Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

azizm795Avatar border
TS
azizm795
Kalau Rajin ‘Narik’ Ya Asyik!
- Tahun lalu ia putuskan meninggalkan Jakarta untuk kembali ke Tegal. Tekadnya bulat sudah: di kampung halaman ia akan kembali menjadi sopir taksi. Bedanya di taksi online, bukan konvensional lagi. 
Segala barang berharga miliknya lantas ia jual, termasuk tanah dan sawah. Hasilnya ia jadikan uang muka mobil. Kendaran baru kemudian ia dapatkan dengan panjar minimal. Dengan sendirinya uang cicilan per bulan yang harus dibayarnya besar.
Tiga bulan pertama cicilannya lancar. Sesudahnya lain cerita. Pemasukannya bertambah seret seiring waktu. Masalahnya, seperti di tempat lain di Tanah Air,   taksi online terus membanyak di kitaran kota Pantai Utara (Pantura) itu. Angsuran pun menunggak sampai beberapa bulan.
Percuma saja ia berargumentasi; dealer tidak mau tahu.  Xenia  mereka-tarik setelah menghitung ini-itu.
Pengemudi itu lantas kembali ke Jakarta sebagai orang gagal. Di Ibukota ia menjadi pengemudi lagi di perusahaan taksi terbesar, tempatnya semula bekerja. Beban pikirannya jauh lebih berat sekarang. Soalnya ia memulai dari nol karena harta bendanya telah ludes untuk membayar kewajibannya ke dealer. Hatinya senantiasa pedih saban mengingat bahwa taksi online ternyata tak seindah yang dibayangkannya sekian lama.

Keramaian kendaraan di jalanan (foto: kabarpadang)
Seorang ayah juga sedang gundah akibat taksi online. Ceritanya, pensiunan jurnalis yang dulu lama bekerja di media massa utama itu memodali putranya agar tak acap menganggur lagi di rumah. Uang ia upayakan dari sana-sini. Setelah terhimpun, dana dipakainya sebagai uang muka mobil yang dikreditnya di dealer.
Anaknya kemudian menjadi pengemudi taksi online yang tak penuh waktu. Ternyata sang ayah menjadi lebih pusing lagi sesudahnya. Masalahnya, penghasilan putranya tak cukup untuk membayar uang cicilan yang Rp. 5 juta per bulan. Dialah yang selalu menomboki kekurangan tersebut.
 “Ini sudah tiga bulan nunggakDealer minta setidaknya bayar sebulan dulu supaya mobil nggak ditarik,” keluhnya.
Besar kemungkinan, seperti kejadian di Tegal tadi,  kredit macet akan menjadi kenyataan. Buntutnya kendaraan kembali ke dealer.
Target-Bonus
Bagi pengemudi transportasi online, orderan merupakan sumber penghasilan. Ada dari mereka yang bisa menerima 3 – 20 orderan per hari. Tentu saja dengan mudah mereka akan bisa mencapai target untuk mendapatkan bonus. Tapi ada pula yang capaiannya paling 5. Yang terakhir ini banyak.  

Tiga yang bersaing (foto: onlinewatch)
Rezeki setiap orang memang tak sama. Tapi, bagaimanapun, ia berkaitan juga dengan keuletan, kepekaan mengendus pasar, dan kepiawaian menjalankan strategi.  Jadi bukan urusan nasib semata.
Setyanto termasuk yang sering kebanjiran order. Alhasil saban hari ia bisa mendapatkan minimal Rp. 700 ribu bersih. Kiatnya?  Ia rajin mengambil orderan. Itu yang pertama. Lantas, daerah operasinya strategis dan ia bergerak di jam-jam yang menjanjikan; subuh ia sudah di jalanan. Satu lagi, untuk menghindari kemacetan ia rajin memantau keadaan lalu lintas dengan menggunakan alat aplikasi.
“Sebenarnya kalau mau ditekuni sih nggak susah memenuhi target cicilan mobil per bulan. Prinsipnya, kerja keras dan jangan suka milih-milih penumpang. Seminggu kerja, saya sudah bisa nutup cicilan rutin per bulan,” kata pengemudi GrabCar yang bermukim di Cengkareng tapi  acap melambung hingga ke Bogor dan Bekasi.
Sapto juga hampir tak pernah krisis penumpang. Wajar kalau ia  tak pernah kesulitan membayar angsuran bulanan Avanza yang dijadikannya taksi beraplikasi.
“Asal kita rajin aja pasti orderan ada,” ucap dia seusai mengantarkan tamu dari sebuah penginapan di kitaran Dagen, Malioboro, ke Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta, di sebuah pagi. “Saya dan kawan-kawan pengemudi merasa sangat terbantu oleh taksi online ini.  Entah nanti kalau peraturan Menteri Perhubungan sudah benar-benar diterapkan.”
Sampai sekarang Setyo masih menjadi pegawai sebuah perusahaan travel di Yogya. Bidangnya pemasaran, imbalannya  berupa komisi. Menjelang musim turis saja ia sibuk di sana; selebihnya lebih banyak mengganggur. Padahal musim turis di Yogya tak sampai belasan kali dalam setahun.
Untuk mengisi waktu yang banyak lowong, sejak setahun terakhir ia  mengkredit mobil. Bersama kendaraan hitam yang sangat terawat itu sehari-hari ia lebih banyak mangkal di kitaran Malioboro. “Subuh biasanya saya sudah stand-by. Tamu-tamu yang menginap ada saja yang memerlukan taksi ke bandara, terutama pagi dan sore.”
Kemampuan membaca trend permintaan pasar memang perlu dimiliki pengemudi taksi beraplikasi seperti Setyo. Dimana permintaan banyak dan kapan tepatnya, mereka harus tahu. Dengan begitu waktu mereka tak akan kerap terbuang percuma di jalan.
Hasan termasuk yang memiliki kemampuan seperti itu. Selama ini dia lebih suka ngalong alias beroperasi malam. Selain karena jalanan lebih longgar juga  peluang beroleh penumpang lebih besar. Dari dan ke bandara Halim Perdanakusumah dan Soekarno-Hatta ia cukup sering membawa penumpang.
Lelaki Tionghoa bertubuh tinggi besar yang suka bicara blak-blakan ini sebenarnya bukan sopir biasa. Dia pengusaha  rental mobil yang memang gemar menyetir. Ia menyewakan pelbagai jenis mobil termasuk sedan mewah untuk pengantin dan tamu VIP atau VVIP. Beberapa kendaraan  ber-cc kecil ia jadikan taksi online yang bergabung dengan 3 perusahaan sekaligus: GO-CAR, Uber, dan Grab. Untuk itu sejumlah pengemudi ia libatkan.

Orderan (foto: merdeka)
“Bisnis taksi online saya cukup bagus sampai hari ini. Pengemudi saya-minta kerja keras dan melayani penumpang sebaik mungkin. ‘Kalau lu malas kagak dapat uang. Gua aja rajin narik,’ saya bilang. Mereka semangat. Duit mereka pun lumayan; lebih bagus dari sopir rental.”
Tinggal Beres
Tarif transportasi online (sepeda motor dan mobil) terbilang murah bahkan saking rendahnya terkadang tidak masuk akal.  
“Jarak dan ongkos yang dikenakan tidak sebanding. Bayangkan aja, dari Stasiun Sudirman ke Plaza Blok M, ongkosnya kurang dari Rp. 15 ribu. Jadi memang mereka tidak bisa hanya mengandalkan penghasilan dari ongkos penumpang,” kata Suhadi pengemudi taksi konvensional yang bergaul  rapat dengan sopir-sopir online.
Kalau dari ongkos saja memang tidak cukup; yang lebih diandalkan pengemudi transportasi beraplikasi adalah bonus. Masalahnya adalah jalanan kita, terutama Jakarta,  bertambah macet saja sehingga frekuensi pengantaran penumpang menjadi terbatas. Untuk mendapatan order lebih dari 10 kian sulit kalau di jantung Ibukota. Padahal bonus terkait dengan frekuensi. Pengemudi terkadang jadi tekor.
“Beberapa kawan saya sering nggak dapat bonus karena target order nggak terpenuhi. Padahal mereka hanya mengharapkan bonus. Sementara kurang satu order saja, bonus langsung dihapus. Memenuhi target minimum order saja makin sulit karena Jakarta makin macet,” kata Suhadi, sopir yang berasal dari Brebes.
Di taksi online perusahaan pengelola sesungguhnya tinggal terima bersih saja. Semua urusan, mulai dari kecelakaan atau mobil tergores, bayar pajak mobil, biaya perbaikan mesin,  serta pemeliharaan kendaraan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemilik yang disebut sebagai ‘mitra’.
“Inilah menurut saya curangnya. Mereka mendorong pengemudi mencari bonus, tapi syaratnya  target minimum  order harus dipenuhi. Bahwa Jakarta bertambah macet, itu tak mereka pertimbangkan.”

Lekas datang kalau jalanan tak macet (foto: tirto)
Sebenarnya bagaimana hitung-hitungan bonus dan penghasilan di transportasi online? Berikut ini gambarannya.
Go-jek
Dalam situs resminya Go-jek menjelaskan bagaimana pengemudi (sebutannya: rekan driver)  mendapatkan bonus setiap harinya. Bonus diperhitungkan berdasarkan jumlah poin yang diperoleh tapi dengan catatan: akan dibayarkan apabila kinerja mencapai 55%; bonus akan ditahan jika di bawah 55%. Per hari disedikan bonus maksimal Rp. 200.000. Berikut ini aturannya:

  • 12 poin = Rp. 10.000
  • 16 poin = Rp. 30.000
  • 20 poin = Rp. 40.000
  • 24 poin = Rp. 50.000
  • 30 poin = Rp. 70.000


Catatan: 1 poin dasar mewakili satu order. Ada tambahan 1 poin untuk order pada Senin-Jumat pukul 16.00-20.00 di luar area tertentu dan tambahan 2 poin untuk order pada Senin-Jumat pukul 16.00-20.00 di area tertentu.
Pengemudi harus mendapat 30 order per hari untuk mengejar bonus Rp. 70.000, selain tentunya ongkos yang dibayar pelanggan. Misalnya seorang pengemudi mengambil order dengan jarak 7 km di Taman Mini pada pukul 18:00 sore. Pendapatan yang akan diperolehnya?  Pendapatan jarak 7 km = Rp. 14.000. Poin yang didapatkan adalah1 poin dasar plus 1 poin untuk order pukul 18.00 WIB. Jadi total pendapatan yang diterima adalah Rp. 14.000 dengan perolehan 2 poin.
Grab
Grab menerapkan sistem bagi hasil antara perusahaan dan pengemudi dengan komposisi: 10% dari tarif diberikan kepada GrabBike sedangkan sisanya 90% untuk pengemudi. Perusahaan juga memberi insentif per perjalanan.
Total penghasilan pengemudi adalah penjumlahan insentif dan bagi hasil ini. Bonus atau insentif dapat dicairkan setiap minggu jika target tercapai, dengan skema sebagai berikut:
Bonus dihitung secara harian
5 kali mengendara, bonusnya Rp 30.000
10 kali = Rp. 100.000
15 kali =  Rp. 200.000
Sebelum pengemudi berhak mendapat bonus, ia terlebih dahulu harus memenuhi syarat sebagai berikut: nilai penerimaan lebih dari 80%, cancel dari penumpang maksimal 10 kali, rating bintang lebih dari 4.5, dan mematuhi kode etik. Dengan sistem ini, para pengemudi  mendapatkan bonus Rp. 1,2 juta setiap minggunya.
Sebagai ilustrasi simak hitung-hitungan penghasilan berikut. Pak Dadang adalah seorang driver dari Grab-bike, bekerja seminggu 6 hari, sebulan 25 hari. Ia tidak curang. Dia ramah dan selalu menjaga performa. Karena rajin, order yang diselesaikannya  tiap hari biasanya 16 kali (pada jam bonus). Bonus yang didapatkannya adalah:

  • bonus sehari : Rp. 200 ribu
  • bonus seminggu: Rp. 1,2 juta rupiah
  • bonus sebulan (25 hari): Rp. 5 juta.


Bonus akan selalu dihitung perminggu dengan ketentuan:

  • Driver melakukan perjalanan selama seminggu
  • Senin di minggu berikutnya, kinerja driver dievaluasi
  • Selasa, proses top up dilakukan ke dompet kredit
  • Setiap Jumat, bonus sudah masuk di rekening driver.


Uber
Sistem yang digunakan adalah bagi hasil dengan komposisi: 10% dari tarif untuk Uber dan 90% sisanya untuk pengemudi. Perhitungan tarif dihitung berdasarkan ketentuan jarak dan waktu. Berikut keterangan perhitungan tarifnya:

  • Tarif Dasar : Rp 1.000
  • Tarif per Menit : Rp 100
  • Tarif per Km : Rp 1.000
  • Tarif Minimum : Rp 1.000


Misalnya satu trip jaraknya 8 Km, sedangkan waktu tempuhnya 20 menit. Maka tarifnya adalah: jarak 8 Km x Rp.  1.000 plus tarif berdasarkan waktu: 20 x Rp. 100. Jadi total tarif dari konsumen adalah Rp. 10.000. Bagian pengemudi Rp. 9.000 dan untuk Uber Rp 1.000.
Sebenarnya penghitungan penghasilan bagi pengemudi transportasi online cukup adil. Hampir semua perusahaan menawarkan kombinasi penghasilan harian dan bonus. Yang perlu dicermati adalah target pencapaian order. Pertanyaannya: apakah itu cukup realistis untuk dicapai,  sehingga para pengojek onlineberhak mendapat bonus yang cukup? Apakah kalau rajin ‘narik’ hasilnya pasti asyik?


Sumber: www.lawjustice.co
0
6.3K
33
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan