Kaskus

Story

a112adityaAvatar border
TS
a112aditya
Fair Way To Live
Fair Way To Live

#IndonesiaMembaca #IndonesiaMenulis
emoticon-I Love Indonesiaemoticon-I Love Kaskus

Spoiler for "Kata Pengantar":


Fair Way To Live


"Hiduplah agar kau bisa menulis akhir yang bahagia."
ARA
Feb 25, 2018


Oktober, 2016

Aku sudah mencoba.  Aku bahkan menggali di tanah yang asing. Tapi aku tetap tak menemukannya. Ada tabir tipis yang mengaburkan pandangan ku. Semoga api ini masih tetap menerangi jalan. Sebelum keraguan mulai mengikis perlahan. Dan mati.

Agustus, 2009

"Tidak kuliah... Tidak bekerja..."

"Tak ubahnya parasit. Memalukan."

Cibiran-cibiran itu mungkin tidak langsung menusuk telinga. Namun ku akui, rasanya sakit. Aku tidak menampiknya, semua hinaan itu. Keadaan memaksa. Dan aku tak berbuat apa-apa. Tidak tahu harus berbuat apa.

Tahap hidup menyeret ku ke dunia yang baru. Dunia yang menyesatkan. Terutama untuk ku yang tak punya tujuan. Yang terombang ambing di laut yang tenang menghanyutkan. Hingga gelombang keras menghantam, memaksa ku untuk mendobrak batasan karang menjulang.

"Selalu ada jalan untuk mereka yang mencari."

Semua berubah. Caci perlahan berganti puji. Katanya salah satu taraf sukses berada dalam genggaman ku. Entah benar atau tidak, aku mencoba mengikuti laju aliran cerita hidup ku. Menapakinya satu per satu. Peduli setan dengan bisikan muka dua, setidaknya aku berguna sebagai seorang putra sulung dan kakak tertua.

Mei, 2002

Dia berhasil menembus tembok dasar dengan penuh kebanggaan. Ujian demi ujian dia lalui dengan mudah. Hingga akhirnya dia berada di tempat yang diidamkan penggila ego. Dia bahkan sampai menjadi idola di kalangan orang tua. Namun sayang, hatinya berada di sisi yang berseberangan.

Bukan. Bukan suatu kesuksesan jika kau tidak bisa menikmatinya. Keterpaksaan itu dengan berat hati ia terima lantaran taraf lainnya di tempat yang ia jejak. Hal itu pun mendorongnya ke jurang kehancuran. Ya... Tidak semua pemberontak mencoba dan berhasil.

Segala hal baik menjadi taruhannya. Dan di setiap pertaruhan, kemenanganmu ditentukan dari seberapa mampu kau membaca keadaan. Tahun ini pandangannya buta. Bisa kita ketahui hasilnya seperti apa. Dia kehilangan dirinya di tengah belantara dunia.

Sukses mewujudkan impian orang lain. Gagal sebagai pribadi yang penuh cita dan harapan.

September - Desember, 2010

Sosoknya keras. Dan aku dibutakan amarah ku. Kali pertama aku sukses menjadi bajingan. Hanya karena aku sudah setara dengannya, ku pikir derajat ku sama. Aku buta. Aku sampai lupa bahwa dia selama ini bertaruh nyawa hanya agar hidup ku lebih baik darinya.

Air mata yang tak seharusnya jatuh, akhirnya tertumpah percuma. Hanya karena bajingan tengik yang lupa beratnya dosa durhaka itu seperti apa. Orang tua yang dengan doa dan kerja kerasnya mampu membuat seorang anak sukses telah ku kecewakan sedemikian rupa. Apakah itu sukses namanya?

Itulah titik balik. Jika bukan karenanya, mungkin aku akan menjadi bajingan untuk selamanya. Sebagaimana bajingan yang berontak hanya karena kecurangan kecil yang tak seberapa. Yang padahalnya sudah sering ku cicipi sedemikian rupa. Sampai balasan yang tak sepadan pun mau tidak mau ku terima. Aku kembali menjadi benalu.

Tapi kali ini berbeda. Segalanya telah berkembang. Aku anggap itu adalah respon positif dunia menilai diri ku. Berdiam diri tidak lagi. Aku kembali berupaya. Dukungan datang. Cukup dari mereka. Keluarga, teman, dan terkasih hati.

Terkecuali ketika pilihan akan membawa ku ke tempat yang sulit mereka jangkau. Penolakkan terjadi. Berujung hingga negosiasi. Aku membawa segala taraf penuh kepalsuan itu sebagai senjata utama. Dan ternyata itu cukup bekerja, untuk keluarga ku. Tidak untuk yang terkasih.

Fair Way To Live


"Aku sudah cukup merasakannya. Empat tahun terlalu banyak untuk ku. Dan sekarang kau mau pergi untuk waktu yang tidak pasti? Kau gila?"ucapnya.

"Bukankah kau memegang janji ku? Begitu juga orang tuamu. Beri aku waktu lebih lama lagi. Toh ini untuk memastikan masa depan keluarga kita. Tidakkah kau mau itu terjadi?"jelas ku.

"Tapi tidak ada jaminan kau masih sama setelah berada di sana."lanjutnya cemas.

"Sama seperti empat tahun aku menunggumu kembali. Percayalah."

Juni, 2015

Tanggal muda menyapa. Isi dompet lusuhnya bukan lagi sarang laba-laba hampa. Melainkan alat tukar yang diakui negara dengan beragam warna. Dominasi merah dan biru menjuara. Lempeng plastik dengan bilah komputer kecil berbaris rapih terselip di setiap celahnya. Tidak ada alasan untuk khawatir akan nominal dunia.

Namanya dielu-elukan di tempat ia tumbuh besar. Berbagai gurauan tentang perjodohan pun tak luput dari perbincangan. Strata keluarganya membaik. Di tengah pemutusan hubungan kerja sang ayah yang cukup pelik. Tapi wajah ramah itu terus dirundung pilu. Terlebih setelah pesan singkat itu hadir dan mengubah segalanya. Menambah pedih rindu rumah dan keluarga.

"Aku minta restunya. Dan maaf untuk semua. Biarlah tanggal ini menjadi bukti bahwa kau pernah ada."

Di saat keduanya menanti, salah satu tak kuasa. Satu dekade dan yang tersisa hanya luka. Senyumannya yang terendap lara sukses membuat langit iba. Meski dia sukses menggapai taraf yang diidam-idamkan mereka di kota yang ia singgahi entah berapa lama. Sekali lagi, ia gagal membahagiakan dirinya.

Sungguh pecundang yang malang.

Maret, 2018

"Semua baik-baik saja, nak. Apa yang ada sudah lebih dari cukup. Untuk kesekian kalinya, dengarkan kata-kata ibumu. Pergilah. Temukanlah. Semua akan percuma jika kau tidak bahagia."

Semua bahagia. Dan ada harga yang mahal untuk ditebus. Mimpi ini berat. Terlebih ketika orang lain mencemooh dan menertawakannya, mengatakan hal itu gila. Ku akui bahwasannya aku gila. Aku korbankan kebahagiaan ku demi mereka yang ku punya.

Aku kehilangan waktu dengan mempertaruhkan waktu yang ku punya. Pun raga kini mulai menua. Sampai kesehatan menjadi barang langka. Tapi jika tidak seperti itu, artinya aku kurang keras berusaha. Dan aku tidak akan pernah berada lebih dekat dengan ketenangan ku.

Mereka bilang kesuksesan itu saat segalanya berada dalam genggamanmu. Dan segalanya merujuk pada sesuatu yang nyata kau raih dengan tanganmu. Tapi rasa... Layaknya mimpi, keduanya tak kasat. Hatilah yang menilai.

Berdamai dengan hati adalah jawabannya. Titik kesuksesan ku berada di sana. Segalanya percuma jika aku sendiri tak mampu bahagia. Materi hanya bersifat sementara. Belum lagi kepuasan manusia tidak akan ada habisnya. Tapi kala aku mampu berdamai dengan diri sendiri, dunia tak lagi terlihat bagai neraka.

Seluruh perjalanan panjang ini pada akhirnya berakhir saat umur ku tak tersisa. Dan perjuangan mencapai damai itu, akan terjawab di sana. Sebuah kesuksesan menyelesaikan perjalanan menggapai bahagia. Fair enough to me.

Fair Way To Live


END


Tribute to :
My Family

Meskipun kesuksesan kita masih jauh, bersama kita terus berusaha.

MONOKROM untuk kita semua


Edited :

Source Pic from Google Video from Youtube

Diubah oleh a112aditya 26-02-2018 14:24
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1.4K
10
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan