- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Gugatan Handoko ke Gubernur dan BPN DIY Ditolak Majelis Hakim


TS
kaka88ciao
Gugatan Handoko ke Gubernur dan BPN DIY Ditolak Majelis Hakim
Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam kasus kepemilikan tanah di DIY yang diajukan Hondoko (35), warga Tamansiswa kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) DIY memasuki babak akhir usai 16 persidangan yang telah bergulir sejak akhir tahun lalu.
Bertempat di ruang chandra Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, sidang terkait pembacaan putusan gugatan tersebut dimulai sekitar jam 11 pagi dan dihadiri oleh penggugat dan tergugat.
Adapun dalam sidang yang dipimpin hakim ketua P. Cokro Hendro Mukti, SH memutuskan untuk menggugurkan gugatan yang dilayangkan oleh Handoko.
"Memutuskan menolak gugatan penggugat, dan diharapkan membayar biaya perkara yang ditaksir Rp 407 ribu. Pihak yang tidak puas bisa ajukan banding dengan batas waktu 14 hari. Sidang perdata dengan nomor perkara 132 selesai dan ditutup," ujar hakim ketua diikuti ketukan palu sebagai simbol keabsahan putusan, Selasa (20/2/2018).
Sebelum pembacaan putusan tersebut, majelis hakim menjelaskan bahwa gugatan yang dilayangkan kepada tergugat 1 dan 2 tidak dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum.
Menurutnya, bahwa sebelum berlakunya Undang-undang (UU) No.12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, maka instruksi dari segi ketatanegaraan merupakan peraturan perundang-undangan.
Akan tetapi, setelah berlakunya UU tersebut maka instruksi Instruksi Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) No. K898/I/A-/1975 pada tanggal 5 Maret 1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak atas Tanah kepada Seorang WNI Non Pribumi bukan lagi merupakan peraturan perundang-undangan.
Lanjutnya, di dalam pasal 11 disebutkan bahwa jenis peraturan perundangang-undangan antara lain meliuti Undang-undang dasar 1925, Ketetapan MPR, peraturan pemerintah, peraturan presiden, UU dari pemerintah pengganti UU, peraturan provinsi dan Peraturan Daerah baik Kabupaten dan Kota.
"Dalam pasal 11 itu dengan jelas disebutkan bahwa instruksi bukan merupakan peraturan perundang-undangan," ujarnya saat persidangan.
Tetapi, menurutnya, berdasarkan teori ketatanegaraan, instruksi diperlukan sebagai peraturan kebijakan, yaitu suatu peraturan penuh tentang pelaksanaan wewenang pemerintah terhadap warga negara berdasarkan kekuasaan sendiri oleh instansi pemerintah yang berwenang.
"Instruksi itu peraturan kebijakan dan bukan peraturan perundang-undangan, maka tidak ada pembatasan dan pengujian dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Karena memang tidak ada perundang-undangan yang dipakai sebagai dasar pembuatannya," ujarnya.
Lanjutnya, terhadap peraturan kebijakan adalah berkaitan dengan penggunaan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUB) karena dari segi pembentukannya, peraturan kebijakan bersumber dari fungsi eksekutif.
Adapun yang dimaksud dengan AAUB yaitu asas umum yang dijadikan dasar dan tata cara dalam menyelenggarakan pemerintahan yang layak.
Untuk hakikatnya sendiri, AAUB adalah sebagai norma pemerintahan tidak tertulis.
"Karena instruksi adalah peraturan kebijakan, yang pengujiannya dilakukan dengan AAUB maka pelanggaran terhadap AAUB tidak dapat diterapkan sanksi hukum. Tapi pemerintahan dianggap tidak baik dan pejabat yang bersangkutan tidak dapat kepercayaan dari masyarakat luas," ujarnya.
Dikatakannya, karena instruksi tahun 1975 bukan peraturan perundang-undangan tapi peraturan kebijakan, maka membuat perbuatan tergugat 1 dan 2 yang memberlakukan instruksi 75 perbuatan melawan hukum tidak bisa diuji dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Hal itu bertentangan dengan tele gugatan penggugat yang mendalilkan bahwa pemberlakukan instruksi tahun 1975 bertentangan dengan presiden No. 26 tahun 98 vide pasal 21 ayat 1 UU No. 5 tahun 1960 tentang UU Pokok Agraria dan pasal 21 I (2) uud 1945 amandemen ke 4.
"Menurut majelis dan menurut fakta di persidangan, kebijakan yang diberlakukan tergugat tidak bertentangan dengan AAUB. Karena tujuannya melindungi kepentingan umum yaitu masyarakat ekonomi lemah dan terkait dengan keistimewaan dan secara tegas memberikan kewenangan istimewa di bidang pertanahan serta menjaga kebudayaan dan keberadaan Kasultanan Ngayogyakarto," ujarnya.
"Serta menjaga keseimbangan pembangunan dalam rangka pengembangan rencana pembangunan di masa yang akan datang," pungkasnya.
https://www.google.co.id/amp/jogja.t...-majelis-hakim
Handoko han...

Bertempat di ruang chandra Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, sidang terkait pembacaan putusan gugatan tersebut dimulai sekitar jam 11 pagi dan dihadiri oleh penggugat dan tergugat.
Adapun dalam sidang yang dipimpin hakim ketua P. Cokro Hendro Mukti, SH memutuskan untuk menggugurkan gugatan yang dilayangkan oleh Handoko.
"Memutuskan menolak gugatan penggugat, dan diharapkan membayar biaya perkara yang ditaksir Rp 407 ribu. Pihak yang tidak puas bisa ajukan banding dengan batas waktu 14 hari. Sidang perdata dengan nomor perkara 132 selesai dan ditutup," ujar hakim ketua diikuti ketukan palu sebagai simbol keabsahan putusan, Selasa (20/2/2018).
Sebelum pembacaan putusan tersebut, majelis hakim menjelaskan bahwa gugatan yang dilayangkan kepada tergugat 1 dan 2 tidak dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum.
Menurutnya, bahwa sebelum berlakunya Undang-undang (UU) No.12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, maka instruksi dari segi ketatanegaraan merupakan peraturan perundang-undangan.
Akan tetapi, setelah berlakunya UU tersebut maka instruksi Instruksi Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) No. K898/I/A-/1975 pada tanggal 5 Maret 1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak atas Tanah kepada Seorang WNI Non Pribumi bukan lagi merupakan peraturan perundang-undangan.
Lanjutnya, di dalam pasal 11 disebutkan bahwa jenis peraturan perundangang-undangan antara lain meliuti Undang-undang dasar 1925, Ketetapan MPR, peraturan pemerintah, peraturan presiden, UU dari pemerintah pengganti UU, peraturan provinsi dan Peraturan Daerah baik Kabupaten dan Kota.
"Dalam pasal 11 itu dengan jelas disebutkan bahwa instruksi bukan merupakan peraturan perundang-undangan," ujarnya saat persidangan.
Tetapi, menurutnya, berdasarkan teori ketatanegaraan, instruksi diperlukan sebagai peraturan kebijakan, yaitu suatu peraturan penuh tentang pelaksanaan wewenang pemerintah terhadap warga negara berdasarkan kekuasaan sendiri oleh instansi pemerintah yang berwenang.
"Instruksi itu peraturan kebijakan dan bukan peraturan perundang-undangan, maka tidak ada pembatasan dan pengujian dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Karena memang tidak ada perundang-undangan yang dipakai sebagai dasar pembuatannya," ujarnya.
Lanjutnya, terhadap peraturan kebijakan adalah berkaitan dengan penggunaan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUB) karena dari segi pembentukannya, peraturan kebijakan bersumber dari fungsi eksekutif.
Adapun yang dimaksud dengan AAUB yaitu asas umum yang dijadikan dasar dan tata cara dalam menyelenggarakan pemerintahan yang layak.
Untuk hakikatnya sendiri, AAUB adalah sebagai norma pemerintahan tidak tertulis.
"Karena instruksi adalah peraturan kebijakan, yang pengujiannya dilakukan dengan AAUB maka pelanggaran terhadap AAUB tidak dapat diterapkan sanksi hukum. Tapi pemerintahan dianggap tidak baik dan pejabat yang bersangkutan tidak dapat kepercayaan dari masyarakat luas," ujarnya.
Dikatakannya, karena instruksi tahun 1975 bukan peraturan perundang-undangan tapi peraturan kebijakan, maka membuat perbuatan tergugat 1 dan 2 yang memberlakukan instruksi 75 perbuatan melawan hukum tidak bisa diuji dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Hal itu bertentangan dengan tele gugatan penggugat yang mendalilkan bahwa pemberlakukan instruksi tahun 1975 bertentangan dengan presiden No. 26 tahun 98 vide pasal 21 ayat 1 UU No. 5 tahun 1960 tentang UU Pokok Agraria dan pasal 21 I (2) uud 1945 amandemen ke 4.
"Menurut majelis dan menurut fakta di persidangan, kebijakan yang diberlakukan tergugat tidak bertentangan dengan AAUB. Karena tujuannya melindungi kepentingan umum yaitu masyarakat ekonomi lemah dan terkait dengan keistimewaan dan secara tegas memberikan kewenangan istimewa di bidang pertanahan serta menjaga kebudayaan dan keberadaan Kasultanan Ngayogyakarto," ujarnya.
"Serta menjaga keseimbangan pembangunan dalam rangka pengembangan rencana pembangunan di masa yang akan datang," pungkasnya.
https://www.google.co.id/amp/jogja.t...-majelis-hakim
Handoko han...

-1
1.3K
11


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan