First of all, Ane miris banget dengan keadaan anak muda tanah air, terutama gerombolan anak muda yang mengendarai motor dini hari sambil melakukan tindakan anarkis.
Secara pribadi, menurut Ane penyebab utama banyaknya anak muda seperti itu bukanlah perkembangan zaman, maupun kegagalan orang tua dalam mendidik. Melainkan fenomena yang disebut "Loss Of Character".
Hancurnya rumah mungkin bisa diperbaiki dan tidak membutuhkan waktu yang lama, tapi hancurnya generasi muda? Jawabannya tentu saja akan berakibat dengan hancurnya sebuah bangsa.
Quote:
Loss Of Character pada dasarnya adalah seseorang yang kehilangan karakter atau sifat aslinya. "Penyakit" ini cenderung menghinggapi remaja tanggung yang awalnya sudah menemukan jati diri, namun mulai kehilangan jati dirinya karena masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan sosialnya.
Ada beberapa hal yang mendorong remaja zaman sekarang kehilangan karakter yang baik:
Quote:
TUNTUTAN

Credit:
www.kompasiana.com
Pada zaman dahulu, belajar merupakan sebuah keharusan, dan bagian dari cita-cita. Tapi kenyataannya sekarang belajar tidak lebih dari hanya sebuah tuntutan. Seperti yang kita tahu, pada zaman dulu anak muda benar-benar ingin belajar karena ingin merubah status sosial mereka, dimana hanya orang berpendidikan tinggi yang diterima di kalangan masyarakat atas dan mudah mendapat pekerjaan karena pada zaman dulu tidak banyak lulusan perguruan tinggi.
"Kenyataan" ini yang menuntut anak muda zaman dulu untuk belajar dengan tekun dan rasa percaya diri yang tinggi akan cita-cita dan masa depannya.
Sedangkan saat ini, banyaknya lembaga-lembaga pendidikan, ditambah lagi jutaan lulusan sekolah menengah dan perguruan tinggi ternyata hanya menjadi pengangguran dengan sikap apatis mereka mendaftarkan diri agar dapat bekerja pada lembaga formal dengan gaji yang memadai. Hingga kecenderungan rasa rendah diri, apatis, serta pelampiasan emosi yang berakibat pada prilaku yang diluar batas kewajaran.
Selain itu, orang tua zaman dulu, meski pendidikan mereka rendah ternyata secara emosi mereka lebih tenang terhadap kehidupan ekonomi mereka yang membuat perhatian mereka pada komunikasi orang tua dan anak lebih bermutu dan sedikit tuntutan terhadap anak-anak mereka. Sehingga secara psikologis anak pun tidak dihadapkan pada tuntutan yang terkadang mereka tidak mampu menerima dan menanggungnya.

Quote:
LINGKUNGAN SOSIAL

Credit:
www.nextbamz.com
Saat ini, lingkungan pertemanan sangat rentan dalam hal kesenjangan sosial. Di antara lingkungan biasanya terdapat anak-anak berkecukupan yang ternyata di dalamnya juga ada anak-anak yang berada dalam garis kemiskinan. Ini memungkinkan putusnya komunikasi disebabkan karena kesenjangan sosial. Anak-anak kaya cenderung bertemun dengan anak-anak kaya juga, begitu dengan anak-anak yang kurang mampu, yang bergaul dengan anak dengan status ekonomi yang sama dengan mereka.
Inilah yang memunculkan dinding kesenjangan yang memungkinkan munculnya konflik-konflik kecil yang tidak bisa diselesaikan secara baik-baik. Dalam banyak kasus, bahkan kesenjangan itu bukan hanya terkait masalah ekonomi, melainkan jumlah anggota kelompok pertemanan satu dengan yang lain, fisik anggota perteman satu dengan yang lain, bahkan harta benda kelompok perteman satu dengan yang lain. Sehingga pada saatnya terjadi benturan antar kelompok pertemenan tersebut, biasanya akan diawali dengan rasa kekecewaan kelompok yang merasa statusnya dibawah kelompok yang lain.

Quote:
KELUARGA YANG BERANTAKAN

Credit:
www.margaritaborda.com
Keluarga yang berantakan tidak harus selalu terkait dengan masalah perceraian orang tua. Tapi juga pada ada tidaknya perhatian orang tua terhadap anak, dan ada tidaknya rasa hormat anak terhadap orang tuanya. Seperti yang kita tahu, tuntutan ekonomi yang semakin tinggi membuat orang tua saat ini memiliki emosi yang sangat amat tidak stabil terkait masalah ekonomi keluarga. Sayangnya, saking sibuknya dengan itu, mereka melupakan aspek immateri anak-anaknya.
Hal ini yang biasa membuat anak menjadi "pemarah" karena mereka merasa orang tua mereka tidak melakukan tugasnya dengan baik, dan akhirnya menjadi penyebab anak-anak yang kecewa pada orang tuanya, melakukan semua kebalikan karakter baik yang dulu sempat dibentuk oleh orang tua mereka sebagai bentuk pelampiasan.
Quote:
MEDIA

Credit:
www.static.republika.co.id
Meskipun banyak media seperti media massa, atau media sosial yang menyayangkan sikap remaja saat ini, pada kenyataannya merekalah penyumbang terbesar dalam masalah ini. Apakah kalian setuju jika Ane mengatakan bahwa anak-anak desa yang tidak mengenal televisi dan internet lebih manusiawi daripada anak-anak yang hidup dengan suasana modern?
Kebebasan mengolah informasi anak-anak yang hidup dengan suasana modern memancing kejiwaan mereka berubah secara signifikan akibat mereka meniru apa yang mereka lihat. Diakui atau tidak, sekeras apapun sebuah media melabeli informasi atau tayangan hanya untuk anak-anak, tapi sering kali konteksnya melenceng dari dunia anak-anak maupun remaja yang sedang mencari jati diri. Jika ada remaja yang sedang mencari jati diri dan melihat ada sebuah berita tawuran sekolah, besar kemungkinan dia akan mengikutinya tanpa memikirkan akibatnya.

Kata-kata terakhir dari tulisan ini adalah
Bertanyalah pada Nenek sebelum melakukan sesuatu!Jika Nenek membuat ekspresi yang menyeramkan saat kita mengatakan apa yang ingin kita lakukan, jangan coba-coba untuk melakukannya. Tapi jika dia hanya manggut-manggut, ada kemungkinan bahwa Nenek masih ragu. Tapi jika Nenek mengizinkan dengan wajah yang ceria, barulah lakukan apa yang ingin dilakukan.
Quote:
Hakekatnya kembali ke diri masing-masing. Mengertilah bre bahwa perbedaan itu adalah kewajaran di dalam kehidupan. Ada kekayaan ada kemiskinan. Ada kekuatan ada kelemahan. Ada kelebihan ada kekurangan. Mengerti bahwa adanya perbedaan tersebut untuk saling menghargai.
Jangan "mengikuti" perkembangan zaman, sebaliknya, "imbangi" perkembangan zaman. Bagaimanapun, jika kita mengikuti, berarti kita ada di belakangnya, bukan? Karakter kita tertinggal di belakang dan karena kita tidak ingin ketinggalan zaman, kita melepas karakter baik kita yang menjadi penghalang untuk bisa terus mengikuti perkembangan zaman.
Tapi jika kita bisa mengimbangi perkembangan zaman dengan menjaga karakter baik kita yang sudah "capek-capek" dibentuk oleh orang tua, kita akan bisa terus ikut dalam perkembangan zaman dengan tetap menjadi siapa diri kita sebenarnya.

Jika dibilang cemen, penakut, pengecut, lemah, atau apapun karena tidak mau masuk kelompok yang melakukan tindakan anarkis, biarkan saja. Bagaimanapun, mereka yang lebih pengecut karena menghancurkan harapan orang tua. Tidak ada lagi di muka bumi ini yang lebih pengecut daripada orang yang tidak menghormati orang tuanya.
Semoga bermanfaat dan menjadi bahasan yang menarik.
Mohon maaf bila ada kesalahan penulisan.

Sumber: Pendapat TS & Referensi
Dari Sini
