian manusia. Unsur raga saja bukan merupakan bidang kajian psikologi tapi biologi dan ilmu kedokteran, demikian pula unsur sosial-budaya saja tidak termasuk bidang psikologi tapi merupakan ranah sosiologi dan antropologi.
Namun, kedua unsur ini terkait dengan pengalaman kejiwaan manusia, maka psikologi dapat ilibatkan. Dengan begitu, ruang lingkup psikologi secara garis besarnya adalah bidang-bidang psiko-biologi, psiko-eksistensial, dan psiko-sosial (budaya) dengan segala kemajemukannya.
Psikologi islam mengakui adanya hembusan Ruh-Nya ke dalam diri manusia:
Al Hijr (15: 29)
“Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”
Mengenai Ruh yang ditiupkan ini bukan sejenis ruh tetumbuhan atau ruh hewan dan juga bukan hasrat-hasrat rendah, melainkan sejenis ruh yang sangat halus dan luhur yang dianugerahkan Pencipta kepada manusia. Tujuannya agar mereka memiliki hubungan ruhaniah dengan Sang Pemilik Ruh itu, Allah, Tuhan Semesta, atau apapun manusia menyebutNya pada setiap keyakinan masing-masing manusia.
Psikologi Islam menunjukkan adanya empat dimensi yang ada pada diri manusia selama manusia itu hidup, yaitu:
- Dimensi Ragawi (Fisik-biologi)
- Dimensi Kejiwaan (Psikologi)
- Dimensi Lingkungan (Sosiokultural)
- Dimensi Ruhani (Spiritual)
Sebagaimana halnya raga dan lingkungan sosial budaya saja tidak termasuk bidang psikologi, demikian pula dimensi Ruh bukan merupakan lahan garapan psikologi. Ruh termasuk bidang kajian agama, khususnya tasawuf Islam. Tetapi, kajian tasawuf dari Al-Ghazali menunjukkan adanya semacam “wilayah-peraliha” antara kesadaran biasa yang termasuk dimensi kejiwaan dengan kesadaran lain yang termasuk “alam hakikat” (dimensi Ruh). Wilayah-peralihan ini dapat dicapai dan dilami serta masih dapat disadari oleh seseorang dalam kondisi ibadah yang sangat khusyu. Wilayah peralihan ini dapat dinamakan dimensi psiko-spiritual, menurut Hanna Djumhana Bastaman. Dan terhadap dimensi psiko-spiritual, yang masih dapat dialami manusia ini, psikologi Islam dapat melibatkan diri, sehingga ruang lingkupnya tidak saja terbatas pada bidang-bidang psiko-biologis, psiko-eksistensial, dan psiko sosial, tetapi juga psiko-spiritual.
Quote:
METODE PSIKOLOGI ISLAM
Metode ilmiah yang lazim digunakan dalam psikologi, baik kuantitatif maupun kualitatif, dengan teknik-teknik seperti observasi, wawancara, tes, eksperimen, survey berlaku pula dalam Psikologi Islam. Namun, terdapat dua hal yang perlu mendapat perhatian dalam Psikologi Islam yaitu:
Metode ilmiah yang lazim digunakan dalam psikologi, baik kuantitatif maupun kualitatif, dengan teknik-teknik seperti observasi, wawancara, tes, eksperimen, survey berlaku pula dalam Psikologi Islam. Namun, terdapat dua hal yang perlu mendapat perhatian dalam Psikologi Islam yaitu:
- Metode kualitatif perlu mendapat porsi dan fungsi yang sama dengan metode kuantitatif, mengingat Psikologi Islam di awal pengembangannya banyak melakukan penjajakan terhadapp gejala dan perilaku manusia serta peristiwa-peristiwa khusus yang tak mudah ditelaah melalui pendekatan kuantitatif, seperti pengalaman keagamaan seseorang. Dalam hal ini metode fenomenologi yang berusaha mengungkapkan pengalaman personal yang unik dengan situasi tertentu perlu lebih difungsikan.
- Perlu disadari bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benar mengenai sesuatu selain lewat metode ilmiah yang kadar rasionalnya sangat tinggi, Psikologi Islam mengakui bahwa pengetahuan itu dapat diperoleh pula melalui intuisi dan ilham sebagai petunjuk Tuhan. Hal ini diperoleh biasanya bukan lewat renungan rasional-filosofis, melainkan melalui ibadah khusyu seperti tafakur, shalat istikharah, dan doa.
Quote:
So, intinya Psikologi Islam itu…
Adalah corak psikologi berlandaskan citra manusia menurut ajaran Islam yang mempelajari keunikan dab oika oerukajy nabysua sebagai ungkapan pengalaman interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar, dan alam keruhanian, dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagamaan
Rumusannya:
Adalah corak psikologi berlandaskan citra manusia menurut ajaran Islam yang mempelajari keunikan dab oika oerukajy nabysua sebagai ungkapan pengalaman interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar, dan alam keruhanian, dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagamaan
Rumusannya:
- Corak psikogi: Psikologi Islam adalah sebuah aliran psikologi dengan landasan dan orientasi nilai-nilai Islami. Sebagai suatu corak psikologi tentunya Psikologi Islam menerapkan metodologi dan metode ilmiah.
- Berdasarkan citra manusia menurut ajaran Islam. Berbeda dengan psikologi kontemporer yang bermacam-macam landasan filsafat manusianya, pPsikologi Islam berorientasi pada citra manusia menurut ajaran Islam. Dalam paandangan Islam, manusia memiliki martabat tinggi sebagai khalifah di bumi dengan fitrahnya Corak psikogi. Psikologi Islam adalah sebuah aliran psikologi dengan landasan dan orientasi nilai-nilai Islami. Sebagai suatu corak psikologi tentunya Psikologi Islam menerapkan metodologi dan metode ilmiah.
- Berdasarkan citra manusia menurut ajaran Islam. Berbeda dengan psikologi kontemporer yang bermacam-macam landasan filsafat manusianya, Psikologi Islam berorientasi pada citra manusia menurut ajaran Islam. Dalam paandangan Islam, manusia memiliki martabat tinggi sebagai khalifah di bumi dengan fitrahnya yang suci dan beriman, serta memiliki ruh disambing raga dan jiwa.
- Keunikan dan pola perilaku manusia. Perilaku manusia merupakan sasaran telaah paling nyata dalam Psikologi Islam dan psikologi umumnya. Perilaku dianggap sebagai ungkapan atau manifestasi pengalaman manusia yang melibatkan unsur-unsur dan proses pemikiran, perasaan, sikap, kehendak, perilaku, dan relasi antar manusia. Psikologi Islam selain melakukan telaah mengenai keunikan pengalaman sebagai penghayatan personal yang utuh, juga berusaha memahami polanya, yaitu hal-hal persisten dan konsisten dari perilaku yang berulang-ulang terjadi.
- Interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar, dan alam keruhanian. Salah satu karakteristik manusia adalah sadar diri dan mampu melakukan distansi dengan dirinya serta berdialog dengan diri sendiri. Manusia pun bukan makhluk soliter, ia selalu berinteraksi dengan lingkungan alam fisik. Psikologi Islam, sebagai corak psikologi yang mengakui adanya dimensi ruh, sudah seharusnya memperluas lahan telaahnya dengan pengalaman keruhanian manusia.
- Meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagamaan. Kesehatan mental merupakan tujuan utama psikologi pada umumnya. Kriteria sehat mental: bebas dari gangguan dan penyakit kejiwaan, mampu menyesuaikan diri di pergaulan sosial dan menjaga kelestarian lingkungan sekitar, serta merealisasi berbagai potensi dirinya. Kesehatan mental pun menjadi salah satu tujuan Psikologi Islam, karena kondisi sehat mental merupakan hal kondusif untuk meningkatkan kualitas keberagamaan sebagaimana ungkapan iman dan takwa kepada Tuhan. Dan inilah tujuan dan misi utama Psikologi Islam, yaitu membantu mengembangkan kondisi sehat mental dan sekaligus meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan diri pribadi dan masyarakat.
Quote:
MANUSIA
Berbagai macam aliran psikologi meninjau manusia dari sudut pandang berbeda-beda dan dengan metodologi tertentu berhasil menentukan berbagai dimensi dan asas tentang kehidupan manusia, kemudian membangun teori dan filsafat mengenai manusia. Terdapat empat aliran besar, yaitu:
Islam sendiri memandang manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki keunikan dan keistimewaan. Terdapat empat ragam relasi manusia:
Ragam dan corak relasi-relasi itu perlu dijelaskan bahwa sekalipun manusia seakan-akan merupakan pusat hubungan-hubungan (center of relatedness), tetapi dalam ajaran Islam pusat segalanya bukanlah manusia, melainkan Sang Pencita. Sehingga, landasan filsafat mengenai manusia dalam ajaran Islam bukan Antroposentrisme, melainkan Theosentrisme atau Allah-sentrisme.
Bagaimana Al Qur’an memandang manusia?
Manusia diciptakan dengan bentuk raga yang sebaik-baiknya (Q.S 95:4) dan rupa yang seindah-indahnya (Q.S 64:3) serta dilengkapi dengan berbagai organ psikofisik yang istimewa seperti panca indera dan hati (Q.S 16:78), agar manusia bersyukur kepada Tuhan yang tela menganungerahkan keistimewaan-keistimewaan itu.
Ia pun diberi kemampuan berpikir untuk memahami alam semesta (Q.S 13:3) dan dirinya sendiri (Q.S 41
:53) sebagai ciptaan Tuhan untuk kemudian meningkatkan keimanan kepada Sang Pencipta. Selain itu ia memiliki akal untuk memahami tanda-tanda keagunganNya (Q.S 22:46), kalbu untuk mendapat cahaya iman (Q.S 24:35), nafsu yang paling rendah (Q.S 12:53) sampai yang tertinggi (Q.S 89:27-30), dan ruh yang kepadanya Allah mengambil kesaksian manusia mengenai keesaan Ilahi (Q.S 7:72-74). Bahkan kepadanya pun ditawarkan pula agama sebagai tuntunan agar hidupnya selamat di dunia dan di akhirrat (Q.S 3:85).
Manusia berfungsi sebagai khalifah di bumi (Q.S 2:30), dan diciptakan Tuhan bukan secara main-main (Q.S 23:115), melainkan untuk mengemban amanah (Q.S 33:72) dan untuk beribadah kepadaNya (Q.S 51:56) serta selalu menegakkan kebajikan sekaligus menghilangkan keburukan (Q.S 3:110) dengan segenap tanggungjawab (Q.S 75:36). Keistimewaan lain manusia adalah memiliki kebebasan luas untuk mengembangkan diri setinggi-tingginya atau serendah-rendahnya (Q.S Asy Syams), bahkan agama pun tidak dipaksakan kepadanya (Q.S 2:256).
Di samping berbagai keistimewaannya, manusia pun memiliki banyak kelemahan, antara lain selalu tergesa-gesa (Q.S 17:11), pembantah (Q.S 18:54), melampaui batas (Q.S 10:12), kikir (Q.S 70:19), mudah putus asa (Q.S 41:49), selalu berkeluh-kesah (Q.S 70:20), ingkar (Q.S 80:17), tidak mau bersyukur (Q.S 100:6), mudah lalai setelah mendapat nikmat (Q.S 17:83).
Sekalipun memiliki banyak kelemahan, tetapi dalam pandangan Qur’an manusia pada dasarnya baik. Fitrah manusia adalah suci dan beriman (Q.S 7:72). Kecenderungan kepada agama merupakan sifat dasar manusia (Q.S 30:30), dan sadar atau tidak sadar manusia selalu merindukan Tuhan (Q.S 39:8), taat, khusyu, tawakal dan tidak ingkar, terutama bila sedang mengalami malapetaka dan kesulitan hebat (Q.S 31:32; Q.S 17:66).
Qur’an mengajukan berbagai penggolongan manusia. Ada orang yang mendapat petunjuk jalan lurus (Q.S 1:7) seperti para nabi (Q.S 22:52; Q.S 6:87), shiddiqin (Q.S 49:11-18), para syuhada (Q.S 3:169-175), shalihin (Q.S 29:9), mukhlisin (Q.S 23:57-61; Q.S 29:64-66; Q.S 3:123), muttaqin (Q.S 3:31), mukminin (Q.S 3:139) dan orang-orang sabar mendapat petunjuk. Sedangkan, ada pula mereka yang dimurkai Allah dan sesat hidupnya (Q.S 1:6-7), seperti orang-orang fasik (Q.S 5:108; Q.S 9:80), zalim (Q.S 6:144; Q.S 9:37), kafir (Q.S 5:67), musyrik, dan orang munafik.
Berbagai macam aliran psikologi meninjau manusia dari sudut pandang berbeda-beda dan dengan metodologi tertentu berhasil menentukan berbagai dimensi dan asas tentang kehidupan manusia, kemudian membangun teori dan filsafat mengenai manusia. Terdapat empat aliran besar, yaitu:
- Psikoanalisis (Psychoanalysis)
- Psikologi Perilaku (Behavior Psychology)
- Psikologi Humanistik (Humanistic Psychology)
- Psikologi Transpersonal (Transpersonal Psychology)
Islam sendiri memandang manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki keunikan dan keistimewaan. Terdapat empat ragam relasi manusia:
- Hubungan manusia dengan dirinya sendiri (hablun minannas) yang ditandai oleh kesadaran untuk melakukan amal ma’ruf nahi munkar (Q.S 3:104) atau sebaliknya mengumbar nafsu-nafsu rendah (Q.S 45:23).
- Hubungan antar manusia (hablun minannas) dengan usaha membina silaturrahim (Q.S 4:1) atau memutuskannya (Q.S 12:100)
- Hubungan manusia dengan alam sekitar (hablun minal ‘alam) yang ditandai upaya pelestarian alam sekitar dengan sebaik-baiknya (Q.S 11:6) atau sebaliknya menimbulkan kerusakan alam (Q.S 30:41)
- Hubungan manuia dengan Sang Pencipta (hablun minallah) dengan kewajiban ibadah kepadaNya (Q.S 51:56) atau menjadi ingkar dan syirik kepadaNya (Q.S 4:48).
Ragam dan corak relasi-relasi itu perlu dijelaskan bahwa sekalipun manusia seakan-akan merupakan pusat hubungan-hubungan (center of relatedness), tetapi dalam ajaran Islam pusat segalanya bukanlah manusia, melainkan Sang Pencita. Sehingga, landasan filsafat mengenai manusia dalam ajaran Islam bukan Antroposentrisme, melainkan Theosentrisme atau Allah-sentrisme.
Bagaimana Al Qur’an memandang manusia?
Manusia diciptakan dengan bentuk raga yang sebaik-baiknya (Q.S 95:4) dan rupa yang seindah-indahnya (Q.S 64:3) serta dilengkapi dengan berbagai organ psikofisik yang istimewa seperti panca indera dan hati (Q.S 16:78), agar manusia bersyukur kepada Tuhan yang tela menganungerahkan keistimewaan-keistimewaan itu.
Ia pun diberi kemampuan berpikir untuk memahami alam semesta (Q.S 13:3) dan dirinya sendiri (Q.S 41

Manusia berfungsi sebagai khalifah di bumi (Q.S 2:30), dan diciptakan Tuhan bukan secara main-main (Q.S 23:115), melainkan untuk mengemban amanah (Q.S 33:72) dan untuk beribadah kepadaNya (Q.S 51:56) serta selalu menegakkan kebajikan sekaligus menghilangkan keburukan (Q.S 3:110) dengan segenap tanggungjawab (Q.S 75:36). Keistimewaan lain manusia adalah memiliki kebebasan luas untuk mengembangkan diri setinggi-tingginya atau serendah-rendahnya (Q.S Asy Syams), bahkan agama pun tidak dipaksakan kepadanya (Q.S 2:256).
Di samping berbagai keistimewaannya, manusia pun memiliki banyak kelemahan, antara lain selalu tergesa-gesa (Q.S 17:11), pembantah (Q.S 18:54), melampaui batas (Q.S 10:12), kikir (Q.S 70:19), mudah putus asa (Q.S 41:49), selalu berkeluh-kesah (Q.S 70:20), ingkar (Q.S 80:17), tidak mau bersyukur (Q.S 100:6), mudah lalai setelah mendapat nikmat (Q.S 17:83).
Sekalipun memiliki banyak kelemahan, tetapi dalam pandangan Qur’an manusia pada dasarnya baik. Fitrah manusia adalah suci dan beriman (Q.S 7:72). Kecenderungan kepada agama merupakan sifat dasar manusia (Q.S 30:30), dan sadar atau tidak sadar manusia selalu merindukan Tuhan (Q.S 39:8), taat, khusyu, tawakal dan tidak ingkar, terutama bila sedang mengalami malapetaka dan kesulitan hebat (Q.S 31:32; Q.S 17:66).
Qur’an mengajukan berbagai penggolongan manusia. Ada orang yang mendapat petunjuk jalan lurus (Q.S 1:7) seperti para nabi (Q.S 22:52; Q.S 6:87), shiddiqin (Q.S 49:11-18), para syuhada (Q.S 3:169-175), shalihin (Q.S 29:9), mukhlisin (Q.S 23:57-61; Q.S 29:64-66; Q.S 3:123), muttaqin (Q.S 3:31), mukminin (Q.S 3:139) dan orang-orang sabar mendapat petunjuk. Sedangkan, ada pula mereka yang dimurkai Allah dan sesat hidupnya (Q.S 1:6-7), seperti orang-orang fasik (Q.S 5:108; Q.S 9:80), zalim (Q.S 6:144; Q.S 9:37), kafir (Q.S 5:67), musyrik, dan orang munafik.
____


Diubah oleh skyblowers 08-03-2018 12:25
0
1.7K
Kutip
6
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan